Presiden Prabowo Subianto menetapkan kebijakan pemangkasan belanja negara 2025 sebesar Rp306,69 triliun. Kebijakan ini, sebagaimana dilaporkan Bisnis.com (24/01/2025), menjadi upaya pemerintah meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan negara. Langkah tersebut setara dengan 8,4% dari total belanja negara yang diproyeksikan mencapai Rp3.621,3 triliun.
Langkah ini menuai perhatian khusus dari berbagai pihak, terutama menyangkut dampaknya pada sektor-sektor vital, salah satunya ketahanan pangan.Â
Sebagai negara agraris dengan penduduk lebih dari 270 juta jiwa, ketahanan pangan bukan sekadar prioritas, melainkan kebutuhan strategis nasional.
Pemotongan anggaran untuk sektor ini mengingatkan pada kebijakan serupa di masa lalu. Pada 2016, pengurangan anggaran menyebabkan alokasi untuk Ditjen Tanaman Pangan dan Badan Ketahanan Pangan mengalami penyesuaian.Â
Kendati demikian, pemerintah saat itu tetap memprioritaskan program peningkatan produktivitas komoditas utama seperti padi, jagung, dan kedelai (jurnal.ugm.ac.id).
Namun, pengalaman tersebut menunjukkan bahwa pemotongan anggaran sering kali berdampak pada program-program pendukung ketahanan pangan. Program diversifikasi pangan, misalnya, berpotensi mengalami pengurangan.Â
Hal ini bisa menjadi tantangan besar bagi target diversifikasi konsumsi pangan yang telah dicanangkan pemerintah sejak beberapa tahun terakhir.
Kebijakan efisiensi anggaran memang tidak bisa dihindari. Pemerintah perlu menyesuaikan belanja negara dengan penerimaan yang terbatas. Meski demikian, penyesuaian ini harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak mengorbankan sektor-sektor krusial seperti ketahanan pangan.
Ketahanan pangan bukan sekadar isu logistik. Ia menyangkut stabilitas sosial dan ekonomi masyarakat. Sebagai contoh, program penanganan rawan pangan, jika dikurangi alokasinya, dapat memengaruhi kemampuan negara untuk mengatasi risiko kelaparan di daerah-daerah rentan.
Di sisi lain, pemerintah berencana memperluas program pemberian makanan gratis untuk anak sekolah dan ibu hamil sebagai bagian dari upaya menurunkan angka malnutrisi dan stunting. Menurut APNews (06/01/2025), program ini membutuhkan tambahan anggaran hingga Rp100 triliun.