Mohon tunggu...
Humaniora

Kasus Mirna dan Investigasinya - The Trial (Continued - Part 2) - Observation and Theory Progressing

31 Agustus 2016   15:55 Diperbarui: 8 September 2016   13:38 1154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

- Terdakwa tidak melihat tanda-tanda kondisi kritis dimana Korban tampak terkulai, sesak nafas, kejang-kejang tapi tidak muntah-muntah. kondisi ini memang memerlukan penanganan, tapi bagi seseorang yang sudah lama menetap di negara dengan Good Samaritan Law dimana perlindungan bagi yang menolong tidak berlaku jika berada dalam pengaruh Alkohol atau obat-obatan .. maka sikap "tidak-tanggap" ini sebenarnya kewajaran.

Penulis justru heran ... Teman Korban tau darimana bahwa Korban "akan segera meninggal" kalau tidak diberikan pertolongan segera? Disini Penulis melihat kepanikan Teman Korban ini tampaknya "tersesuaikan" dengan hasil akhir (bahwa Korban akan meninggal).

- Terdakwa memang memiliki masalah di Australia, tapi semua masalah itu berkaitan dengan (mantan?) pacarnya, Patrick. Justru yang terlihat adalah fakta bahwa Korban tidak berkeberatan "berpisah" dengan Patrick, meski itu harus membunuh-dirinya sendiri (bukan membunuh Patrick). Dan tampak bahwa Terdakwa itu sangat menghargai mereka-mereka yang berada didekatnya. Memang Terdakwa menaruh harapan atas mereka-mereka didekatnya untuk memberi support dalam menghadapi masalahnya dengan Patrick, tapi Terdakwa tidak pernah menunjukkan sikap atau tindakan membahayakan mereka-mereka yang didekatnya. justru yang tampak adalah bahwa lebih baik dia menyakiti dirinya sendiri (meski ini bisa jadi membahayakan orang lain disekitarnya) ketimbang secara langsung menyakiti orang lain yang didekatnya.

Ini aneh karena keterangan Suami Korban, seolah-olah Terdakwa ini tidak terima dinasehati untuk pisah dari pacar terdakwa; sementara dari fakta-fakta yang ada, Terdakwa tidak pernah bersikap keberatan untuk berpisah; bahkan rela "menyakiti dirinya" (percobaan bunuh diri) untuk berpisah.

Jadi, dalam teori skenario yang penulis miliki, Percobaan pembunuhan atas Korban dilakukan di dalam Kafe Olivier, tapi tidak berhasil karena korban tidak meninggal saat itu juga. Korban bahkan masih hidup saat meninggalkan Klinik di GI sehingga mau-tidak-mau harus "diselesaikan" didalam perjalanan dari Klinik GI ke RS Abdi Waluyo.

Bisa jadi Korban yang sudah tidak berdaya terbaring di mobil dibekap sehingga korban akhirnya meninggal dalam perjalanan ke RS Abdi Waluyo dan menunjukkan Cyanosis pada bibir korban (tanda asphyxia; korban kekurangan oksigen).

Sejumlah sianida lalu dimasukkan kemudian kedalam lambung korban untuk merusakkan lambung, bereaksi dengan asam lambung sehingga ternetralisasi (tapi tidak terserap kemanapun lagi - korban sudah meninggal - ini menjelaskan kenapa Lambung Rusak parah, tapi tenggorokan tidak rusak). Kemungkinan dari Ahli Kedokteran Forensik karena kontaknya sebentar, tapi se-sebentar-sebentar-nya kontak teresebut, tenggorokan itu lapisan dalam tubuh yang sangat sensitif ... sangat mudah ter-korosi oleh bahan-bahan sangat korosif seperti itu. jadi sebenarnya kenapa tenggorokan tidak tampak rusak bisa karena 2 hal:

- kontaknya sangat sebentar

- tidak kontak; sianida langsung dimasukkan kedalam lambung.

Mari kita saksikan kelanjutan persidangan ini; penulis menilai persidangan ini sangat mendidik karena memberikan banyak informasi mengenai proses penyelidikan dan proses-proses peradilan dalam kasus pidana yang sangat berat seperti ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun