Mohon tunggu...
Indah Gayatri
Indah Gayatri Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Rayakan Perbedaan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Memajukan Pertanian Indonesia dengan Wakaf Produktif

15 April 2021   19:30 Diperbarui: 15 April 2021   19:31 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi petani tengah bekerja di sawah (credit: defika hendri on unplash.com)

Pangan menjadi kebutuhan mutlak bagi setiap orang. Dalam suasana politik, atau bahkan guncangan ekonomi seperti apapun, kebutuhan pangan tak bisa ditunda-tunda.

Oleh karenanya, upaya menjaga ketahanan pangan ini menjadi hal yang sangat urgen bagi setiap negara. Termasuk bagi Indonesia.

Tren ketahanan pangan kita bisa dikatakan membaik dalam 10 tahun terakhir. Meski dalam setahun ini harus turun tingkat karena pandemi dan resesi. 

Berdasarkan penilaian Global Food Security Index, peringkat ketahanan pangan Indonesia berada di posisi ke-65 pada 2020, turun tiga tingkat dibandingkan tahun sebelumnya.

Guna menjaga itu, Indonesia harus membangun sektor pertaniannya dengan sebaik mungkin. Pertanian perlu dikelola dengan modern dan berbasis sains hingga menguntungkan semua pihak, terutama bagi para petaninya.

Namun sayangnya usaha itu tak semudah membalikkan tangan. Banyak sekali tantangan untuk menjadikan pertanian Indonesia maju. Diantaranya karena lahan pertanian yang terus berkurang dan minimnya minat anak muda untuk terjun ke sawah.

Adapun faktor utama sawah terus berkurang disebabkan oleh laju alih fungsi lahan yang tak terkendali. Bayangkan saja, setiap tahun lahan pertanian yang terkonversi menjadi non pertanian ini mencapai hingga 100 ribu hektar.

Berdasarkan beberapa riset, penyebab petani menjual lahannya itu karena biaya produksi yang tinggi dan pendapatan yang rendah dari pertanian. Plus minimnya perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di tiap daerah.

Penyebab yang sama juga untuk minimnya anak muda menjadi petani. Musababnya tentu saja tingkat pendapatan dan kesejahteraan. Kondisi tersebut membuat anak-anak muda lebih memilih profesi di luar pertanian.

Bila ini dibiarkan ke depan, maka kemungkinan tak akan ada lagi lahan pertanian dan petani di Indonesia. Sungguh ironis, kan?

Meski demikian, kondisi tersebut bisa dibenahi bersama. Kita harus berikhtiar agar pertanian Indonesia bisa berkelanjutan supaya ketahanan pangan kita tetap aman.

Maka solusinya tak lain adalah mengembalikan bagaimana dunia pertanian ini menjanjikan kembali bagi para petaninya. Terutama dalam hal pendapatan dan kesejahteraan.

Mungkin kita perlu menengok kembali konsep wakaf dalam Islam. Instrumen filantropis ini dapat digunakan untuk membantu petani agar lebih sejahtera dan produktif dengan manfaat yang luas.

Di antaranya seperti yang sudah dipraktikkan oleh Global Wakaf-ACT, Yayasan Penguatan Peran Pesantren Indonesia (YP3I), dan Gema Petani ketika menginisiasi program Wakaf Sawah Produktif (WSP).

Mereka berkolaborasi untuk mengelola wakaf tunai dari para dermawan guna membantu petani secara terintegrasi, mulai dari pembibitan hingga pasca panen.

Alurnya sebenarnya cukup sederhana. Global Wakaf-ACT akan menyalurkan uang wakaf tunai dari para dermawan kepada para petani untuk proses produksi. Ini menjadi semacam modal produksi bagi mereka, mulai untuk beli bibit, biaya pupuk, pengerjaan sawah, hingga biaya produksi lainnya.

Tak hanya itu, petani juga mendapatkan pendampingan dan pengembangan kapasitas dari YP3EI, sehingga ada proses pendidikan dan penyuluhan. Ini berkaitan dengan proses transfer pengetahuan agar petani lebih berdaya.

Berikutnya, hasil panen dari para petani tersebut akan dibeli kembali oleh ACT dengan harga yang layak. Dengan begitu, petani mendapatkan hasil penjualan di atas biaya produksi dan mendapatkan margin yang rasional dari sini.

Dan di tahap akhir, beras dari para petani itu akan disalurkan kepada masyarakat pra sejahtera agar mereka bisa mendapatkan pangan yang cukup.

Dengan konsep yang terintegrasi seperti di atas, Wakaf Sawah Produktif bisa menjadi solusi. Para petani akan terbantu, dan kebermanfaatan hasil panennya bisa dirasakan oleh masyarakat luas.

Dan, konsep tersebut tidak hanya berlaku di atas kertas saja. Ikhtiar masyarakat untuk membantu petani melalui wakaf tersebut sudah mulai menunjukan hasilnya. Terbukti ketika sawah yang didanai oleh program WSP sudah mulai panen.

Seperti panen raya di Dusun Tumpangsari, Desa Jiyu, Kecamatan Kutorejo, Mojokerto. Total sawah yang dipanen mencapai sekitar 9 hektare dengan hasil sebanyak 110 ton.

Ke depan program WSP ini akan terus berlanjut dengan target hingga 500 hektar. Bahkan hingga 2025, program WSP diharapkan menjangkau 5 juta hektare sawah. Semoga saja menjadi kenyataan.

Tak hanya itu, program WSP ini juga diharapkan dapat menjaring milenial untuk menjadi petani. Asumsi menjadi petani adalah kuno bisa hilang karena teknologi pertanian yang digunakan.

Melalui wakaf produktif, kita bisa upayakan kesejahteraan petani bisa meningkat dan anak-anak muda kembali berminat di dunia pertanian. Inilah upaya agar Indonesia tetap menjadi negara agraris yang swasembada pangan.

Semoga terwujud. Amiin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun