Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Melupakan akun lama yang bermasalah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pak Guru Marjuni

12 Januari 2023   14:47 Diperbarui: 12 Januari 2023   14:56 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. Gambar oleh PanJoyCZ dari Pixabay 

Sebenarnya pak guru Marjuni sudah pensiun 15 tahun lalu. Namun, dia masih juga dikaryakan di sekolah swasta itu.

Mulanya pak Juni pensiun. Lalu, karena belum ada yang mengganti, pak Juni dikaryakan. Selain itu, prestasi pak Juni juga gemilang.

Pak Juni pernah jadi guru teladan seprovinsi. Beberapa anak didik pak Juni juara olimpiade matematika. Bahkan ada yang sampai level nasional.

Anak-anak brilian didikan pak Juni itu melesat tak keruan. Ada yang hidup di pusat negara, bahkan ada juga yang hidup di luar negeri.

Prestasi mentereng pak Juni itulah yang membuat dia dikaryakan. Apalagi, rumah pak Juni juga hanya 20 meter dari sekolah. Tak ada kendala berarti soal transportasi.

Tapi belakangan ada guru muda yang mulai gerah. Dia protes kepada kepala sekolah.

"Pak kepala, apa tidak ada guru lain? Pak Juni sudah sangat tua. Satu ketika pak Juni malah pernah memintaku masuk kelas. Dipikir aku muridnya," kata Trisno, guru muda itu.

Pak kepala sekolah hanya menghela napas. Repot ceritanya. Sebab, anak pak Juni ada yang jadi penggede di kota.

"Nah, yang pegang yayasan itu si anaknya pak Juni. Katanya biar pak Juni terus mengajar. Kalau tak mengajar bisa sakit," kata pak kepala sekolah.

"Repot kalau begitu..." kata si guru muda.

*
Trisno tak kuat juga. Dia akhirnya main ke rumah pak Juni. Terang terangan minta pak Juni istirahat saja. Trisno memang ngga ada pembukaan, langsung diserang si pak Juni, yang sendirian di rumah.

Pak Juni tak terima.

"Kamu anak kemarin sore. Sekolah itu besar karena aku. Prestasi berulang ulang karena aku. Aku masih cukup kuat mengajar. Kamu pikir aku orang tua renta?"

"Kau tahu Raswan, Budi, Tono, Susi, dan masih banyak lagi. Termasuk anakku sendiri. Mereka jadi orang penting karena jasa guru seperti aku. Anak tak tahu adat. Pergi dari rumah ini," kata pak Juni mengusir Trisno.

*

Satu sore pak Juni melihat Raswan jalan kaki melintasi jalan depan rumah pak Juni. Tapi si Raswan tak mampir. Menyapa pun tidak.

Esoknya Susi yang jadi pejabat negara itu juga jalan di depan rumah pak Juni. Tapi Susi juga tidak mampir. Tak juga menyapa.

Pak Juni terpukul. Dia kecewa karena anak didiknya tak menyapanya.

"Anak tak tahu adat. Setelah mereka jadi penggede, mereka lupa dengan gurunya. Raswan, Susi, mereka anak-anak yang lupa gurunya," kata Pak Juni meninggi saat rapat dengan para guru esok harinya.

"Maaf pak Juni. Pak Raswan dan Bu Susi itu bukan lulusan sekolah kita," kata Trisno menyela.

"Kamu tahu apa soal sejarah sekolah ini. Kamu bocah kemarin sore!" Bentak Pak Juni pada Trisno dengan suara bergetar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun