Mohon tunggu...
Ina Purmini
Ina Purmini Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga, bekerja sebagai pns

Menulis untuk mencurahkan rasa hati dan isi pikiran

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

PPDB Zonasi, Bagaimana Menyikapi?

25 Juni 2019   23:39 Diperbarui: 26 Juni 2019   00:15 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(image : jabar.pojoksatu.id)

Sejatinya PPDB dengan sistem zonasi seperti yang dilaksanakan di tahun 2019 sekarang ini, sudah berlangsung sejak tahun 2017. Namun entah mengapa, banyak permasalahan yang muncul di tahun ini bahkan protes dari sebagian orang tua murid di Jawa Timur, menghasilkan diskresi Gubernur Jawa Timur dan Mendikbud pun akhirnya melakukan revisi atas Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 tentang PPDB pada TK, SD, SMP, SMA dan SMK. Tujuan pemerintah bagus karena ingin meningkatkan akses layanan pendidikan. 

Permasalahan yang muncul dikeluhkan dan menuai protes dari  orang tua murid adalah nilai bagus hasil UN tidak bisa digunakan untuk menembus sekolah favorit, dan kalah hanya gara-gara jarak. Sebagian orang tua murid mengungkapkan kekecewaan dengan menyatakan  "Ngapain mesti rajin belajar, dapat nilai bagus, tapi tidak bisa masuk sekolah favorit dan dikalahkan bukan karena kompetisi nilai tapi karena jarak." 

Apalagi dalam prakteknya, memang banyak juga orang tua yang 'mengakali' agar anaknya bisa diterima di sekolah favorit, dengan cara 'memindahkan' si anak ke Kartu Keluarga saudara, teman atau kerabat yang rumahnya dekat dengan sekolah yang dituju. (Ini juga salah satu fenomena yang menyedihkan)

Sebuah sikap yang sangat tidak tepat rasanya, menyampaikan kepada anak agar 'tidak perlu rajin belajar' karena  nilai tinggi akan kalah dengan jarak. Padahal sistem zonasi ini masih mengakomodir anak-anak dengan nilai bagus lewat jalur prestasi atau jalur kombinasi.

Lalu, bagaimana sebaiknya kita menyikapi PPDB dengan sistem zonasi agar tujuan pemerintah untuk peningkatan akses layanan pendidikan tercapai, dan tujuan kita juga tercapai yaitu anak kita juga bisa diterima di sekolah yang dituju.

1. Dorong anak untuk berprestasi

Orang tua jangan sekali-kali mengatakan tak perlu rajin belajar untuk diterima di sekolah favorit, karena akan kalah dengan jarak. Tetap berikan motivasi kepada anak untuk rajin belajar, untuk berprestasi, baik prestasi akademis maupun non akademis. Tanamkan pada anak bahwa tak perlu risau dengan sekolah favorit atau tidak favorit, karena jika anak berprestasi akan memudahkan jalan untuk diterima di sekolah yang dituju (favorit). 

Kalaupun akhirnya tidak diterima (di sekolah favorit), tetapi diterima di sekolah pilihan kedua, katakan pada anak bahwa justru di sekolah pilihan kedua akan membuatnya lebih cemerlang. 

Mengapa? Karena persaingan tidak akan seketat di sekolah pertama, sehingga posisi di tingkat sekolah atau di kelas akan lebih baik, yang pada gilirannya justru akan meningkatkan kemungkinan diterima di PTN yang diinginkan lewat SNMPTN (nilai raport). Dan satu hal yang pasti, berlian tetaplah berlian, dia akan tetap bersinar dimanapun berada. 

2. Jangan berikan jalan mudah bagi anak

Ada sebagian orang tua di negeri ini yang selalu ingin memberikan kemudahan bagi anaknya. Sebenarnya tidak ada yang salah, asal dilakukan dengan cara yang benar. 

Namun jika kita menengok ke belakang, PPDB tahun 2015, 2016 misalnya dimana pada saat itu murid miskin dapat masuk ke sekolah yang dekat dengan tempat tinggalnya, termasuk sekolah favorit dengan kuota 20%, hanya dengan menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Lalu tiba-tiba banyak sekali orang mendadak miskin, bahkan mereka yang bermobil pun tidak malu mencari SKTM hanya agar anaknya diterima di sekolah favorit. 

Dan untuk tahun ini, karena PPDB berbasis jarak, maka tiba-tiba kepadatan penduduk di sekitar sekolah favorit menjadi tinggi. Mengapa? Karena banyak orang tua mencarikan jalan mudah bagi anaknya untuk diterima di sekolah favorit dengan memindahkannya (hanya pindah pencatatan di Kartu Keluarga, sedangkan domisili anak tetap bersama orang tua) ke KK saudara, sahabat atau kerabat.

Dengan cara-cara seperti di atas, sadar atau tidak, telah mengajarkan perbuatan/akhlak yang buruk kepada anak. Anak menjadi terbiasa berbuat curang, tidak jujur dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.

Cara di atas, pada dasarnya adalah perbuatan yang dzolim. Kita telah mendzolimi anak-anak yang semestinya bisa masuk sekolah dengan SKTM yang sebenarnya, dengan jarak rumah ke sekolah yang sesuai KK. Tapi dengan SKTM abal-abal atau KK nitip nama sebentar, kita menggeser anak-anak yang semestinya diterima karena memang sesuai kriteria/persyaratan.

3. Jadikan sekolahmu sekolah favorit

Jika PPDB zonasi seperti sekarang ini terus dilanjutkan, tidak akan ada lagi sekolah favorit atau tidak favorit. Katakan saat ini yang favorit adalah SMA 1, dengan sistem zonasi, anak-anak cerdas bernilai 100 dan 90 mungkin hanya sebagian kecil, karena sebagian besar yang diterima adalah anak-anak yang dekat sekolah meski nilai/prestasinya kurang bagus atau bahkan cenderung rendah. Lantas akankah  dengan kondisi tersebut, yang terus menerus terjadi selama bertahun-tahun ke depan, SMA 1 tetap SMA favorit? Rasanya tidak. 

Oleh karena itu, menjadi tidak penting bersekolah di sekolah favorit atau tidak. Yang paling penting justru menumbuhkan kepercayaan diri pada anak di manapun bersekolah, jadikanlah sekolahmu sekolah favorit. Bagaimana caranya? Tetap rajin belajar, menggali potensi diri dengan bimbingan guru, terus berusaha untuk lebih baik. 

Pada gilirannya nanti, jika dilakukan  upaya bersama (murid, guru, orang tua siswa, masyarakat dan pihak terkait lainnya) secara optimal, akan tumbuh bibit-bibit unggul dari semua sekolah sehingga semua sekolah akan menjadi sekolah favorit. 

Jadi, tak usah risau dengan PPDB sistem zonasi seperti sekarang ini, karena tujuannya baik. Yang penting bagi kita sebagai orang tua adalah tetap mendorong, memotivasi, mensupport anak untuk tetap rajin belajar, menggali potensinya, memberikan contoh perbuatan yang baik. 

Saya pribadi selalu menanamkan pada anak untuk masuk sekolah/kuliah dengan nilai dan/atau prestasi sendiri. Saya katakan, 

"Mama dan ayah tidak akan pernah mau membantu kalian lewat "jalur belakang", meskipun mama dan ayah bisa mengupayakan dan punya akses untuk itu. Jadi rajinlah belajar dari awal agar bisa diterima di sekolah favoritmu/PTN sesuai keinginanmu dengan mengikuti sistem dan prosedur yang benar. Kalau kemudian kalian tidak diterima di sekolah/PTN sesuai keinginanmu, ya sudah ...kalian harus puas di sekolah/PT swasta." 

Dan rupa-rupanya kata-kata tersebut cukup manjur untuk memotivasi mereka rajin belajar, sehingga memperoleh sekolah/PTN sesuai keinginan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun