Mohon tunggu...
Imam Prasetyo
Imam Prasetyo Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya Muslim

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Polemik dan Kisruh Cadangan Beras Nasional, Rakyat yang Salah!

20 September 2018   10:09 Diperbarui: 20 September 2018   09:59 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Matamu! Ucapan yang menggunakan kosakata tadi dalam budaya jawa tidak lagi sekedar sebuah penyebutan tentang alat indrawi. Ucapan yang menyebutkan salah satu panca indra tersebut merupakan sebuah ungkapan kejengkelan atau bahkan kemarahan.

Buwas atau Budi Waseso yang menjabat sebagai Direktur Utama Perum Bulog mengucapkan makian tersebut kepada Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita yang dianggapnya tidak berkeinginan untuk bisa sinergi dalam polemik beras.

Buwas yang merasa gudang-gudang yang dimiliki oleh Bulog sudah over capacity dan bahkan telah menyewa beberapa gudang untuk bisa menampung tumpahan beras impor yang selalu didatangkan oleh Enggar tanpa mengabaikan info yang disampaikan oleh Buwas. Bulog mesti menggelontorkan Rp 45 miliar untuk menyewa gudang di beberapa daerah.

"Saya bingung ini  berpikir negara atau bukan. Coba kita koordinasikan itu samakan  pendapat, jadi kalau keluhkan fakta Gudang saya bahkan menyewa Gudang  itu kan cost tambahan. Kalau ada yang jawab soal Bulog sewa Gudang bukan urusan kita, matamu! Itu kan sama-sama negara,"

Polemik impor beras dan cadangan stok beras di Bulog kian meruncing ketika data yang menjadi referensi Enggar ditolak dengan tegas oleh Buwas meskipin data tersebut yang merilis adalah BPS. Badan yang beberapa hari lalu juga dikritik dengan keras soal angka kemiskinan. BPS seperti bermain-main dengan pendekatan statistik untuk beberapa kepentingan multi interes.

Sebut saja --mungkin-- pencitraa tentang angka kemiskinan yang saat ini hanya satu digit, sebuah angka yang hanya bisa diraih oleh rezim Jokowi dan yang terakhir angka tentang kebutuhan beras sebagai bahan makanan pokok mayoritas penduduk Indonesia.

Buwas menyoroti perhitungan BPS yang menyajikan data konsumsi beras yang  mencapai 130 kilogram (kg) per kapita per tahunnya, sedangkan dalam perhitungan tersebut dimasukkan juga penduduk dengan kategori bayi yang  belum banyak mengonsumsi beras.

"Kebutuhan masyarakat Indonesia  setiap bulan yang katanya 2,4-2,7 juta walaupun saya masih ragu cara  berhitungnya karena dari BPS 260 juta manusia. Setiap orang rata-rata  mengkonsumsi 130 kg beras setiap tahun. Berarti bayi pun sama dong?  Tidak dibagi dengan usia. Bayi kan belum makan nasi, paling kan bubur.  Nah itu harus ada hitungan ukurannya," ujar Buwas dalam konferensi pers  di Kantor Pusat Bulog, Jakarta, Rabu (19/9/2018).

Nah lho!

Penulis meyakini Enggar pun memiliki pemahaman yang kurang lebih sama dengan Buwas. Masalahnya kenapa dia masih ngotot melakukan importasi beras ditengah-tengah penolakan Buwas yang notabene sebagai pihak yang bertanggung jawab tentang arus kebutuhan (simpan-edar) beras-beras tersebut?

Apa yang menjadi motif Enggar ngotot melakukan importasi beras? Pertanyaan ini seharusnya mengulik rasa keingintahuan publik, terutama yang kritis dengan pola kebijakan rezim Jokowi yang mulai keluar dari nalar publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun