Mohon tunggu...
Ilyani Sudardjat
Ilyani Sudardjat Mohon Tunggu... Relawan - Biasa saja

"You were born with wings, why prefer to crawl through life?"......- Rumi -

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

4 Rangkap Jabatan di Era Jokowi, Etiskah?

6 Juni 2018   11:23 Diperbarui: 7 Juni 2018   10:30 893
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Baru saya menyadari bahwa ternyata di era Jokowi banyak sekali rangkap jabatan yang terjadi. Tentu amat disayangkan, karena rangkap jabatan bisa membuat terjadinya konflik kepentingan antar jabatan satu dengan lainnya. Kerjaan menjadi tidak fokus, padahal satu jabatan saja banyak sekali tanggung jawab yang diemban. Dan semuanya tidak bisa dipandang remeh.

Apa saja rangkap jabatan itu?

1. Ketika kampanye capres 2014, janji politik Jokowi yang ditekankan berulang kali oleh Jokowi diberbagai kesempatan adalah bahwa ketua parpol yang menjadi menteri harus mundur dari jabatannya. Kalau gak mau mundur dari jabatan ketua parpol ya jangan jadi menteri.

Tetapi pada tanggal 27 Juli 2016, Jokowi melantik Airlangga Hartarto yang juga sebagai ketua parpol Golkar sebagai Menteri Perindustrian. Ini melanggar janji Jokowi sendiri, janji yang sebenarnya amat mudah dilaksanakannya karena merupakan hak prerogatif Presiden.

2. Ketua DPD Osman Sapta Odang yang juga ketua parpol Hanura. Partai Hanura adalah partai pendukung pemerintah. Padahal kita tahu DPD adalah representasi daerah, bukan parpol. Perwakilan parpol sudah ada di DPR. 

Terpilihnya OSO ketika itu ricuh, karena menyelenggarakan pemilihan pemimpin DPD, sementara peraturan DPD RI no.1 tahun 2016 dan 2017 telah mencabut masa jabatan pimpinan DPD selama 2,5 tahun. Jadi pimpinan sahnya masih ada, termasuk Gusti Kanjeng Ratu Hemas yang menjabat sebagai wakil ketua DPD. Seperti kudeta nih?

Rangkap jabatan OSO ini sungguh tidak etis dan memalukan lembaga DPD dan parlemen Indonesia. Menghina akal sehat publik. Ruh DPD telah hilang.

3. Ombudsman menelusuri ternyata ada sekitar 222 pejabat publik yang merangkap jabatan sebagai komisaris diberbagai BUMN. Ini melanggar UU no.25 tahun 2009 tentang pelayanan publik. Regulasi ini secara tegas  melarang pelaksana pelayanan publik termasuk pejabat pemerintah atau Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi komisaris BUMN. Kerjanya tidak optimal, dan gajinya juga dobel. Padahal diperlukan kerja yang fokus disetiap jabatan yang diemban.

Tampaknya temuan ombudsman ini dicuekkan pemerintah? 

4. Dan ini yang teranyar, rangkap jabatan ketua PDIP Megawati Sukarnoputri sebagai ketua Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Rangkap jabatan ini akan membuat orang berpikir apakah lembaga ini menguntungkan parpol atau golongan tertentu? Apakah tafsir Pancasila berdasarkan tafsir kelompok tertentu?

Itu yang kira kira saya simpulkan dari melihat ILC tadi malam mengenai BPIP, terutama saat dipaparkan Refly Harun, pakar hukum tata negara. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun