Mohon tunggu...
Inayat
Inayat Mohon Tunggu... Swasta - Freelancer Konsultan Pemberdayaan Masyarakat

Hobby menulis hal hal yang bersifat motivasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hidup Berdampingan dengan Sungai

24 Desember 2022   08:36 Diperbarui: 7 Januari 2023   20:20 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

HIDUP BERDAMPINGAN DENGAN SUNGAI

Mendengar kata sungai tentu yang terbayang dalam benak pikiran adalalah aliran air yang mengalir dari hulu sampai hilir dengan segala persoalan yang ada, tapi pernahkah terbersit dalam pikiran kita bahwa air sungai membutuhkan tangan manusia untuk memelihara dan merawat bukan sebaliknya merusak dengan cara membuang sampah berdampak terhadap  terjadinya banjir, karena itu sungai sangat memerlukan sentuhan sikap masyarakat dalam memperlakukan Sungai

Keniscayaan  aliran sungai yang  bergerak secara otomatis  dari dataran tinggi ke dataran rendah hingga akhirnya dengan pasokan air tersebut menuju ke lautan, danau, kolam, atau bahkan sungai lain, sehingga untuk ukurannya sendiri dapat bervariasi dalam ukuran dan tidak ada definisi yang keras atau aturan tentang seberapa besar aliran air harus dikategorikan sebagai sungai.  sisi lain dari sungai dapat berasal dari hujan, salju yang mencair, danau, kolam, atau bahkan gletser sehingga sungai mengalir menurun dari sumbernya serta dalam objek studi geografi sungai dianggap sebagai bagian dari jenis bioma air tawar.

Persoalan kemudian yang harus kita pahami  adalah bahwa laju pertumbuhan penduduk berbanding lurus dengan kerusakan lingkungan tidak terkecuali adalah sungai karena keterbatasan lahan misalkan maka seringkali ditemukan sungai semakin menyempit permukiman menjorok ke pinggir sungai pada akhirnya akan merusak wajah sungai menjadi kumuh  lalu bagaimana agar manusia bisa berdamai  dengan sungai  tentu harus melakukan edukasi dengan memberikan sosialisasi menerus dengan menggali potensi , mengenali ancaman dan bahaya di bantaran sungai , dengan membangun kesadaran masyarakat untuk  peduli sungai ini harus dilakukan supaya ada kearifan untuk berdamai dengan sungai tentu perubahan prilaku dan pola pikir tidak akan instan, membutuhkan waktu lama transfer knowledge kepada masyarakat

Namun apapun kondisinya bahwa penyelamatan sepadan sungai melalui gerakan  (Mundur, Munggah, dan Madhep Kali) adalah salah satu upaya gerakan masyarakat bersahabat dengan sungai tentu saja gerakan ini ini harus  ada kerelaan masyarakat menghibahkan lahannya untuk kepentingan umum dan contoh pemberdayaan Kalicode telah berhasil merubah wajah sungai kumuh berubah menjadi tidak kumuh  melalui konsep M3K (Mundur, Munggah, Madep Kali ) merupakan gerakan masyarakat yang mendapatkan dukungan penuh dari   Pemerintah Daerah Kota Yogyakartasebagai nakhoda dalam penataan kumuh tak terkecuali  penataan kawasan bantaran sungai.

Belajar dari  sungai Kalicode  Yogyakarta berhasil membangkitkan kesadaran bersama sejak diluncurkannya "Gerakan M3K" MUNDUR: bangunan yang menempel ke tepi sungai dimundurkan guna memberi ruang bagi akses jalan, sehingga ambulans bisa lewat mempercepat pelayanan kesehatan, tetapi berfungsi  juga sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH).  MUNGGAH (naik): Rumah yang sudah "dimundurkan" otomatis berkurang ukurannya mengingat keterbatasan lahan, bangunan "dinaikkan/ditingkat" menjadi dua lantai guna "mengembalikan" ukuran semula juag karena ada ruang yang terpotong sehingga ganti ruang adalah di naikkan. MADEP Kali: Madhep Kali , rumah di hadapkan ke sungai  dengan harapan sungai dijadikan halaman depan agar warga masyarakat secara sadar bisa memperlakukan sungai sebagai sahabat dengan cara tidak membuang sampah ke sungai, disamping itu  M3K juga dimaksudkan untuk penyelamatan sepadan sungai dan mitigasi bencana. Jalan 3 meter ini di fungsikan untuk jalur evakuasi apabila ada keadaan darurat mobil ambulans bisa masuk, juga untuk pembuatan ipal komunal guna menjaga kualitas air sungai dan sungai sebagai halaman depan akan terjaga karena tidak mungkin halaman depan ada tumpukan sampah

Begitu pula yang dilakukan oleh warga masyarakat Kelurahan Siantan Hulu, Kecamatan Pontianak Utara, Kota Pontianak  dengan bantuan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dan dukungan dari Pemerintah Daerah Kawasan  Parit Nanas  sebagai lokasi  dampingan  Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU), masyarakat Siantan Hulu dengan sukarela  menata permukiman sekitar bantaran Sungai Kapuas  menggunakan gerakan memundurkan rumah dari sepadan sungai dengan halaman menghadap sungai, dan beautifikasi rumah warga menghilangkan kesan kumuh, kini, lokasi di sekitar Sungai Landak  jadi lebih apik, dan kesan kumuh di kawasan tersebut sudah jauh berkurang bahkan Walikota Pontianak akan menjadikan kawasan Parit Nanas sebagai destinasi baru sebagai wisata local. Bagaimana dengan wilayah lainnya?

Semoga semua bisa menjadi inspirasi bagi wilayah lainnya 

 

Penulis adalah  Freelancer Konsultan Pemberdayaan Tiggal di Cileungsi-Kabupaten Bogor

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun