[caption id="attachment_386382" align="aligncenter" width="600" caption="AFP PHOTO / POOL / FENG LI Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Presiden China Xi Jinping saat upacara penyambutan kenegaraan di Great Hall of the People di Beijing, Kamis (26/3/2015)."][/caption]
Amerika Serikat, Brasil, Australia + Jepang, dan negara-negara yang tergabung dalam blok barat semakin tinggi rasa iri dan curiga dan kekhawatirannya kepada Indonesia, setelah berada dibawah kepemimpinan Presiden Jokowi.
Hubungan kemitraan strategis Indonesia-Tiongkok, sudah mulai bermain secara terbuka. Kalaupun bukan kerja sama militer dan pertahanan, Indonesia-Tiongkok akan menjadi partner utama saling melengkapi kerja sama pendidikan, ekonomi, teknologi dan kebudayaan untuk meraih masa depan kedua negara yang gemilang.
Dalam masa 10 tahun pemerintahan SBY, lebih terfokus menjalin kerjasamanya dengan Jepang, terutama dengan Amerika dan sekutunya. Praktis mengabaikan samasekali kekuatan tersembunyi Tiongkok yang berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi dan teknologi dengan sangat cepat dapat mensejajarkan dengan Amerika Serikan, bahkan melampauinya. Bukan saja ekonomi China yang menjadi super kuat, kekuatan petahanan militernyapun sangat ditakuti AS.
Jokowi menyadari akan kekeliruan Pemerintahan sebelumnya, yang kurang jeli melihat China sebagai negara yang paling tepat dapat dijadikan partner untuk membangun Indonesia yang terdiri dari beribu pulau dengan beribu potensi kekayaan darat dan lautnya.
Jokowi menyadari hubungannya dengan China harus segera dikuatkan. Bukan menjalin dengan Amerika apalagi dengan Australia atau negara-negara Eropa lainnya. Bukankah sudah ada petunjuk yang dapat dijadikan sandaran, bahwa menjalin kerja sama dengan China akan mendapat kekuatan dan keberuntungan, berlipat.
Berbeda jika Presiden Jokowi hanya maunya ikut-ikutan, mengikuti jejak pendahulunya yang lebih mengutamakan menjalin hubungan kerjasama dengan AS dan sekutunya. Kerugian besar yang kita dapatkan,tetapi kita seperti tersihir tidak menyadarinya.
Bukan saja rugi besar dari sudut ekonomi, nasionalisme, rasa persatuan dan kesatuan umat kedepan akan dipecah belah. Budaya asli Indonesia akan dirusak, akan terhapus apa yang dikenal dengan budaya timur yang adiluhung. Perlu diingat bahwa adanya budaya yang memperlihatkan aurat, hidup bebas, pornogafi dan porno aksi, narkoba, judi, berasal dari AS dan negara-negara barat dan sekutunya.
HAM diputarbalikan, yang haram menjadi halal. Mereka adalah lambang dazal yang turun ke bumi. Dan lahirnya tentara dajal itupun akan berasal dari AS dan Eropa. Lihat saja nasib negara-negara di Timur Tengah. Berantakan amburadul, akibat terlalu berkiblat dan berteman dengan AS dan sekutunya.
Apa yang didapat Irak setelah berteman dengan AS, bangsa Irak hanya dapat meratapi negerinya yang porak-poranda kering kerontang dihisap sampai ke ampas-ampasnya oleh Amerika dan sekutunya.
Lantas dalam bentuk apa petunjuk yang diterima oleh Jokowi agar segeramengajak China untuk dijadikan partner kerjasama ekonomi, sosial budaya, jika memungkinkan pertahanan dan keamanan yang akan menjadi sarana bergerak lebih cepat untuk merealisasikan visi dan misi Jokowi.
Adalah Sabda Nabi yang sangat populer di telinga kaum muslimin “Tuntutlah Ilmu sampai dinegeri China” “Uthlubul ‘ilma walaw bishshiin” Hadits ini diriwayatkan dari jalan Abu ‘Atikah Al Bashri, dari Anas bin Malik.” akan tetapi tidak pernah diterapkan, hanya dijadikan pajangan.
Malah oleh sebagian masyarakat yang antipati terhadap China, hadits itu hanya dianggap sebagai sumber yang tidak valid bahkan menganggap sebagai hadits palsu. Terlepas dari asli atau palsu, menuntut ilmu adalah suatu kewajiban, artinya tidak dilaksanakan konsekuensinya selain bodoh juga mendapatkan dosa, dan jika dilaksanakan akan mendapat pencerahan dan pahala dari Allah swt.
Dengan kebijakan pemerintahan Jokowidodo mengambil posisi sebagai negara poros Jakarta- Beijing, dan untuk membangun poros maritime dunia, tidak berarti Indonesia sedang membangun kekuatan militer sebagai pesaing terhadap negara-negara blok barat dan Amerik, Indonesia pada posisi yang demikian tetap netral. Artinya dalam segi-segi yang prisip sebagai negara yang berdaulat dan bertetangga Indonesia tetap memegang teguh prinsip bebas aktif.
Dalam praktek poros Jakarta – Beijing ditandai dengan penekanan lebih kepada hubungan ekonomi, perdagangan, pendidikan, teknologi, dan kebudayaan. Memang orang bisa saja memandang isu tersebut bakalan mudah dibelokan menjadi isu kerja sama militer, tetapi itu terlalu jauh, kecuali kedaulatan Indonesia diganggu, pasti akan dibalas dengan tindakan yang setimpal.
Sebagai realisasi kerjasama Poros Jakarta-Beijing, pemerintah Presiden Jokowi-Xi Zinping, Cina akan menjadi peran utama dalam pembangunan terutama Proyek Tol Laut, pembangkit listrik 35.000 MW, kereta cepat, pembangunan pelabuhan dan jalan,pembangunan 24 pelabuhan, 15 bandar udara (bandara).
Pembangunan jalan sepanjang 1.000 kilometer (km), pembangunan jalan kereta api sepanjang 8.700 km, serta pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 35.000 megawatt (MW).
Tak cuma itu, Tiongkok juga akan terlibat dalam pembangunan jalur kereta supercepat Jakarta-Bandung dan Jakarta-Surabaya. China mengungkapkan hubungan kerja sama bilateral dengan Indonesia di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah yang terbaik.