Mohon tunggu...
Imron Purnama
Imron Purnama Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Financial

Reflation, Higher for Longer and Solution

17 November 2022   22:55 Diperbarui: 3 Desember 2022   21:12 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Reflation

Fenomena melambatnya pertumbuhan ekonomi global yang disertai oleh kenaikan inflasi yang tinggi akan berdampak kepada reflasi dan stagflasi yang ditunjukkan oleh inflasi yang tinggi disertai dengan kenaikan suku bunga yang tinggi oleh Bank Sentral pada masing-masing negara yang mengalami dampak resesi dan inflasi cukup dalam pada periode waktu yang signifikan (Higher for longer). Periode resesi diperkirakan akan melandai pada pertengahan kuartal ke-IIl tahun 2023 sampai dengan 2024, dengan estimasi peak fed fun rate oleh Federal Reserve di kisaran 5,25% yang akan berdampak kepada suku bunga acuan maupun Coupon Obligasi Global, Capital Flight, Global Currency, harga emas dunia yang tertekan serta multiplier effect lainnya.

Kondisi tersebut dapat dilihat pada periode awal terjadinya perlambatan/slow down pada pertumbuhan ekonomi global di awal tahun 2022 yang diperkirakan mengalami perlambatan dari 5,7% pada tahun 2021 menjadi hanya 3,2% pada tahun ini. Kondisi tersebut akan berlanjut menjadi resesi global pada tahun 2023 dengan perkiraan pertumbuhan sebesar 2,7% sampai dengan pertengahan tahun 2024. Hal tersebut merupakan tantangan baru pasca tekanan pandemi corona yang telah menguras energi dan sumber daya global yang sangat besar dampaknya bagi perekonomian dunia, dan fenomena krisis saat ini terjadi di tengah ketidakpastian global atas peperangan Rusia dan Ukrania serta belum tuntasnya kesepakatan atas penyelesaian perang dagang antara dua negara adidaya ekonomi Amerika dan Tiongkok.

Sumber dan Dampak Krisis

Fenomena, kronologi dan analisis atas faktor-faktor yang paling dominan memberikan tekanan terhadap melambatnya pertumbuhaan ekonomi global dapat di jelaskan pada uraian berikut:

1. EPISENTRUM KRISIS


    Penyebab utama melambat nya pertumbuhan ekonomi global merupakan dampak dari kondisi berikut :

  • Inflasi

Kenaikan inflasi yang tinggi pada negara-negara ekonomi terbesar dunia seperti Amerika, negara uni Eropa dan negara industri menengah lainnya pada kisaran 8,8% periode tahun 2022, sebagai dampak dari pulihnya konsumsi global yang tertahan selama periode pandemi, tidak dapat diimbangi dengan kecepatan raintai suplai maupun suplai produk industri, kondisi tersebut akan berdampak pada melemahnya daya beli masyarakat, melambatnya pertumbuhan ekonomi yang akan berdampak terhadap resesi. 

Dalam situasi ketidakpastian global saat ini, supply chain global diperburuk oleh strategi Tiongkok terhadap kebiijakan zero Covid yang membuat supply kebutuhan konsumsi global semakin menurun, dengan performa pertumbuhan ekonomi Tiongkok dari 8,1% pada tahun 2021 menjadi 0,4% pada Q2 dan 3,9% pada Q3 tahun 2022, di samping anjloknya pertumbuhan sektor properti Tiongkok yang mengalami penurunan nilai saham mencapai sekitar 50% sebagai akibat kekurangan likuiditas untuk pembayaran kewajiban jatuh tempo maupun kelanjutan proyek kepada pihak ketiga.

  • Kenaikan suku bunga Acuan/Higher for longer

Inflasi tinggi yang melanda negara industri maju dan menengah tersebut berdampak kepada kebijakan Bank Central mereka seperti Federal Reserve Amerika dengan hawkish policy-nya menaikkan suku bunga acuan menjadi 3,75%-4%, yang diikuti oleh Bank Central negara Uni Eropa lainnya seperti BOE dan Deutsche Bundes Bank serta Bank Central negara lainnya sebagai antisipasi untuk meredam kenaikkan inflasi dan Capital Outflow Investment kepada safe heaven dalam mata uang USD, hal tersebut terlihat dari figur menguatnya index USD terhadap seluruh mata uang utama dunia.

  • Perang Rusia -- Ukrania

Perang antara Rusia dan Ukrania tidak diantisipasi akan menjadi panjang seperti sekarang ini di mana dampaknya mengakibatkan kenaikan harga minyak mentah dunia, produk tambang, gandum, pupuk, pakan ternak dan lainnya, yang memberikan tekanan terhadap kenaikan inflasi secara global.

2. MAGNITUDE KRISIS

Magnitude Krisis sebagai akibat dari kondisi tersebut di atas sudah mulai dirasakan hampir di seluruh penjuru kawasan regional dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi yang mengarah kepada krisis global, terutama pada negara-negara yang pertumbuhan PDB-nya mengandalkan ekspor, perdangan dan jasa internasional serta investasi dan sumber financial global.

