Pelabuhan Lembar kembali dipadati pemudik. Sejak sepekan sebelum Lebaran, antrean kendaraan mengular hingga ke luar area pelabuhan. Kapal-kapal ferry beroperasi nyaris tanpa jeda, berusaha mengangkut ribuan perantau yang rindu rumah setelah lama merantau ke berbagai daerah.
Tahun ini, jumlah pemudik diprediksi naik 10 persen dibanding tahun lalu. PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) menyiapkan 21 kapal untuk mengurai kepadatan. Armada tambahan ini diharapkan mampu mempercepat arus penyeberangan Lembar-Padangbai (Kementerian Perhubungan, 2024).
Namun, kenyataan di lapangan tak selalu sesuai harapan. Pemudik tetap harus antre berjam-jam, bahkan hingga dini hari. Beberapa memilih beristirahat di kendaraan, sementara lainnya terpaksa tidur di ruang tunggu pelabuhan yang terbatas dan tidak nyaman.
Di jalur darat, Bandara Internasional Lombok bersiap menghadapi lonjakan penumpang. Posko terpadu didirikan untuk memastikan layanan tetap optimal. Extra flight ke rute-rute favorit seperti Jakarta dan Surabaya mulai dioperasikan (Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, 2024).
Pemerintah Provinsi NTB juga mengantisipasi kemacetan menuju pelabuhan. Pembatasan kendaraan barang diberlakukan pada H-7 untuk memberi ruang lebih bagi kendaraan pemudik. Langkah ini bertujuan mengurangi kepadatan di titik-titik keberangkatan utama (Dinas Perhubungan NTB, 2025).
Di sepanjang jalur utama, petugas lalu lintas bekerja ekstra keras. Mereka mengatur arus kendaraan agar tidak terjadi bottleneck yang bisa memperparah kemacetan. Koordinasi antara kepolisian dan petugas pelabuhan menjadi kunci mengelola padatnya lalu lintas mudik setiap tahunnya.
Mudik bukan sekadar perjalanan. Ia adalah ritual tahunan yang membawa harapan dan kerinduan. Perjalanan panjang ditempuh bukan hanya untuk pulang, tetapi juga untuk merajut kembali kebersamaan yang sempat tertunda karena berbagai kesibukan di tanah rantau.
Di Lombok, pemudik disambut suasana khas Ramadan. Masjid-masjid dipenuhi tadarus. Warung-warung makanan khas mulai berjejer di pinggir jalan. Tradisi menyambut Lebaran terasa di setiap sudut kota dan desa dengan berbagai aktivitas keagamaan dan budaya.
Namun, kenyamanan pemudik masih menjadi pekerjaan rumah. Toilet umum di beberapa rest area masih minim. Fasilitas tempat istirahat bagi pengendara roda dua belum sepenuhnya memadai. Ini menjadi tantangan tahunan yang belum sepenuhnya teratasi oleh pihak berwenang.
Pemerintah daerah berjanji terus berbenah. Tahun ini, posko kesehatan disiagakan di pelabuhan dan terminal utama. Layanan informasi bagi pemudik diperkuat melalui platform digital untuk mempercepat akses bantuan dan informasi rute perjalanan (Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan, 2025).
Di beberapa titik, fasilitas mudik mulai diperbaiki. Tambahan tempat duduk, ruang tunggu yang lebih luas, serta peningkatan jumlah toilet mulai dilakukan. Meski belum sempurna, perbaikan ini diharapkan sedikit mengurangi ketidaknyamanan selama perjalanan menuju kampung halaman.
Namun, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Koordinasi antarinstansi masih sering tumpang tindih. Beberapa kebijakan yang diterapkan justru memperlambat arus pemudik. Solusi sistematis harus ditemukan agar masalah ini tidak terus berulang.
Di balik segala tantangan, ada optimisme yang terus tumbuh. Semangat gotong royong warga Lombok menjadi bagian dari upaya memastikan mudik lebih baik. Beberapa komunitas secara sukarela mendirikan posko bantuan bagi pemudik yang kelelahan dalam perjalanan panjang.
Posko ini menyediakan tempat istirahat, dan layanan kesehatan sederhana. Relawan dari berbagai latar belakang turun tangan untuk membantu. Mereka memahami bahwa mudik bukan hanya soal pulang, tetapi juga pengalaman perjalanan yang harus nyaman.
Di sepanjang jalur utama, pengendara sering kali saling membantu. Ada yang membagikan air mineral, memberikan petunjuk arah, atau sekadar menawarkan tempat berteduh. Ini menjadi bukti bahwa kebersamaan tetap terjaga meskipun perjalanan terasa melelahkan.
Mudik adalah cerita yang selalu berulang. Namun, setiap tahun selalu ada yang baru. Ada harapan bahwa perjalanan ini semakin nyaman. Ada keyakinan bahwa pulang bukan sekadar kembali ke rumah, tetapi juga menemukan kembali kehangatan yang tak tergantikan.
Lebaran selalu menjadi momentum pertemuan keluarga. Pemudik tiba di rumah dengan wajah lelah, tetapi penuh kebahagiaan. Tak ada yang lebih membahagiakan selain berkumpul dengan keluarga setelah berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun hidup di perantauan.
Di tengah segala dinamika mudik, satu hal yang pasti: tradisi ini akan terus bertahan. Ia adalah bagian dari budaya, bagian dari cerita yang diwariskan lintas generasi. Pulang ke rumah adalah pulang ke akar, ke tempat semua cerita bermula.
Setiap tahun, kita berharap mudik semakin nyaman. Bukan hanya dari segi infrastruktur, tetapi juga dari sisi kebijakan dan pelayanan. Karena mudik bukan sekadar perjalanan pulang, melainkan juga perjalanan menemukan kembali makna keluarga dan kampung halaman.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI