Sebuah video pendek berdurasi 46 detik yang beredar di media sosial pada 25 Juli 2025 menjadi peringatan penting. Menteri Desa PDTT menegaskan bahwa belum ada pembukaan rekrutmen pendamping desa. Ia juga mengingatkan agar masyarakat tidak tertipu oleh oknum yang menjanjikan kelulusan dengan syarat membayar sejumlah uang.
Pernyataan itu bukan tanpa alasan. Beberapa minggu terakhir, mencuat kabar adanya pihak-pihak tak bertanggung jawab yang mengaku sebagai “jalur dalam” atau orang dekat kementerian. Mereka meminta bayaran kepada masyarakat untuk menjamin seseorang lolos menjadi Tenaga Pendamping Profesional (TPP).
Modus seperti ini bukan hal baru. Namun, setiap kali rekrutmen mulai disinggung atau dibicarakan di masyarakat, para penipu seolah bangkit dari tidur panjang. Mereka menyebar informasi palsu, membujuk, bahkan menakut-nakuti calon korban agar tergiur dengan jalan pintas.
Bagi masyarakat desa, posisi sebagai pendamping desa bukan sekadar pekerjaan, tetapi juga harapan baru untuk penghidupan lebih baik. Ironisnya, harapan itu dijadikan celah untuk melakukan penipuan yang bisa menjatuhkan harkat dan kepercayaan publik terhadap program pembangunan desa.
Sudah saatnya seluruh pihak — baik pendamping desa yang sedang aktif, perangkat desa, maupun warga — menyadari bahwa setiap informasi rekrutmen harus diverifikasi dari sumber resmi. Tak boleh ada kompromi terhadap praktik-praktik yang mencederai keadilan rekrutmen.
Sebagai bagian dari sistem pembangunan desa, pendamping desa memiliki peran yang sangat strategis dalam membendung penipuan semacam ini. Mereka adalah wajah program Kementerian di tingkat akar rumput. Karena itu, suara mereka dipercaya dan didengar oleh masyarakat.
Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah melakukan edukasi kepada warga tentang jalur resmi rekrutmen TPP, termasuk mekanisme daring, kualifikasi yang dibutuhkan, dan tidak adanya pungutan apa pun. Materi ini bisa disisipkan dalam forum-forum desa, posyandu, hingga kegiatan informal.
Pendamping juga bisa menjadi “filter” awal yang peka terhadap isu-isu yang berkembang di lapangan. Jika ada warga atau tokoh desa yang mulai menyebarkan kabar adanya "jalur cepat", mereka harus segera menelusuri kebenarannya dan melaporkannya ke TAPM atau Dinas PMD setempat.
Tidak cukup hanya menyampaikan secara lisan, pendamping desa juga bisa memanfaatkan media sosial pribadi untuk menyebarkan ulang pernyataan Menteri Desa. Cara ini menjadi peneguhan bahwa informasi itu bersumber dari otoritas tertinggi, bukan sekadar opini.
Menanggapi situasi ini, Koordinator Nasional (Kornas) telah memerintahkan kepada seluruh TPP melalui Koordinator Provinsi agar secara aktif melakukan investigasi dan klarifikasi di wilayah kerja masing-masing atas setiap pengaduan atau kabar yang beredar. Hasil investigasi tersebut diminta untuk segera dilaporkan langsung kepada Kornas melalui jalur pribadi (japri) WhatsApp sebagai bentuk pelaporan cepat dan akuntabel.