Pendampingan desa tidak lepas dari pembangunan ekonomi, terutama melalui BUMDes. Namun, tantangan kerap muncul: minimnya kepercayaan diri pengelola, rasa takut gagal, atau pandangan bahwa usaha desa hanya kecil dan tidak bisa berkembang. Afirmasi bisa menjadi “obat” sederhana bagi masalah ini.
David McClelland dalam The Achieving Society (1961) menyebutkan bahwa keberhasilan usaha sangat ditentukan oleh kebutuhan berprestasi yang tinggi. Kebutuhan ini bisa dibangun melalui keyakinan positif. Dengan afirmasi, pelaku usaha desa diajak percaya pada kemampuan diri sebelum bicara tentang strategi bisnis.
Contoh konkret: saat pelatihan BUMDes, fasilitator bisa mengajak peserta mengucapkan bersama “Kami mampu mengelola usaha desa dengan amanah, dan usaha ini bermanfaat untuk semua warga.” Kalimat ini memperkuat rasa tanggung jawab sekaligus kepercayaan diri.
Dalam praktiknya, afirmasi dapat ditempelkan di kantor BUMDes, menjadi slogan dalam rapat, atau diulang setiap kali memulai kegiatan. Hal ini memperkuat keyakinan kolektif bahwa usaha desa bukan sekadar mencari keuntungan, tetapi juga melayani masyarakat.
Dengan demikian, afirmasi membantu menanamkan identitas baru pada pelaku ekonomi desa: bukan sekadar pedagang kecil, melainkan penggerak ekonomi lokal yang punya peran strategis dalam mencapai kemandirian desa.
Menumbuhkan Harapan Menuju SDGs Desa
Sejak diluncurkannya SDGs Desa oleh Kementerian Desa, desa didorong menjadi aktor utama pencapaian pembangunan berkelanjutan. Namun, indikator yang banyak sering kali membuat masyarakat merasa jauh dari capaian. Di sinilah afirmasi kembali menemukan relevansinya.
Menurut Sustainable Development Goals Report (United Nations, 2023), keberhasilan agenda pembangunan tidak hanya ditentukan oleh kebijakan, tetapi juga oleh partisipasi aktif masyarakat. Afirmasi menjadi cara sederhana untuk membangkitkan semangat partisipasi itu.
Kalimat positif seperti “Desa kami bisa mandiri, berdaya, dan berkelanjutan. Setiap langkah kecil membawa perubahan besar” dapat memperkuat optimisme warga. Afirmasi membuat pencapaian SDGs tidak terasa sebagai beban, tetapi sebagai perjalanan bersama.
Selain itu, afirmasi menanamkan kesadaran antargenerasi. Saat program lingkungan, misalnya, kalimat “Kami menjaga desa hijau untuk anak cucu” menegaskan bahwa pembangunan berkelanjutan bukan hanya soal hari ini, tetapi juga tentang masa depan.
Dengan demikian, afirmasi menjadi energi kultural yang melengkapi instrumen teknis dalam pencapaian SDGs Desa. Ia membuat masyarakat percaya bahwa target besar bisa dicapai melalui keyakinan dan kerja kolektif yang konsisten.
Afirmasi bukan sekadar kata-kata indah
Dalam pendampingan desa, afirmasi bisa menjadi strategi komunikasi guna menghidupkan semangat, menumbuhkan kepercayaan diri, dan memperkuat kebersamaan. Melalui afirmasi, musyawarah menjadi lebih hidup, BUMDes lebih percaya diri, dan pencapaian SDGs terasa lebih dekat.