Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Main Api

20 April 2024   06:04 Diperbarui: 20 April 2024   06:37 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (kompas.com/xena olivia)

Di sebuah petak ruang itu, dia duduk di kasur sembari menyesal. Seperti tak bisa mengerti mengapa semua bisa terjadi.

"Apa yang sudah kita lakukan?" kata lelaki itu.

Yang ditanya, seorang wanita hanya diam menerawang kosong. Semua telah terjadi, bukan sesuatu yang diinginkan. Lalu leleran air mata dari wanita itu meluncur pelan. Dia kemudian sesenggukan sangat menyesal dengan apa yang dia lakukan.

Si lelaki menarik napas panjang. "Tiba-tiba aku terbayang istriku di rumah, anak-anakku yang sedang sekolah," katanya dengan tekanan suara yang sangat dalam.

Yang diajak bicara menjawab dengan suara terbata-bata. "Apakah aku tidak punya suami?" tanya si wanita.

Semuanya kemudian hening beberapa saat . Menyesali perbuatannya masing-masing.

"Kita akhiri saja," kata si lelaki.

"Ya kita akhiri saja," kata si wanita dengan sesenggukan.

**

Esok dan lusa, tak ada pesan di telepon genggam. Tapi jemari lelaki itu gatal ingin bertanya. "Eh harga roti paling murah berapa ya di toko perempatan itu," tulis pesan lelaki ke wanita itu.

Yang ditanya ternyata juga gatal menjawab dan juga balik bertanya. "Rp100 ribu. Ada apa?" tulis wanita itu. Lalu pembicaraan mengalir sedemikan kencang. Sedemikian tak terbendung. Kemudian perjumpaan yang dinilai mengecewakan itu kembali mereka ulangi.

Kau tahu, adegan setelah perjumpaan itu adalah kekecewaan lagi, dan lagi. Kemudian mereka kembali berjanji tak akan mengulangi. Mereka sembab keluar dari petak ruang itu.

Dua tiga hari tak ada pesan di HP. Tapi si wanita gatal bertanya. Si lelaki menjawab dan balik bertanya. Selalu seperti itu dan tak terbendung. Mereka mengulangi lagi tak bisa membendung lagi, lalu sedih lagi.

Entah sudah berapa kali hal itu terjadi. Aku juga tak tahu.

Sampai kemudian kekecewaan atas ketidakmampuan membendung diri itu meledak. Si wanita pulang setelah main api. Dia sangat merasa bersalah dan kecewa luar biasa. Sampai di rumah dia mendatangi suaminya yang sedan terpulas tidur siang.

Wanita itu menangis sejadi-jadinya. Menangis sejadi-jadinya memeluk suaminya dengan sangat erat. Suaminya bingung ada apa. Dua anaknya yang masih kecil juga melihat bingung ada apa dengan ibunya.

Wanita itu meraung-raung tak bisa membendung, memeluk erat suaminya dan merasa sangat bersalah.

"Ada apa?" kata si suami.

Yang ditanya hanya meraung-raung tak berhenti dan terus memeluk erat. Dua anak kecilnya hanya memperlihatkan kepala di balik daun pintu.

Si suami menatapkan mata dengan mata sang istri. Tapi raungan itu sangat sulit dibendung. Hanya kebingungan meronta dalam dada. Merasa sangat bersalah dan tak bisa menjelaskannya.

**

Sementara, cerita si lelaki dengan istrinya itu tak jauh berbeda. Lelaki dan wanita itu sangat kecewa dengan apa yang mereka lakukan. Dengan rasa kecewa dan malu luar biasa. Keduanya, lelaki dan wanita yang pernah ada di ruang petak berkali-kali itu akhirnya memutuskan bercerai dengan pasangan masing-masing.

Kau tahu setelah keduanya bercerai dengan pasangan masing-masing? Keduanya tak lagi bertemu, tak lagi saling kirim pesan. Tak juga menikah. Keduanya entah pergi ke mana. Aku juga tak tahu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun