Judul : Tempat Paling Sunyi
Penulis: Arafat Nur
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Kota Terbit: Jakarta
Tahun Terbit: 2015
Jumlah Halaman: 328
Novel ini menceritakan tentang kisah kehidupan Mustafa dan kerumitan pikirannya. Mustafa adalah seorang pemuda biasa yang bekerja di sebuah tempat rental komputer. Dia mempunyai mimpi besar dalam hidupnya, yaitu menulis novel. Sejak masih sekolah, dia sudah menulis rancangan novelnya, tetapi novel itu tidak pernah selesai. Dengan novelnya, dia berharap bisa memberikan perubahan di negeri yang sering dilanda perang ini.
Hidup Mustafa semakin dirundung kemalangan sejak dirinya menikah dengan Salma. Kesan pertama yang ditangkapnya sejak pertama kali bertemu Salma membuatnya yakin untuk membina rumah tangga. Namun, beberapa bulan sejak pernikahan, Mustofa tahu tabiat asli istrinya yang membuatnya harus mempunyai banyak stok kesabaran.
Mustofa tinggal bersama Salma dan ibunya, seorang pensiunan. Setiap hari, ada saja yang diributkan istrinya. Salma adalah tipe perempuan yang banyak bicara, menganggap bahwa dialah yang pasti benar, dan sering curiga pada suaminya tanpa alasan yang jelas. Singkatnya, mulut runcing Salma selalu berhasil menyulut emosi Mustafa sehingga dia tidak pernah bisa konsentrasi untuk menyelesaikan novelnya.
Hingga suatu hari, Mustafa bertemu dengan Riana, gadis manis dengan senyum mempesona. Ada perasaan aneh yang muncul pada diri Mustafa. Namun, dia masih ingat dan sadar bahwa dirinya sudah beristri, dan tidak berniat mengkhianati istrinya. Keadaan semakin kacau karena Salma selalu curiga dan melontarkan kata-kata tuduhan setiap kali Mustafa pulang. Tidak tahan dengan perilaku istrinya, Mustafa minggat dari rumah, dan tidak sengaja sampai di warung milik Riana. Kisah antara Mustafa dan Riana pun berlanjut.
Novel dengan Konflik Batin yang Rumit
Novel karya Arafat Nur ini sebenarnya mempunyai ide cerita yang sederhana, di mana kejadiannya sering kali kita jumpai di kehidupan nyata. Namun, cerita sederhana itu dieksekusi dengan cara luar biasa. Berlatar di Aceh sebelum tsunami melanda, novel ini menggambarkan keadaan masyarakat pinggiran Aceh dengan keadaan mencekam ketika polisi dan tentara sering mencurigai siapapun yang diduga sebagai pemberontak.
Lebih lanjut, novel ini berkutat pada rumitnya pemikiran Mustafa sebagai tokoh utama, di mana dia dilanda dilema karena sikap istrinya yang selalu menyulut pertengkaran, tetapi tidak pernah bisa berpisah dengannya. Juga masalah novel yang dia yakini akan merubah hidupnya, tetapi tidak kunjung selesai penulisannya. Mustafa seperti berada di tempat paling sunyi di ujung dunia. Bahkan ketika dia berhasil menikahi Riana pun, bahagia tidak benar-benar bisa menyapanya.
Novel ini ditulis dengan gaya bahasa yang sederhana, lebih banyak berupa narasi dari pada dialog. Pembaca benar-benar merasakan kerumitan pikiran Mustafa. Beberapa bab akhir diceritakan pula tokoh Aku, seorang lelaki yang berniat untuk membukukan kisah Mustafa sehingga menemui beberapa orang yang kenal dengan Mustafa, untuk mencari novelnya yang mungkin masih ada.
Namun, akhir kisah ini sungguh di luar dugaan. Baik Mustafa maupun tokoh Aku masih berada di tempat paling sunyi di ujung dunia.