Pendamping desa bukan sekadar profesi teknis, tetapi jembatan antara regulasi negara dan realitas desa. Mereka membantu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembangunan, serta memperkuat kemandirian desa melalui pendampingan program Kementerian Desa secara partisipatif dan transparan.
Namun dalam praktiknya, tidak semua pendamping mampu bergerak dengan optimal. Salah satu penyebab klasik adalah keterbatasan biaya operasional. Saat pekerjaan menuntut mereka terus turun ke desa, kendaraan menjadi alat utama, dan bahan bakar menjadi logistik tak terpisahkan.
Di Kabupaten Lombok Tengah, pemerintah daerah melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) memberi angin segar. Bantuan operasional diberikan berupa voucher BBM jenis Pertamax. TAPM Kabupaten mendapat 15 liter, sementara PD dan PLD masing-masing mendapat 10 liter per bulan.
Langkah ini memang terlihat sederhana. Tapi dalam dunia pendampingan desa yang penuh tantangan logistik, satu liter bisa menjadi pembeda antara kegiatan yang terpantau dan kegiatan yang terlewat. Bantuan ini, meski kecil, mampu menggerakkan satu gerigi dalam mesin besar pembangunan desa.
TPP Lombok Tengah menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Pemerintah Daerah Lombok Tengah, khususnya Dinas PMD, atas perhatian yang diberikan melalui bantuan BBM ini. Bantuan ini menjadi bentuk dukungan nyata yang langsung dirasakan manfaatnya oleh para pendamping dalam menjalankan tugas harian di lapangan.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Agus Solihin, mantan TPP sekaligus eks Koordinator Kabupaten Lombok Tengah. Ketika usulan bantuan BBM ini masih dianggap angan, ia memperjuangkannya dengan gigih. Kini, buah perjuangannya menjadi semangat bagi para pendamping desa.
Ketika BBM Menjadi Simbol Keberpihakan
Bagi sebagian orang, 10 atau 15 liter Pertamax per bulan mungkin tidak berarti banyak. Tapi bagi para TPP yang saban hari menyusuri desa-desa pelosok dengan kondisi jalan yang beragam, bantuan ini adalah bentuk perhatian konkret dari pemerintah daerah terhadap kerja mereka.
Selama ini, banyak pendamping menambah biaya operasional dari gaji pokok. Di akhir bulan, ketika honor belum turun dan bahan bakar makin menipis, mereka kerap “kehabisan jalan” secara harfiah. Tak sedikit agenda desa yang harus ditunda hanya karena urusan transportasi.
Dengan voucher BBM ini, pemerintah daerah Lombok Tengah telah melakukan intervensi yang tepat sasaran. Ini bukan sekadar tentang Pertamax, tapi tentang pengakuan terhadap kerja-kerja akar rumput yang sering kali luput dari sorotan. Bantuan ini memperkuat semangat kerja dan rasa dihargai.
Lebih dari itu, langkah ini menunjukkan keberpihakan pada proses. Ketika kebijakan kecil mampu menjawab kebutuhan harian yang riil, maka kepercayaan terhadap sistem pun tumbuh. Itulah modal sosial yang kerap tak ternilai dalam pembangunan desa yang partisipatif.