Mohon tunggu...
Inda Duzih-Pitkanen
Inda Duzih-Pitkanen Mohon Tunggu... istri rumah tangga -

Desiderata & Belajar memerdekakan diri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kawin sama WNA, gimana sih rasanya?

29 Januari 2017   02:28 Diperbarui: 29 Januari 2017   02:53 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mau tau aja, apa mau tau bangeeet? Kalo mau tau aja, ya kayak permen nano-nano lah kurang lebih rasanya! :D Ada manis, asem, asin... cuma bedanya si permen rame rasa itu ngga punya rasa getir aja. Sementara kawin sama WNA ya getirnya pasti ada getir pahitnya. Kalau mau tau pake banget, nah baca tuntas deh artikel ini!  hehehe..

DISCLAIMER: Tulisan ini mungkin extremely BORING buat anda yang pelaku kapur (kawin campur - sebutan popular pasangan beda bangsa/kewarganegaraan). Tapi mungkin extremely INTERESTING bahkan NEEDED buat anda yang (1) kebetulan lagi pe-de-ka-te atau sedang mempersiapkan pernikahan dengan orang asing, (2) punya keluarga/teman/tetanggan yang akan atau sedang menjalani perkawinan beda bangsa, (3) sekedar penasaran dan pingin tahu tapi ngga pingin jatuhnya kepo, (4) kalangan akademisi untuk disiplin ilmu yang terkait dengan fenomena perkawinan campuran!

Ayo ngaku kalo liat sepasang WNI dan WNA sliweran di jalan, mall, airport, dan timeline fesbuk, apa yang terlintas dikepala? :D Yang jelas saya percaya beragam lah ya, mungkin tergantung sama gimana penampilan luar dan fisik sepasang itu... Kalo yang perempuannya pakai jilbab biar pegangan tangan dan mesra di public mungkin cenderung dinilai positif dibandingkan dengan kalo perempuannya pakai celana pendek dan kaos yukensi... ini kecenderungan lho ya, bukan berarti semua orang nilai begitu.. 

Mungkin juga tergantung waktu dan lokasi mereka ditemui... pasangan kapur yang ditemui didalam resto makan bareng keluarganya apalagi didampingi anak-anak berawajah indo mungkin dapat penilaian beda dibanding dengan pasangan campur yang lagi jalan kaki di pasar becek..pantai..area wisata..bar..dan sebagainya tapi cuma berdua sambil pegangan tangan. Pasangan nano-nano yang ditemui malam hari di bar mungkin dapat penilaian kurang baik daripada yang ditemui tengah malam jalan kaki di luar walau mungkin mereka suami istri yang sedang kelaparan cari martabak telor dan manis di tempat langganan! 

Yang jelas apapun penilaian yang ada dikepala orang, belum tentu benar/fakta. Sedihnya, kalau lihat banyak pengalaman para pelaku kapur yang berbagi diruang publik maupun pribadi, sampai hari ini penilaian yang sifatnya negatif, stigma, dan praduga bersalah ke pihak pasangan Indonesia-nya masih cukup besar di tanah air - apalagi kalau itu perempuan...

"Yang cewe paling anak nakal!", 

"Perempuannya mantan pembokat kali ya?", 

"Apa yang diliat yah dari si co/ce Indonesia-nya, udah item, pendek, tampangnya pas-pasan gitu.." 

"Ah paling si cowo gigolo tuh!"

"Gold digger! Lakinya udah tua tapi kaya, ya jelaslah nyari apanya..."

"Ngga setuju anak saya kawin sama bule! Bule kan kerjanya gonta ganti perempuan!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun