Mohon tunggu...
Siti Masriyah Ambara
Siti Masriyah Ambara Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemimpi dengan banyak keterbatasan

Perempuan pekerja lepas yang mencintai Indonesia dengan segala dinamikanya.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jadi Bapak Rumah Tangga, Kenapa Tidak?

8 April 2020   19:22 Diperbarui: 8 April 2020   19:36 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Pernah dengar nama Dhohir Farisi?. Kalau belum mungkin nama Yenny Wahid?. Belum juga, hmmm...bagaimana kalau Abdurrahman Wahid alias Gus Dur?. Pastinya tahu dong nama mantan Presiden Indonesia. 

Ya, Dhohir Farisi itu adalah menantu almarhum Gus Dur yang merupakan seorang bapak rumah tangga. Iya, tidak salah dengar kok. Bapak Rumah Tangga. Mengurus anak-anak dirumah. Menggantikan peran Yenny Wahid, istrinya, yang memang lebih banyak beraktivitas di ruang publik.

Bagi sebagian orang, istilah bapak rumah tangga itu pasti terkesan aneh, nyeleneh dan seolah-olah menenggelamkan wibawa laki-laki yang sudah dari sononya konon ditakdirkan mencari nafkah sementara perempuan dirumah mengurus anak. 

Istilah baru ini memang sepertinya belum terlalu popular di Indonesia, meski Yenny Wahid sendiri sudah mendeklarasikan kalau suaminya adalah bapak rumah tangga sejak tahun 2015. Silakan membaca wawancaranya dengan sebuah media di sini.

Meski jika dibandingkan dengan negara barat dimana status stay at home dad ini sudah umum, perlahan namun pasti, jumlah laki-laki yang tidak sungkan melabeli dirinya sebagai bapak rumah tangga makin meningkat di Indonesia. 

Meski memang tidak ada data statistik yang pasti, namun setidaknya mengacu pada perkembangan jumlah anggota salah satu komunitas para bapak rumah tangga, Bapak Rangkul, yang mengalami pertambahan cukup pesat. 

Saat dibentuk hanya 6 orang, kini sudah memiliki puluhan anggota. Mereka adalah para laki-laki yang punya pemahaman bahwa mengasuh anak dan mengurus urusan rumah tangga bukan lagi wilayah kerja perempuan.

Semakin maraknya alih peran domestik ini menurut saya sebenarnya menguntungkan laki-laki dan perempuan loh dan bukan aib jika laki-laki memilih bekerja di rumah, mengambil alih peran yang lazimnya dijalankan perempuan. Ini beberapa alasan saya mendukung para lelaki yang memutuskan menjadi bapak rumah tangga :

1. Memutus imaji lelaki maskulin itu yang tidak menyentuh urusan domestik

Konstruksi sosial yang selama ini ada dan masih bertahan adalah lelaki maskulin itu yang tidak menyentuh dapur dan sumur. Seorang teman lelaki saya pernah cerita bahwa mertuanya sampai memarahi anaknya sendiri karena melihat dia membantu istrinya mencuci pakaian dan memasak sementara istrinya mengurusi anaknya. "Loh, padahal aku sendiri ga keberatan, istriku ya kasian donk harus urus semua. Aku juga bisa masak kok, eh mertuaku malah ngomel-ngomel ke istriku".

Imej ini juga menjadi siksaan tersendiri jika ternyata dia gagal memenuhi kewajibannya memenuhi nafkah keluarga. Berapa banyak kisah bunuh diri para lelaki karena merasa gagal membahagiakan keluarga dari sisi keuangan ini.

2. Daripada bayar pengasuh anak, kenapa tidak ayah saja dirumah?

Jika memang secara nominal gaji suami lebih kecil dari istri kenapa tidak ayah saja yang mengasuh anak di rumah. Daripada menghabiskan uang untuk membayar pengasuh dengan tidak ada pengawasan memadai, akan lebih baik jika suami mengalah. 

Istri pun akan lebih tenang bekerja di luar karena tahu sang anak ada dalam asuhan dan pengawasan salah satu orang tuanya. Pulang ke rumah pun pikiran lebih relax, yang biasanya harus mencek pekerjaan rumah anak atau membereskan rumah, karena suami ada di rumah, istri bisa menikmati istirahat dengan tenang dan maksimal.

3. Memiliki pekerjaan yang bisa dikerjakan dari rumah

Saat ini banyak pekerjaan yang bisa dikerjakan dengan bantuan teknologi. Ada banyak lelaki yang memiliki kemampuan memaksimalkan pekerjaan dari rumah tanpa harus berkantor. 

Tentunya ini juga mengharuskan para bapak rumah tangga untuk mengatur waktu dengan bijak antara menyelesaikan pekerjaan dengan tugas domestiknya.  

Tentu saja, pertukaran peran ini hanya akan mungkin terjadi jika ada beberapa situasi mendukung seperti :

1. Kedua pasangan, istri dan suami, memahami bahwa pertukaran peran bukan berarti ada pihak yang dikalahkan. Justru kesepakatan bertukar peran ini harus atas dasar saling mendukung dan menghormati kapasitas masing-masing.

 Lelaki menghargai potensi istri di tempat kerja yang mungkin akan lebih maksimal jika bisa fokus tanpa harus pusing urusan domestik. Istri tetap menghargai suami sebagai partner rumah tangga yang setara.

2. Kepercayaan tinggi bahwa pertukaran peran adalah hal terbaik yang bisa memaksimalkan potensi satu sama lain yang pada ujungnya akan membawa kebahagiaan. Anak terjaga kondisinya dirumah bersama ayah yang siap siaga mendidik, menjaga dan merawat. 

Istri bahagia di tempat kerja karena tahu anak dan rumah ada yang menjaga. Suami pun tidak turun wibawa karena istri tetap menjadikannya sandaran untuk berbagi keluh kesah.

Kalau anda bagaimana? bapak rumah tangga, yes or no?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun