Mohon tunggu...
Indah Permata Sari
Indah Permata Sari Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Farmasi, FMIPA, Universitas Sriwijaya

find me on my blog : https://www.indahladya.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pandemi Bukan Ajang "Siapa Paling Produktif"

31 Juli 2020   20:24 Diperbarui: 4 Agustus 2020   22:46 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah hampir 5 bulan berlalu sejak kasus pertama Covid-19 yang hadir di Indonesia. Kemunculan kasus tersebut bak menjadi momok menakutkan bagi seluruh warga di Indonesia. Berbagai kebijakan pun dibuat oleh pemerintah sebagai wujud peduli kepada rakyat Indonesia. Adapun salah satu kebijakan yang dibuat adalah PSBB.

Sudah tidak asing lagi ketika mendengar kata PSBB, bukan? Pembatasan Sosial Berskala Besar, yang saat itu mengharuskan beberapa perusahaan di Indonesia untuk memperkerjakan karyawannya dari rumah. Work From Home istilahnya.

Meski mungkin awalnya terlihat menyenangkan karena pekerja-pekerja tidak harus bangun lebih pagi untuk bersiap-siap berangkat menuju ke kantor demi meminimalisasi kemungkinan telat karena macet. Namun pada kenyatannya tidak semenyenangkan demikian.

Kita kembali dihadapkan pada kenyataan-kenyataan yang pada akhirnya membuat kita panik dan jenuh. Dengan meningkatnya waktu yang kita dapatkan untuk #dirumahaja, maka meningkat pula keahlian jempol dari jari-jari kita untuk berlayar di smartphone kesayangan kita. Dan tentunya, media sosial adalah tujuan utama kita saat ini.

Pernah liat orang yang udah lama hiatus dari dunia sosmed terus tiba-tiba jadi aktif di Instagram? Atau pernah liat orang yang tiba-tiba jadi koki setiap hari? Iya, aku salah satunya kok.

Tiba-tiba kehadiran pandemi seolah menjadi ajang "siapa paling produktif". Dengan melihat berbagai macam produktivitas orang-orang yang kita "follow" di Instagram, maka meningkat pula dorongan pada diri kita untuk merasa bersalah ketika kita tidak menjadi produktif.

sumber: @indahladya
sumber: @indahladya

Memangnya produktif saat pandemi salah? Tentu saja tidak, sangat baik bahkan. Namun, mindset yang tertanam saat ini justru mendorong kita untuk dapat lebih produktif dibandingkan sebelum pandemi.

Padahal bukan hanya "advantage" yang kita dapatkan, seperti lebih banyak waktu untuk #dirumahaja. Namun, pandemi kali ini sudah dihadirkan satu paket yang berisi "advantage" dan "disadvantage".

Pada sadar gak sih kalau sebenernya pekerja-pekerja yang Work From Home itu jauh lebih sibuk dibandingkan dengan bekerja offline seperti biasanya?

Mungkin saya belum pernah mengalami pengalaman bekerja demikian, tapi mencontoh ke rekan-rekan bahkan keluarga saya yang sudah memasuki dunia kerja, wah, gak "senganggur" yang kalian bayangkan loh.

Mereka yang biasanya pulang jam 5 sore dan mengakhiri waktu kerja mereka malah harus bekerja non-stop hingga tengah malam untuk menyelesaikan tugas-tugas dan kewajiban dari atasan yang nyatanya lebih banyak daripada sebelum pandemi berlangsung.

Nah, setelah kerjaannya selesai, next, ngapain nih? Bisa saya bilang bahwa cara terbaik untuk melepas jenuh dan penat sehabis menyelesaikan tugas dan kewajiban, ya mungkin scrolling di instagram. Lalu apa yang kita dapatkan dari scrolling di instagram? Yap, betul, kita akan dihadapkan dengan 2 pilihan. 

Pilihan pertama, untuk tenggelam dalam berita-berita menakutkan yang saat ini tentunya terfokus pada virus Covid-19 yang kini melanda dunia, atau pilihan kedua, untuk ter-influence pada orang-orang yang tiba-tiba muncul di Instagram dan membagikan semua aktivitas produktif yang dia jalani selama pandemi ini.

Beberapa orang mungkin akan tenggelam pada pilihan pertama namun tidak sedikit yang memilih untuk tenggelam pada pilihan kedua, saya salah satunya. Sejujurnya, pandemi ini membuat saya kaget karena ketika berlayar di media sosial, tiba-tiba saya merasa menjadi satu-satunya orang yang tidak produktif saat itu.

Mungkin bagi sebagian orang, produktif menjadi sebuah coping mechanism terbaik untuk berusaha bertahan melewati pandemi yang sedang melanda dunia saat ini. Produktif seolah menjadi sebuah sarana dan terapi untuk mengalihkan perhatian dari berita dan kabar sedih yang kita terima di setiap harinya.

Dikutip dari Dana Dorfman, seorang psikoterapis, dalam The Washington Post, "dalam pergolakan yang begitu menakutkan hingga bersifat traumatis, orang-orang cenderung menyalurkan kecemasan mereka menjadi sebuah produktivitas."

Jangankan influencer, teman-teman bahkan kerabat dekat saya pun tiba-tiba membuat saya merasa minder karena tidak ada apapun yang bisa saya tunjukkan saat itu.

Namun, bukan berarti saya seharian rebahan doang loh, banyak kegiatan yang saya lakukan, seperti bersih-bersih rumah, atau bahkan sekadar membaca novel-novel lama yang belum sempat saya selesaikan kemarin.

And again, sepertinya itu tidak menarik untuk ditunjukkan ke media sosial yang saat itu sedang berkompetisi "siapa paling produktif". Berbagai jenis resep masakan hadir di instagram bahkan youtube, mulai dari masakan rumahan, masakan western, atau bahkan sekedar cemilan ringan.

Saya merasa kecewa dengan diri saya saat itu yang sepertinya terlihat sangat tidak produktif, seperti menghukum diri sendiri. Dan saya berjanji untuk lebih produktif saat itu dengan mulai mencoba resep-resep dessert sederhana seperti dalgona coffee yang sangat hits pada masanya.

Lalu saya mencoba mengeksplor berbagai jenis resep dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi lagi, beberapa berhasil, tidak sedikit juga yang gagal.

Beberapa pekan saya isi dengan terus berkecimpung di dunia dapur, hingga akhirnya saya jenuh. Jenuh memposting hasil masakan saya, jenuh terus berkecimpung di dunia yang ternyata bukan menjadi hal yang menyenangkan bagi saya saat itu. And finally, I'm done.

Bukan menyerah, hanya saja menurut saya hal ini bukan menjadi penyalur produktivitas saya untuk ikut andil dalam kompetisi dunia media sosial "siapa paling produktif".

Karena sebenarnya produktivitas bukanlah sebuah kompetisi, bukan sebuah perlombaan untuk melihat siapa yang menang dan siapa yang paling hebat. Menurut saya, menjadi produktif adalah cara untuk mengenali diri sendiri dan mengembangkan kemampuan yang ada serta menemukan makna dari kegiatan yang kita lakukan.

sumber: @indahladya
sumber: @indahladya

Lakukan senyamannya saja, jika memang kamu lebih nyaman untuk menghabiskan bahan bacaanmu baik berupa buku-buku non-fiksi ataupun novel-novel ringan yang belum sempat diselesaikan kemarin, it's okay, just do it!

Atau bahkan jika kamu merasa lebih nyaman untuk bertahan di aktivitas yang selama ini sudah biasa kamu lakukan, seperti sekadar menonton serial tv favoritmu sembari men-charging otak yang mungkin telah lama tidak mendapatkan waktu istirahat lagi, it's okay, again, just do it!

sumber: @indahladya
sumber: @indahladya

It's okay not to be productive guys, pandemi tidak sedang berusaha menghukum kita saat ini. Cara terbaik untuk melewati semua ini adalah dengan membiarkan dirimu untuk menjadi dirimu sendiri.

Stay healthy and stay safe, guys! Semoga bumi lekas membaik!

IndahLadya

Referensi
Fitzgerald, S. 2020, Don't feel like 'getting things done'? It's okay not to be productive during a pandemic, diakses pada tanggal 30 Juli 2020,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun