Buku : Hilangnya Hak: Masyarakat vs Perusahaan Sawit di Sulawesi Barat
Penulis: Iman Sadewa Rukka
Konflik tenurial yang melibatkan masyarakat lokal dan perusahaan kelapa sawit bukanlah fenomena baru dalam lanskap agraria Indonesia. Sejak dua dekade terakhir, konflik ini terus berulang dan kian kompleks. Di balik geliat industri sawit yang digadang-gadang sebagai tulang punggung ekonomi nasional, tersembunyi kisah pilu warga-warga desa yang kehilangan hak atas tanah, penghidupan, dan bahkan identitasnya sebagai bagian dari komunitas adat.
Sulawesi Barat, khususnya Kabupaten Pasangkayu, menjadi salah satu episentrum dari konflik-konflik ini. Wilayah yang dulunya merupakan kawasan hutan adat dan ruang hidup masyarakat kini berubah menjadi hamparan perkebunan sawit skala besar. Di sinilah hak-hak masyarakat diuji, relasi kuasa dipertarungkan, dan masa depan lingkungan dipertaruhkan.
Indonesia memang menempati posisi puncak sebagai produsen dan pengekspor minyak sawit terbesar di dunia. Keberhasilan ini sebagian besar didorong oleh "ledakan sawit" (palmoil boom) sejak awal tahun 2000-an, bersamaan dengan era desentralisasi yang memberi kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah. Namun, otonomi itu kerap disalahgunakan oleh elite lokal untuk meraup keuntungan melalui penguasaan lahan, tidak jarang dengan praktik-praktik transaksional dan kompromi politik.
Di tengah hingar-bingar pertumbuhan ekonomi yang dijanjikan, muncul kenyataan lain: masyarakat lokal yang selama bertahun-tahun bergantung pada tanah sebagai sumber kehidupan kini terpinggirkan. Tanah yang mereka klaim secara turun-temurun diubah menjadi konsesi perusahaan, sementara upaya perlawanan kerap dibungkam melalui pendekatan represif atau prosedur hukum yang timpang.
Buku ini, Hilangnya Hak: Masyarakat vs Perusahaan Sawit di Sulawesi Barat, merupakan hasil investigasi mendalam yang ditulis oleh Iman Sadewa Rukka, seorang jurnalis advokasi sekaligus aktivis pejuang agraria dan hak asasi manusia. Melalui pendekatan jurnalisme investigatif dan pendampingan lapangan, penulis menyajikan potret konflik yang tidak hanya menyentuh permukaan, tetapi menyusuri akar-akar strukturalnya.
Tidak seperti banyak tulisan lain yang hanya menggambarkan kronologi konflik dan rekomendasi teknokratis, buku ini menyoroti dinamika relasi kuasa, resistensi masyarakat, serta mekanisme sistemik yang memperkuat dominasi perusahaan. Dalam risetnya, penulis mengangkat empat studi kasus di Sulawesi Barat sebagai cerminan dari berbagai pola konflik yang serupa di wilayah lain di Indonesia.
Salah satu sorotan penting dalam buku ini adalah keberanian masyarakat adat dan petani dalam memperjuangkan hak mereka---dari pengaduan ke Gubernur Sulawesi Barat atas ancaman konversi hutan adat menjadi perkebunan sawit, hingga tudingan terhadap anak perusahaan raksasa sawit seperti Astra Agro Lestari yang diduga melakukan ekspansi melebihi batas HGU (Hak Guna Usaha).
Struktur buku ini terdiri dari empat bagian utama: