Mohon tunggu...
Ilyani Sudardjat
Ilyani Sudardjat Mohon Tunggu... Relawan - Biasa saja

"You were born with wings, why prefer to crawl through life?"......- Rumi -

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Peranan Ahok-Heru dalam Kasus "Jeruk Makan Jeruk" Pembelian Lahan di Cengkareng

29 Juni 2016   07:15 Diperbarui: 29 Juni 2016   09:29 6115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Plang bertuliskan "dijual" di lahan Rusun Cengkareng Barat. (Kompas.com/David Oliver Purba)

Sudah saya duga, aset DKI tuh sebenarnya emang banyak buanget. Pernah saya ke daerah Pejaten-Pasar Minggu, banyak rumah bagus yang terlantar. Kata suamiku, itu juga rumah-rumah milik Pemprov DKI, tetapi gak dihuni. Apalagi APBD DKI juga tinggi sekali, dari dulu skala puluhan triliun rupiah, mesti salah satu cara untuk "ngabisinnya" ya beli aset di mana-mana. 

Makanya, ketika hendak membeli lahan RS Sumber Waras, Kepala Dinas DKI (ketika itu, tetapi kemudian dipecat) mengusulkan untuk menggunakan aset milik pemprov di Sunter atau di Percetakan Negara jika ingin membangun RS Kanker. Malah kata Prijanto yang saya dengar di ILC, bisa juga menggunakan aset pemprov yang terdapat di MT. Haryono. Kalau saja usulan itu dilaksanakan, mungkin DKI di tahun 2016 ini sudah punya RS Kanker beneran, dari duit Rp755 miliar itu. Sayang, malah tanah yang dibeli sejak tahun 2014 tersebut sampai sekarang masih digunakan oleh Yayasan milik konglomerat Kartini Muljadi. 

Berbeda dengan kasus pembelian lahan RS Sumber Waras, kesalahan pemprov DKI dalam pembelian aset 4,6 ha di Cengkareng Barat jauh lebih fatal lagi menurut saya. Karena ternyata yang dibeli oleh Pemprov DKI adalah lahan milik sendiri, yang sudah dipunyai oleh Pemprov DKI sejak tahun 1967. Dan kepemilikan lahan tersebut dikuatkan oleh keputusan MA. Biro hukum DKI juga sudah mengetahui hal ini. Jadi istilahnya 'Jeruk Makan Jeruk'. Pemprov DKI membeli lahan tersebut seharga Rp 648 miliar dari dana APBD DKI Jakarta, alias memakai duit rakyat DKI Jakarta atas tanah yang merupakan miliknya sendiri. 

Yang menjadi pertanyaan saya:

1. Apa fungsi koordinasi lintas dinas atau SKPD dijalankan dalam manajemen Pemprov DKI yang dipimpin oleh Ahok? Atau model manajemennya cukup dengan disposisi? Karena untuk kasus ini pun polanya mirip dengan pembelian lahan RS Sumber Waras. 

Sehari setelah penawaran oleh seorang yang mengaku memiliki lahan seluas 4,6 ha tersebut, dengan harga penawaran Rp17,5 juta/m (NJOP hanya 6,2 juta/m), Heru melaporkan kepada Ahok mengenai masalah ini. Kemudian Ahok mengeluarkan disposisi untuk membeli dengan harga berdasarkan appraisal. Didapat harga appraisal sebesar Rp 14,1 juta/m. Dan kemudian Dinas Perumahan langsung membeli lahan di Cengkareng seharga Rp 648 miliar ditambah pajak Rp 20 M. 

Jadi pembelian lahan tersebut berdasarkan laporan Heru dan disposisi dari Ahok? Tetapi kelanjutan pembelian tersebut keduanya tidak mengetahui? Secara manajemen, tentu saja ini hal yang aneh. 

2. Kemudian, dalam pembelian lahan, bukankah seharusnya wajib diketahui dahulu status lahan tersebut? Ini langkah utama yang basic banget deh. Apalagi sebelum pembelian lahan, pihak kelurahan Cengkareng Barat sudah mengingatkan bahwa lahan tersebut milik pemprov DKI, tetapi pihak pemprov tetap ngotot membeli?

3. Heru merupakan Kepala Pengelola Aset dan Keuangan Daerah. Dengan posisi seperti itu, seharusnya pendataan atau inventaris aset yang dimiliki oleh Pemprov DKI bisa berjalan rapi. Apalagi jika menyangkut aset yang bukan remeh-temeh, melainkan tanah seluas hektaran. Tetapi ternyata pendataan tidak berjalan dengan baik sehingga terjadi kasus seperti ini. Jadi mempertanyakan kinerja Heru selama ini, ngapain aja yak?

Ahok sudah meminta KPK mengusut tuntas kasus ini. Semoga kasus ini bisa terungkap dengan terang-benderang. 

Ya sudah, gitu aja. Salam Kompasiana!

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun