Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Mewujudkan Mimpi Lombok Barat Lewat Cermin Data SDGs Desa

18 April 2025   09:56 Diperbarui: 18 April 2025   11:23 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SDGs Desa (Sumber: https://lestari.kompas.com/read/2023/06/26/190000886/sdgs-jadi-upaya-terpadu-wujudkan-desa-tanpa-kemiskinan)

Lombok Barat genap berusia 67 tahun pada tanggal 17 April ini. Di usia yang tak lagi muda, perayaan ulang tahun bukan sekadar pesta. Ia semestinya menjadi ruang refleksi: sudah sejauh mana kita berjalan? Seberapa banyak pekerjaan rumah yang belum terselesaikan?

Data SDGs Desa yang dirilis melalui laman sid.kemendesa.go.id menjadi potret paling jujur tentang kondisi masyarakat Lombok Barat. Data ini bukan sekadar angka. Ia adalah wajah warga yang berbicara melalui kuesioner. Dari 718.563 penduduk, baru 291.930 jiwa atau 40,63 persen yang terdata hingga 27 November 2024. Dari 225.036 keluarga, hanya 85.026 atau 37,78 persen yang telah terpetakan. Angka ini penting, karena ia menentukan ketepatan arah pembangunan ke depan.

Capaian beberapa indikator SDGs Desa Lombok Barat cukup menjanjikan. Desa Berenergi Bersih dan Terbarukan mencapai angka 99,30 persen. Ini menunjukkan keberhasilan dalam pemerataan akses listrik dan pemanfaatan energi ramah lingkungan. Desa Damai dan Sejahtera juga mencapai 75,95 persen, yang berarti masyarakat relatif hidup dalam suasana rukun, aman, dan minim konflik sosial.

Skor SDGs Desa Kabupaten Lombok Barat (Sumber: sid.kemendesa.go.id)
Skor SDGs Desa Kabupaten Lombok Barat (Sumber: sid.kemendesa.go.id)

Namun, capaian tinggi itu tak serta-merta menutupi luka yang masih menganga. Desa Tanggap Perubahan Iklim hanya menyentuh angka 15,84 persen. Konsumsi dan Produksi Desa Sadar Lingkungan bahkan lebih rendah lagi: 7,25 persen. Padahal, isu perubahan iklim tak bisa dianggap angin lalu, terutama di wilayah rentan bencana seperti Lombok.

Dua indikator lingkungan lainnya, Lingkungan Darat dan Lingkungan Laut, masing-masing hanya 7,99 persen dan 20 persen. Ini sinyal bahaya. Perusakan hutan, pencemaran air, abrasi pesisir, dan eksploitasi sumber daya alam perlu segera ditangani. Jika tidak, pembangunan akan bertumpu di atas kerentanan yang terus menganga.

Kemiskinan dan kelaparan juga masih menjadi pekerjaan besar. Desa Tanpa Kemiskinan baru di angka 53,56 persen. Desa Tanpa Kelaparan lebih rendah lagi, 45,76 persen. Hal ini menggambarkan bahwa setengah lebih penduduk Lombok Barat belum merasakan kesejahteraan yang layak.

Angka tersebut sejalan dengan temuan BPS NTB yang mencatat tingkat kemiskinan di Lombok Barat pada Maret 2024 berada di kisaran 14,12 persen. Sebuah capaian yang belum mampu mengubah status kemiskinan struktural (BPS NTB, 2024). Pemerintah daerah perlu melakukan inovasi kebijakan yang lebih progresif dan menyasar akar persoalan.

Pendidikan juga menjadi sorotan. Desa dengan Pendidikan Berkualitas hanya berada di angka 42,70 persen. Ini perlu perhatian serius, mengingat pendidikan adalah fondasi dari segala dimensi pembangunan lainnya. Di desa, akses pendidikan masih timpang. Sekolah-sekolah belum merata, kualitas guru belum seimbang, dan masih banyak anak putus sekolah karena alasan ekonomi.

Kesenjangan pun masih terasa. Desa Tanpa Kesenjangan baru 34,10 persen. Ketimpangan akses terhadap layanan dasar, peluang ekonomi, hingga partisipasi sosial masih menjadi tantangan. Dalam kajian Todaro dan Smith (2015) disebutkan bahwa pertumbuhan tanpa pemerataan hanya akan memperparah ketimpangan dan memicu gejolak sosial di kemudian hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun