Sebagai warga Lombok, saya merasakan langsung tantangan tersebut. Di wilayah yang jauh dari pusat kota seperti Bayan, Batukliang Utara, atau Sekotong, tempat pengisian baterai mobil listrik sangat langka, bahkan bisa dikatakan tidak ada sama sekali.
Bagi mereka yang tinggal di Mataram atau sekitarnya, mungkin akses ke charging station masih memungkinkan. Namun, di daerah pedesaan yang cukup jauh, penggunaan mobil listrik saat ini seperti bertaruh pada keterbatasan fasilitas yang tersedia.
Bayangkan jika harus bepergian dari Lombok Barat ke Lombok Timur dengan mobil listrik. Tanpa titik pengisian daya di tengah perjalanan, pengguna harus benar-benar memperhitungkan jarak tempuh dan cadangan daya yang tersisa. Ini membuat mobil listrik belum sepenuhnya cocok untuk mobilitas antarwilayah di NTB.
Salah satu solusi yang patut dipertimbangkan adalah menjalin kerja sama dengan jaringan toko modern. Mart-mart lokal maupun nasional seperti Alfamart dan Indomaret bisa dijadikan simpul energi baru. Mereka sudah menjangkau hingga tingkat kecamatan, bahkan desa.
Jika titik pengisian daya bisa dipasang di tempat-tempat tersebut, masyarakat akan merasa lebih percaya diri menggunakan mobil listrik. Perluasan infrastruktur menjadi kunci agar ekosistem kendaraan listrik bisa hidup tidak hanya di kota besar, tetapi juga di daerah seperti Lombok.
Dari sisi pengguna yang masih bertahan dengan mobil bensin, kekhawatiran tidak hanya soal infrastruktur. Banyak juga yang menyoroti harga beli mobil listrik yang masih terbilang tinggi, meskipun perlahan sudah mulai lebih terjangkau di pasaran.
Isu lain yang tak kalah penting adalah ketahanan baterai dan biaya penggantiannya. Banyak yang belum yakin apakah baterai mobil listrik bisa bertahan lama, atau malah akan menjadi beban biaya baru setelah masa pakai tertentu. Edukasi soal ini belum merata.
Pemerintah, produsen, dan pemangku kepentingan harus bersinergi mendorong transisi ini. Subsidi, insentif fiskal, dan dukungan infrastruktur harus berjalan seiring. Jangan sampai kendaraan listrik hanya dinikmati oleh masyarakat di kota besar atau kalangan atas.
Lebih dari itu, dibutuhkan gerakan kolektif yang mendorong masyarakat untuk mengenal dan memahami manfaat kendaraan listrik, baik dari sisi lingkungan maupun efisiensi biaya jangka panjang. Sosialisasi dan uji coba gratis bisa menjadi pintu masuk.
Saya percaya waktunya akan tiba ketika mobil listrik menjadi pilihan logis, bukan sekadar gaya hidup. Tetapi agar saat itu datang, kita semua—baik sebagai individu maupun sebagai bangsa—harus memastikan bahwa kesiapan infrastruktur dan regulasi berjalan bersamaan.
Bagi saya pribadi, keinginan memiliki mobil suatu hari nanti tetap ada. Namun keinginan itu tetap diposisikan secara realistis, sesuai dengan kebutuhan keluarga dan prioritas pengeluaran rumah tangga yang ada saat ini.