Mohon tunggu...
Deni imo
Deni imo Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Antek Komunis Kini Menebar Kebencian

1 Februari 2018   11:14 Diperbarui: 1 Februari 2018   12:03 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://belapendidikan.com

Upaya kebencian terhadap antek-antek komunis di Indonesia tidak pernah surut. Perlawanan komunis terus digelorakan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah melalui tulisan dengan memutarbalikkan fakta sejarah. Memang perjuangan komunis salah satunya ditempuh dengan segala cara yang mengabaikan nilai-nilai agama dan susila. Tindakan-tindakan pemaksaan dan kekerasan merupakan ciri dari ajaran komunisme ini. Ciri lain ajaran komunisme ini ialah upaya menyebarkan kebencian dan permusuhan terhadap pihak yang berbeda pandangan.

Kini di saat bangsa Indonesia tengah mempersiapkan Pilkada serentak di seluruh wilayah NKRI muncul lagi Mantan Wakil Perdana Menteri Indonesia di era tahun 1960-an, Soebandrio, menerbitkan memoar berjudul Kesaksianku Tentang G30S pada tahun 2000 lalu. Dalam buku tersebut, Subandrio melancarkan serangan balik ke Soeharto. Ia menuding Soeharto justru telah melakukan kudeta merangkak terhadap kekuasaan Soekarno.

Situs Tribunnews.com pada 28 Januari 2018 pukul 10.30 WIB merilis berita berjudul Pernah Permalukan Soeharto, Begini Nasib 3 Panglima TNI ini di Akhir Hidupnya. Berita tersebut merupakan isi ringkas terhadap buku memoar Mantan Wakil Perdana Menteri Indonesia di era tahun 1960-an. Ia menuding Soeharto justru telah melakukan kudeta merangkak terhadap kekuasaan Soekarno. Ketiga Jenderal yang dikutip oleh Subandrio dan dimuat ulang dalam Tribunnews.com adalah Jenderal Ahmad Yani, Jenderal Nasution, dan Kolonel Kawilarang.

Sebagai holding company, postingan Tribunews.com makassar pada 28 Januari 2018 pukul 10.30 WIB, juga dimuat di 4 situs lain dengan judul serupa dan sentimen negatif yang berdampak buruk kepada marwah institusi TNI, beberapa postingan tersebut adalah:

1. Tribunnews Sumsel dengan judul Sempat Permalukan Soeharto di Masa Lalu. Nasib 3 Panglima TNI Berakhir Begini, Menyedihkan pada 28 Januari 2018 pukul 13:55 WIB. 2. Tribunnews Jambi dengan judul 3 Panglima ini Pernah Permalukan Soeharto, Satu Diantaranya Berakhir Tragis!, pada tanggal 28 Januari 2018 pukul 16:23 WIB. 3. Situs Dakwahmuslim.info dengan judul Pernah Permalukan Soeharto, Begini Nasib 3 Panglima TNI ini di Akhir Hidupnya, dirilis pada 28 Januari 2018 tanpa menyebut jam. 4. BlogOrdot.com dengan judul Sempat Permalukan Soeharto di Masa Lalu. Nasib 3 Panglima TNI Berakhir Begini, Menyedihkan, dirilis pada 28 Januari 2018 tanpa menyebut jam.

Publikasi diberbagai media ini merupakan upaya-upaya adu domba sesama anak bangsa. Tentunya tujuan ini untuk memberikan pembelaan komunis sebagai korban dan ingin menyudutkan institusi TNI AD. Padahal sesungguhnya PKI lah yang melakukan tindakan pemutarbalikkan fakta untuk mencari keuntungan dan mengorbankan institusi lain. Tindakan tersebut adalah merupakan upaya Subandrio yang masih setia melestarikan pola-pola lama PKI yang dijadikan pembenar untuk meraih simpati masyarakat. Bagaimana mungkin komunis akan dapat simpatik dari penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Karena rakyat Indonesia yang kita kenal adalah masyarkat religius yang sangat memegang teguh etika dan nilai-nilai kesopanan dan etika ketimuran yang masih kental. Sedangkan PKI adalah ajaran yang bertentangan dengan agama dan budaya bangsa Indonesia.

Kalau tidak percaya mari kita buktikan tentang perihal asas ketuhanan, kaum komunis menganut atheism (tidak ada tuhan). Soal kemanusiaan, HAM diabaikan dalam paham komunisme. Semua harus patuh pada doktrin partai. Dalam hal persatuan, komunisme menolak nasionalisme. Lalu soal demokrasi; keputusan akhir di tangan pemimpin tertinggi partai, adanya dominasi partai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak boleh ada oposisi alias satu partai, serta tak ada kebebasan berpendapat/semua harus tunduk pada doktrin partai. Terakhir, soal keadilan, hanya untuk kepentingan negara.

Sedangkan Pancasila, menerapkan asas monotheisme, HAM dilindungi tanpa melupakan hak minoritas, nasionalisme dijunjung tinggi, keputusan melalui musyawarah mufakat, tak ada dominasi partai, ada oposisi, bebas mengeluarkan pendapat sesuai aturan yang berlaku, untuk kepentingan seluruh rakyat, bangsa dan negara. "Kalau ada yang mengatakan komunisme cocok hidup di Indonesia dan tidak bertentangan dengan Pancasila, pikir lagi. Jelas komunis berbohong dan mencoba menyesatkan".

Sehingga tidak keliru kalau Taufik Ismail seorang sastrawan terkemuka di Indonesia pernah menyajikan data yang menarik terkait komunisme sebagai ideologi penindas dan penggali kuburan massal terbesar di dunia. Dalam mengeliminasi lawan politik, kaum komunis telah membantai 120 juta manusia dari tahun 1917 sampai 1991. Itu sama dengan pembunuhan terhadap 187 nyawa perjam, atau satu nyawa setiap 20 detik. Itu dilakukan selama abad (sekitar 75 tahun) di 76 negara. Lenin, seorang yang dianggap sebagai penginterpretasi ajaran marxisme semasa ia berkuasa (1917-1923) telah membantai juta bangsanya sendiri. Dilanjutkan Joseph Stalin (1925-1953) yang menjagal 46 juta orang.

Prilaku menghabisi lawan politik ini bukan hanya terjadi di negara yang menjadi pusat komunisme, Moscow. Tapi juga ditiru di setiap negara yang memberikan ruang partai komunis menghirup udara segar. Mao Tse Tung (RRC) 50 juta (1947-1976), Pol Pot (Kamboja) 2,5 juta jiwa (1975-1979) dan Najibullah (Afghanistan) 1,5 juta nyawa (1978-1987). Dapat dilihat bahwa pelaksanaan dan pemberlakuan ajaran dan paham komunisme dimana pun senantiasa menelan korban manusia yang luar biasa. Penghargaan kepada nyawa manusia sama sekali tidak ada dalam praktek komunisme. Yang dipentingkan adalah tercapainya tujuan, bukan baik dan tidaknya cara yang dipakai. Sekali lagi bagi komunis semua cara sah dan halal meski harus meniadakan nyawa manusia.

Sekarang antek-antek komunis mulai bermunculan baik secara terang-terangan maupun secara tersamar dengan kedok sebagai korban pemerintah Orba. Seharusnya Subandrio bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena mereka masih diberi kesempatan hidup di bumi NKRI. Sebagaimana diketahui bersama Subandrio dijuluki sebagai Durno, tokoh guru yang licin dan pandai bersilat lidah dalam kisah pewayangan Mahabharata. Terbukti ketika dia dihadapkan pada Mahkamah Militer Tinggi dan hampir dieksekusi mati. Namun, menjelang hari-H eksekusi, meluncur surat dari Ratu Inggris Elizabeth II dan Presiden AS Lyndon Johnson yang menyelamatkan nyawanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun