Mohon tunggu...
Indah Gayatri
Indah Gayatri Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Rayakan Perbedaan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kenapa BLU Batu Bara Begitu Urgen Saat Ini?

17 Agustus 2022   17:51 Diperbarui: 17 Agustus 2022   18:05 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pertambangan batu bara (Foto: Reuters)

Melonjaknya harga batu bara di pasaran internasional membawa masalah baru bagi Indonesia. Sebab, hal ini menciptakan ketimpangan harga yang tajam antara harga di luar negeri dengan harga di dalam negeri, terutama yang melalui skema Domestic Market Obligation (DMO).

Harga batu bara di pasar Ice Newcastle pada Selasa 2 Agustus 2022 lalu, sempat bertengger di angka US$388 per ton. Sedangkan, harga batu bara untuk memenuhi kebutuhan kelistrikan nasional 'hanya' dipatok sebesar US$70 per ton.

Disparitas harga tersebut membuat para pemasok batu bara lebih memilih ekspor dibanding menjual di tanah air. Sebab secara rasional ekonomi menjual di pasaran internasional jelas lebih menguntungkan.

Hal tersebut tidak sepenuhnya salah, karena itu juga membawa keuntungan ekonomi bagi negara. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) bisa terus digenjot dan menjadi sumber pendanaan bagi pemerintah.

Namun di sisi lain, kenyataan tersebut membuat pasokan domestik batu bara menjadi berkurang. Dan ini menjadi sinyal bahaya bagi Perusahaan Listrik Negara (PLN). Karena sebagian besar pembangkit listrik kita masih bertopang dari sumber batu bara.

Hal ini diakui sendiri oleh perusahaan setrum negara tersebut, sebagaimana diungkapkan EVP Batu Bara PT PLN (Persero), Sapto Aji Nugroho. Menurutnya, PLN kini sedang menghadapi masalah fundamental yang sangat serius, di mana penambang batu bara yang kontraknya sudah berakhir enggan untuk melanjutnya kontraknya. Kemudian penambang yang belum berkontrak dengan PLN tidak ada yang mau berkontrak.

Dengan kurangnya pemasok yang akan berkontrak, hal ini tentunya membuat PLN kesulitan mendapatkan pasokan batu bara. "Saat ini PLN Bisa bertahan menjaga pasokan batu bara dengan mengandalkan pintu darurat dari penugasan Ditjen Minerba, dengan menggunakan klausa dalam Kepmen 13/2022," terang Sapto Aji, sebagaimana dikutip dari CNBC Indonesia (4/8).

Sejauh ini, PLN membutuhkan tambahan pasokan batu bara sebesar 7,7 juta metrik ton guna mengatasi tren pasokan batu bara yang menurun. Hal tersebut juga untuk menaikkan permintaan listrik, yaitu dengan peningkatan demand listrik sebesar 5,3 tWh on top dari yang sudah diprediksi.

Untuk itu, pemerintah harus mengambil kebijakan yang tepat untuk menjembatani antara kepentingan ekonomi nasional dan mengamankan pasokan batu bara bagi PLN. Mengingat urusan listrik ini merupakan hajat hidup orang banyak.

BLU Batu Bara sebagai Jawaban

Menanggapi masalah di atas, banyak pihak mengusulkan agar pemerintah membentuk Badan Layanan Umum (BLU) yang khusus menangani batu bara. BLU Batu Bara ini disebut akan menjadi jalan tengah antara kepentingan bisnis dengan urusan PLN untuk menyediakan listrik bagi masyarakat luas.

Melalui mekanisme BLU Batu Bara, nantinya para pemasok di dalam negeri akan mendapatkan harga jual domestik sebagaimana level harga di pasaran internasional. Sehingga, mereka tidak "merugi" dan mendorong keberlanjutan bisnis batu bara yang sehat di kemudian hari. Apalagi pendapatan dari industri pertambangan batu bara ini juga membawa manfaat yang besar bagi perekonomian nasional.

Sebaliknya dari sisi PLN, perusahaan setrum tersebut tidak akan kesulitan lagi mendapatkan pemasok batu bara. Hal ini juga akan membawa kemanfaatan yang luas pula, karena PLN bisa tetap beroperasi dengan lancar, dan mampu menyediakan listrik yang terjangkau bagi seluruh masyarakat.

Melalui skema ini, PLN tetap akan membayar pada dasar indeks harga US$70 per ton, kemudian selisih dari harga pasar tersebut akan dibayarkan melalui skema gotong royong dalam BLU. Dengan begitu, pemasok batu bara ke PLN akan menagihkan pembayaran dalam dua invoice, yaitu harga US$70 per ton ditagihkan ke PLN, selebihnya akan ditagihkan ke BLU.

Berikutnya, BLU Batu Bara tersebut akan menarik iuran dari para penambang berdasarkan setiap transaksi penjualan setelah harga dilepas pada mekanisme pasar. Iuran ini dialihkan untuk menambal harga yang dibayarkan PLN dari patokan US$70 per ton tadi.

Skema BLU Batu Bara ini bisa menjadi kebijakan yang rasional untuk menyelesaikan masalah disparitas harga di atas. Begitu pula akan membawa keadilan bagi para pemasok batu bara. Pun, masyarakat juga tidak dirugikan. Sehingga kebijakan ini dinilai akan menjadi 'win-win' solution bagi semua pihak.

Kegentingan lain mengapa BLU Batu Bara ini harus segera disahkan, tentunya, terkait dengan situasi dunia saat ini. Krisis pangan dan energi tengah mengintai semua negara. Presiden Jokowi dalam pidatonya di sidang tahunan MPR 2022 mengingatkan kita semua agar waspada dan hati-hati dengan krisis global tersebut.

Sejauh ini, pemerintah terus memberikan subsidi BBM, subsidi LPG, dan subsidi listrik hingga Rp 502 triliun agar harga BBM dan listrik di masyarakat tidak melambung tinggi. Namun situasi itu mungkin juga ada batasnya, mengingat kemampuan APBN juga terbatas.

Dampaknya kini sudah mulai terlihat di lapangan, dimana antrian masyarakat untuk mendapatkan BBM subsidi di SPBU semakin panjang. Ini indikasi pasokan minyak subsidi memang terbatas. Jika situasi ini bertambah dengan krisis listrik karena tidak adanya suplai batu bara, tentu menjadi musibah yang besar bagi masyarakat kita.

Bagaimanapun, kepentingan masyarakat harus lebih utama. Upaya untuk menjaga agar kebutuhan dasar mereka tidak terganggu harus diupayakan maksimal. Dalam konteks listrik, pastinya pasokan batu bara harus segera distabilkan agar PLN tidak kelabakan mencari bahan baku energi.

Oleh karena itu, kebijakan yang tepat dari pemerintah begitu diharapkan saat ini. Jangan sampai masalah batu bara ini juga menjadi bola liar sebagaimana kasus minyak goreng lalu. Dimana ketika harga komoditas di pasaran internasional lebih tinggi, alih-alih membawa maslahat yang besar, tapi malah merugikan masyarakat kita sendiri.

Amit-amit. Ayo, kita belajar dari sana!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun