Mohon tunggu...
Siti Masriyah Ambara
Siti Masriyah Ambara Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemimpi dengan banyak keterbatasan

Perempuan pekerja lepas yang mencintai Indonesia dengan segala dinamikanya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Saya Bangga Jadi Ibu yang Bekerja

10 Juli 2016   22:11 Diperbarui: 11 Juli 2016   07:58 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena saya melakukan apa yang saya cintai, bekerja bukan sekadar untuk mendapat gaji, maka inilah yang saya rasakan. Saat bekerja itulah waktu-waktu yang bagi saya adalah waktu untuk mencintai diri sendiri. Saya melakukan pekerjaan yang saya cintai, yang membuat saya hidup dan semangat menjalani hidup. 

Apakah artinya saya tidak mencintai anak dan keluarga saya? Ah, lagi-lagi kalau dibenturkan seperti itu, pasti akan panjang perdebatannya. Anak dan keluarga saya adalah bagian dari jiwa saya, darah saya mengalir dalam diri anak saya, itu sesuatu yang tidak bisa diganggu gugat.

Saya Kehilangan Beberapa Momen Penting Anak Saya

Apakah saya tidak sedih ketika anak saya harus mengikuti acara membuat burger bersama teman-temannya di sebuah resto cepat saji sementara saya harus ada di luar kota menyelesaikan pekerjaan? Ah, itu mah pertanyaan aneh. Ya, pastinya, ibu mana yang tidak gundah ketika harus memilih antara menghadiri acara sekolah anak dengan pekerjaan yang wajib dia selesaikan. 

Meski tidak sering, ada beberapa momen kebersamaan dengan anak dan keluarga yang memang saya lewatkan. Kesedihan ini saya pendam dan alihkan menjadi produktivitas dalam menyelesaikan tanggung jawab pekerjaan.

Saya Mandiri Secara Keuangan

Inilah salah satu penghargaan dalam bentuk materil yang pastinya saya dapat. Apakah ini berarti saya materialistis? Hei, apa sih yang saat ini tidak memerlukan uang. Saya ingin memberikan kehidupan layak untuk anak dan keluarga saya. Saya pernah membaca satu artikel mengenai perlunya menahan hasrat memberikan yang terbaik untuk anak agar mereka terbiasa hidup dalam kondisi prihatin. Katanya ini upaya mendidik anak menjadi tangguh. 

Seperti semua hal di dunia, ada pro ada kontra terkait artikel itu. Saya sih sepakat bahwa anak harus dididik menjadi tangguh, tidak cengeng menghadapi tantangan. Tapi ya tidak perlu sampai hidup prihatin. Saya sendiri memang tidak berasal dari keluarga kaya raya, saya hanya berusaha memenuhi hak anak saya untuk bisa menjalani hidup dengan nyaman. Itu semua butuh uang. Pekerjaan saya mampu membuat saya berkontribusi membantu pasangan saya memberikan yang terbaik untuk keluarga.

Saya Kehilangan Waktu Bersama Teman

Saat reuni, saya ada di satu pulau jauh dari keramaian. Saat teman-teman ramai menghadiri pernikahan seorang teman, saya sedang menyelesaikan proses pengambilan gambar di tengah lautan. Ya, itu beberapa momen yang saya lewati. Menyesal? Ya, sempat terlintas. Tapi tak berlarut-larut. Toh, saat ini ada media sosial yang bisa mengobati kekecewaan saya karena absen dalam acara yang pastinya meriah. 

Ada fasilitas berkirim pesan yang bisa saya manfaatkan menyampaikan ucapan selamat pada teman yang mengakhiri masa lajangnya. Intinya, saya memaksimalkan teknologi untuk mengatasi masalah ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun