Saat ini kita hidup di era digital. Dunia berbasis pada pulsa, bit, dan numerik. Hampir seluruh aspek kehidupan ini digerakkan oleh flatform dan perangkat digital. Kultur kita juga sudah menjadi kultur digital.Â
Kebutuhan rumah tangga, bekerja di kantor, melakukan perjalanan, berkomunikasi, anak-anak belajar di sekolah, berbisnis, Â semuanya sudah berbasis digital.
Kebiasaan ini membangun sebuah ekologi baru, yaitu ekoligi digital. Tradisi baru yaitu tradisi digital. Kehidupan digital, adalah dunia yang diandaikan sebagai sebuah kemudahan, kecepatan, kelipatgandaan, dan ketelitian.
Dunia digital, mampu membangun perangkat kecerdasan baru, yang disebut artificial inteligent, hasil kreatifitas manusia yang mengerjakan segala sesuatu yang diperintahkan. Hal ini bisa memaksimalkan kemampuan manusia. Sekaligus meringankan beban kerja sehari-hari.manusia.
Kemana dunia Analog?
Lalu kemana dunia analog. Â Apakah dunia analog sudah ditinggalkan. Apakah dunia analog bisa diabaikan begitu saja?
Sebenarnya tidak juga. Sebagai misal, apakah menulis tangan tak diperlukan lagi, karena semua sudah dibantu oleh komputer. Apakah lukisan di kanvas tak dibutuhkan lagi, karena sudah bisa membuat gambar di komputer. Tentu tidak.
Saat membangun hubungan asmara, mungkin sampai saat tertentu seseorang bisa membangun komunikasi digital melalui whatapps dan videocall misalnya. Tetapi ketika hubungan rusak, komunikasi gagal, maka yang dibutuhkan adalah face to face.Â
Demikian halnya komunikasi dengan keluarga, mungkin saling chating menjadi solusi untuk saling memberi kabar, tetapi saat rindu, maka pertemuan langsung sangat dibutuhkan.Â
Memang sangat banyak hal yang dilematis. Â Di satu manusia sangat dimudahkan oleh perangkat digital, di sisi lain juga bisa memanjakannya.Â
Karena itu, dunia analog sebenarnya masih sangat penting. Kendati, memang sangat sulit dilakukan manusia. Karena sudah terbiasa dengan kemudahan.