Kondisi yang berlawanan terjadi pada beberapa negara kawasan ASEAN dengan laporan statistik Q3 masing-masing negara masih mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat mengesankan seperti Indonesia yang mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 5,7%, Malaysia 14,2%, Vietnam 13,67%, Filipina sebesar 7,6% dan Singapura sebesar 4,4%.

Kinerja pertumbuhan yang masih sangat baik pada negara kawasan ASEAN tersebut didukung oleh growth sektor perdagangan, ekspor dan konsumsi, di mana kenaikan harga komoditas dunia memberikan kontribusi yang cukup signifikan atas performa growth pada kawasan tersebut kecuali Singapura yang kinerja ekspornya 200% dari PDB dan neraca perdangannya mencapai 325% dari PDB.

Mengacu kepada krisis financial global tahun 2008 yang tidak berdampak signifikan pada sektor riil, perdagangan, ekspor, pariwisata, maupun finansial di negara kita, kondisi tersebut disebabkan kontribusi konsumsi domestik terhadap pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 56%, surplus pada trade balance sebagai dampak dari meningkatnya nilai ekspor atas kenaikan harga komoditas ekspor utama Indonesia seperti CPO, karet, kopi, batu bara, cokelat dan ekspor natural resources lainnya serta capital inflow FDI maupun Non-Direct Investment dari capital market growth saat itu.

Kondisi serupa terulang kembali dengan kenaikan harga komoditas yang sangat tinggi, konsumsi domestik yang terjaga sesuai dengan ekspektasi indeks konsumen dan stabilisasi nilai tukar rupiah yang didukung oleh surplus neraca perdagangan, dan cadangan devisa sebesar 130 Milyar USD serta kembalinya Capital Inflow yang sempat keluar di awal tahun 2022 ini. 

Jika kondisi resesi global terus berlanjut pada tahun 2023 diperkirakan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional akan mengalami tekanansebesar +/- 1, menjadi sekitar 4,5% sebagai dampak menurunnya permintaan global terhadap ekspor komoditas utama Indonesia, volatilitas nilai kurs dan penyesuaian atas inflasi.

Solution

Langkah yang diperlukan untuk mengatasi kondisi perlambatan dan resesi ekonomi global tersebut adalah dengan membuat kebijakan bauran fiskal dan monetary policy yang disesuaikan dengan perkembangan progres internal dengan faktor pengaruh global.

  • Kenaikan inflasi yang cukup tinggi saat ini idealnya dipenuhi dengan peningkatan sisi supply atau penawaran, namun kekurangan dari sisi supply ditutupi dengan melakukan tekanan terhadap sisi demand dengan kebijakan tight money policy melalui peningkatan suku bunga untuk meredam inflasi sesuai dengan target yang diharapkan di kisaran 2% s/d 4%
  • Menyesuaikan dan menurunkan suku bunga acuan bank pada saat angka inflasi mulai menurun sampai dengan pemulihan ekonomi pada tingkat interest rate yang diharapkan.
  • Menerapkan kembali sistem Inventory Level dan Buffer Stock untuk bahan baku kebutuhan utama dan industri, mengingat gejolak ekonomi dan geopolitik global yang mengalami eskalasi dan periodesasi gejolak tersebut semakin cepat dan meluas
  • Menyiapkan produk dan supply chain kebutuhan substitusi dan energi terbarukan untuk megurangi ketergantungan saat kondisi force majeure
  • Meningkatkan daya saing dan kualitas SDM, penguasaan teknologi, IT dan pengembangan infrastruktur

Tatanan Dunia Baru

Mengingat gejolak regional, potensi konflik dan peperangan antar negara maupun antar sekutu semakin meningkat, karena kebutuhan pangan, wilayah dan sumber energi yang semakin menipis maka diperlukan perubahan regulasi global secara fundamental pada organisasi perserikatan bangsa-bangsa.

Mengingat keutamaan hak yang dimiliki oleh 5 negara di PBB sudah tidak sesuai dengan perubahan dan kebutuhan keamanan dunia yang sebaiknya akan tetap memelihara terjadinya konflik, mengingat negara yang memiliki hak veto akan memiliki kekebalan untuk melakukan agresi yang dampak sosial dan ekonominya akan sangat besar berpengaruh terhadap keseimbangan politik dan ekonomi kawasan maupun global.

Diperlukan landasan baru dalam membangun peradaban dan keseimbangan kesejahteraan serta perdamaian global yang berasaskan saling menghargai, saling melindungi, dan saling mencukupi antar negara dan kawasan di seluruh dunia dengan motto 'We are one, prosperious and happy together in global peace'.

Bersama-sama secara proporsional dan berkeadilan membangun komitmen global dan langkah perbaikan (Corrective action) untuk dapat menurunkan pemanasan suhu global dan perubahan iklim (Climate change) yang dampak biaya ekonomi dan sosialnya sangat besar di masa depan bagi seluruh negara di dunia dan anak cucu kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun