Sedangkan, jamur barat biasanya di lahan yang datar, dan jumlahnya tidak sebanyak jamur trucuk. Tapi ukurannya lebih besar, bisa dua kali lipat ukuran jenis jamur trucuk tadi. Kesamaannya satu: sama-sama lezat.
Bebas Bahan Kimia
Di kampung, jamur tadi dibiarkan hidup alami, tanpa campur tangan teknologi, merdeka dari rekayasa manusia. Jamur-jamur itu dirawat dan dibesarkan oleh alam. Bebas bahan kimia. Kandungan nutrisinya murni dari alam.
Hanya saja, ada satu kekurangan jamur ini, mudah membusuk, jika terlambat memetiknya. Metiknya harus tepat, tidak boleh terlambat. Terutama jika sudah mekar, bagian pucuk, yang seperti payung, sudah terbuka lebar. Ini rawan luas, istilah di kampung, mudah rusak (busuk). Biasanya dimakan hewan kecil seperti ulat.
Hewan berwarna putih ini akan menyerang bagian pucuk dahulu. Baru bagian gagangnya, istilah di kampung, alias pohon (tiang) jamurnya. Yang perlu diperhatikan, jika sudah dalam kondisi mekar, sebaiknya segera diambil, tidak boleh menunggu nanti, pasti akan segera luas tadi.
Jamur Bayi (Muda) Paling Lezat?
Umur jamur paling favorit adalah saat masih bayi, masih kuncup. Belum mekar. Rasanya lebih nikmat, juga ada tekstur kenyalnya. Sehingga, jika sudah dimasak, paling dicari duluan, untuk dimakan.
Hanya saja, ada risikonya, jika memanen jamur alam masih bayi, jumlahnya akan sedikit. Karena ukurannya masih kecil. Namun, saat dimasak, ukurannya relatif sama, tidak mengecil seperti yang sudah mekar. Lalu jamur alam ini biasa diolah/ dimasak apa di kampung?
Insyaa Allah akan dibahas di tulisan edisi berikutnya. Sampai di sini dulu, waktu membuat tulisan ini, di dapur lagi masak jamur, baru dapat dari ladang, siapa tahu sudah matang, bisa buat lauk makan. Matur nuwun, sukses selalu. (*)