Sebelumnya, mari kita kilas balik ke pesta politik di Amerika Serikat tahun 2016. Saat itu Trump disebut mengantongi kemenangan atas pemilihan presiden AS karena ramainya peredaran berita hoaks dan propaganda yang "katanya" dikendalikan oleh agensi Rusia.
Dari kasus tersebut, hoaks menjadi sebuah perhatian khusus bagi pemerintah di negara-negara di dunia. Berbagai negara di dunia menyiapkan sebuah regulasi khusus untuk mengantisipasi penyebaran informasi yang tidak benar (hoaks).
Termasuk Indonesia, yang sebentar lagi akan mengadakan pesta politik Pemilihan Presiden RI ke-8. Tentunya, harus mengikat pinggang lebih kencang lagi.
Dilansir dari CNNIndonesia, berikut ini adalah beberapa dasar hukum untuk menanggulangi penyebaran berita hoaks dari berbagai negara.
Jerman
Jerman jadi salah satu negara yang secara tegas melarang peredaran informasi hoaks melalui media sosial. Sejak awal Januari 2018, pemerintah Jerman mensahkan Undang-Undang yang dinamakan Network Enforcement Act (NetzDG).
Undang-Undang tersebut memuat kewajiban bagi perusahaan media sosial seperti Twitter, Facebook, Instagram, Snapchat, Google, dan YouTube dengan tidak menyertakan LinkedIn dan WhatsApp untuk menghapus beragam unggahan yang bernada menyinggung.
Menurut UU tersebut, platform media sosial diharuskan menghapus unggahan yang menyinggung tersebut dalam waktu maksimal 24 jam setelah diajukan keluhan. Jika terbukti gagal, perusahaan media sosial harus menaggung denda sebanyak 59 juta euro. Saat ini regulasi tersebut masih menuai kontroversi.
Malaysia
Pemerintah Malaysia akhirnya mengesahkan UU Anti Berita Palsu pada akhir April 2018. UU tersebut memberi hukuman keras berupa denda 500 ribu ringgit hingga penjara enam tahun bagi pengguna yang terbukti menyebarkan hoaks di media sosial.
Tidak tanggung-tanggung, pemerintah Malaysia memberlakukan aturan tersebut bagi warga lokal dan asing. Namun, aturan ini masih menuai pro dan kontra karena warga menganggap tidak bebas dalam berpendapat.
Filipina
Presiden Rodrigo Duterte secara resmi mengamandemen Undang-Undang Pencemaran Nama Baik demi menghukum penyebar hoaks. Republic Act (RA) 10951 merupakan hasil amandemen dari KUHP berusian 87 tahun yang dibuat agar sesuai dengan kondisi saat ini.
jika terbukti bersalah, penyebar hoaks diancaman hukuman penjara enam bulan hingga denda mencapai 200 ribu peso.
Aturan ini juga masih menuai kontroversi. Selain dianggap mengekang kebebasan berpendapat, kontroversi soal hukuman bagi mereka yang melanggar aturan ini juga berpotensi dianggap pemberontak dan pengkhianat negara. Sementara itu, pemberontak akan di hokum mati sesuai aturan di Filipina.
Indonesia
Pemerintah Indonesia tak memiliki aturan khusus untuk menjerat penyebar hoaks, namun bisa teratasi dengan modal UU ITE yaitu Pasal 28 ayat 1 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dalam ketentuan tersebut, setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Pasal 28 ayat 2 UU ITE menyebutkan bagi setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Pelanggar bisa terancam hukuman penjara maksimal enam tahun atau denda hingga Rp1 miliar. Hati-hati jika menyebarkan sebuah informasi, siapa sangka ternyata Anda terjerat hukum.