Mohon tunggu...
Imam Subechi
Imam Subechi Mohon Tunggu... -

Mengajar di Mts Swasta Yapena, Lhokseumawe. Aceh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jejak Ketulusan dari Sang Ibu Terbaik

28 Desember 2017   07:37 Diperbarui: 28 Desember 2017   08:47 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya dikeluarga termasuk yang merasakan kasih sayang lebih. Terutama setiap minta mainan, biasanya dikasih. Itu mungkin saya anak penurut perintah orang tua. Hingga orang tuapun membalasnya dengan mainan yang menjadi pavoritku saat masa kecil. Mainan dirumah untukku sangat banyak hingga berkardus-kardus. Hadiah mainan sering saya dapatkan tiap kali tiba musim agustusan( bulan agustus). 

Hari itu adalah hari momen kemerdekaan Indonesia. Masyarakat Indonesia bergembira di hari tersebut terutama saya. Karena saya akan diajak oleh orang tua melihat-lihat semarak pawai dan berbagai tontonan lainnya. Inilah kesempatan bagiku untuk membeli banyak jajajan dan mainan.

Ada satu lagi pendidikan yang diberikan untukku dari ibuku. Yaitu membiasakan suka memberi kepada orang lain. Membantu siapa saja tanpa pandang bulu adalah sifat yang dimunculkan dikeluarga kami. 

Dari ibulah saya mengenal sikap suka memberi bantuan walaupun hidup kami yang pas-pasan. Namun memberi untuk orang lain bersifat wajib bahkan disuruh kasih walaupun sedikit. Ia sering mengatakan kepada kami, janganlah pelit ,janganlah pelit. Kata-kata itu hingga kini masih tersimpan dibenak saya. 

Maka sayapun menjadi orang yang suka memberi gara-gara seorang ibu. Apa saja yang ditangan saya khususnya makanan, pasti saya menawarkan kepada orang yang duduk disampingku.

Memberi ternyata melahirkan kebahagiaan tersendiri bagi pemberi. Makanan yang dibagi dan dimakan oleh orang yang diberi memberi bekas kebahagiaan yang tiada tara. 

Apalagi orang yang menerimanya mengucapkan terimakasih dan tersenyum. Seakan-akan dunia ini milik saya semua karena pemberian saya diterima dengan hangat. Sifat memberi yang ditanamkan oleh ibuku masih melekat seperti lem kuat yang menempel pada benda. Walaupun memiliki sifat memberi itu ada prosesnya, namun sang ibu tetap mengajarkan untuk anak-anaknya agar sering memberi.

Terakhir, pendidikan sebagai pemberiannya untukku ialah gemar menabung. Ibu sering mengatakan ,Behi duitnya jangan dihabisin semuanya, tabunglah di celengan'. Karena saya termasuk anak penurut, tanpa dipikit lagi saya langsung sisipkan sisa uangku di celengan. 

Celengan yang terbuat dari tanah tentunya. Gambar celengannya berbentuk ayam jago, masih teringat. Bahkan dengan tabungan tersebut saya pernah berikan sama ibu sebagai tanda sayangku padanya. Ibuku dengan gembira menyambut pemberianku yang tak seberapa. Denga menabung saya membeli peralatan belajar sendiri tanpa harus meminta dari ibu. Saya sungguh sangat bahagia memiliki ibu yang penuh perhatian.

Tulisan ini digoreskan untuk mengenang memori saya bersamamu wahai ibu. Semoga Allah mengampuni dosa-dosamu dan semoga pula amalanmu diterima di sisi Allah ta'ala.

Dan saya berharap kepada Allah ta'ala untuk kita semua agar mempertemukan kembali di Surga Allah yang luasnya seluas langit dan bumi. Akhir kata saya cukupkan sampai di sini, semoga bermanfaat untuk saya pribadi dan Anda sebagai pembaca. Dan saya ucapkan terimakasih bagi Anda yang sudi meluangkan waktunya membaca goresan singkat ini.

Jejak Ketulusanmu Tertanam di Dadaku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun