Mohon tunggu...
Iman Haris
Iman Haris Mohon Tunggu... Tukang Ngopi

Nulis kalau lagi rajin, jadi jurnalis kalau lagi mood.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Premanisme Ormas: Antara Ketimpangan dan Relasi Kekuasaan

23 Maret 2025   17:00 Diperbarui: 24 Maret 2025   23:25 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Premanisme: Antara Ketimpangan dan Relasi Kekuasaan (Sumber: Pexels/Vasily Kleymenov)

Di pertengahan 2000-an seorang kawan pernah bercerita bagaimana ia mengorganisir para pemuda di daerahnya, di kawasan Cileungsi, Bogor. Mereka menuntut "jatah" pekerjaan dari pabrik-pabrik yang tumbuh di daerah itu.

Tidak ada niat jahat, tidak ada ancaman kekerasan---hanya sekelompok pemuda yang merasa berhak atas kesempatan kerja yang mulai tumbuh di tanah kelahiran mereka.

Pembangunan kawasan industri di wilayah mereka tidak diiringi dengan pemberdayaan masyarakat setempat, sehingga mereka harus berjuang sendiri untuk mendapatkan tempat dalam roda ekonomi yang terus bergerak.

Fenomena ini bukan hal yang baru. Urbanisasi yang pesat tanpa pemerataan ekonomi sering kali melahirkan kelompok-kelompok marginal yang rentan terlibat dalam aktivitas premanisme.

Ketimpangan sosial dan ekonomi menciptakan kondisi di mana individu mencari alternatif untuk bertahan hidup, termasuk keterlibatan dalam kelompok preman atau ormas yang menawarkan perlindungan dan penghasilan.

Dari lahan parkir hingga proyek infrastruktur, kelompok-kelompok ini menemukan cara untuk mengamankan posisi mereka dalam sistem yang sering kali tidak memberi mereka pilihan lain.

Relasi Kekuasaan dan Premanisme

Presiden Jokowi meresmikan pembukaan Musyawarah Besar Pemuda Pancasila X di tahun 2019 (Sumber: presidenri.go.id)
Presiden Jokowi meresmikan pembukaan Musyawarah Besar Pemuda Pancasila X di tahun 2019 (Sumber: presidenri.go.id)

Dari masa ke masa, preman selalu punya tempat dalam struktur kekuasaan. Pada era kolonial, sebagaian mereka berperan sebagai oposisi terhadap penguasa Belanda, sementara sebagian lainnya, diupah sebagai tukang pukul para juragan pribumi atau meneer Belanda, sebagaimana tergambar dalam cerita rakyat Si Pitung.

Pada masa Orde Baru, pemerintah menggunakan strategi represif seperti petrus untuk mengendalikan premanisme, tetapi di sisi lain juga melakukan pembinaan dengan mengintegrasikan mereka ke dalam struktur formal seperti organisasi kepemudaan (OKP) dan ormas.

Pasca-Reformasi, pola yang sama berlanjut. Para aktivis mafhum benar bahwa ormas tertentu sering digunakan untuk membubarkan aksi demonstrasi, dan publik pun bisa membacanya di berbagai media.

Hubungan antara preman dan negara tidak selalu berseberangan---dalam beberapa kasus, mereka justru bekerja sama untuk menjaga status quo.

Premanisme: Puncak Gunung Es

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun