Tahun 1997, Argentina memiliki banyak pemain muda potensial. Tapi nama mereka terjepit oleh senior dan juniornya. Tak sukses sebagai pemain timnas, sebagian generasi emas itu kini di ambang juara Piala Dunia 2022 dalam kapasitas sebagai pelatih.
Cerita bermula dari Piala Dunia U20 di Malaysia pada 1997. Saat itu Argentina dilatih Jose Pekerman. Argentina menjadi juara setelah di final mengalahkan Uruguay.
Di skuad Argentina tersebut ada banyak pemain potensial. Sebagian kemudian menjadi andalan klub dan punya nama di Eropa.
Sebut saja Walter Sameul, Roman Riquelme, Esteban Cambiasso, Pablo Aimar, dan Lionel Scaloni. Nama terakhir tak terlalu menjulang di level senior.
Tapi di level timnas Argentina senior generasi emas ini terjepit. Saat mereka tumbuh, generasi sebelumnya masih bercokol. Pemain Argentina generasi sebelumnya misalnya Gabriel Batistuta, Hernan Crespo, Ariel Ortega, Juan Veron, dan beberapa nama lain.
Ketika generasi Veron dan Batistuta tenggelam, generasi Riquelme tak optimal mencuat. Sebab, adik generasi mereka mulai muncul dan masif.
Misalnya saja Javier Saviola, Andres d'Allessandro, Javier Mascherano, Tevez, Messi, Aguero, dan beberapa nama lain. Imbasnya generasi Riquelme dkk tak lama jadi tumpuan Argentina.
Generasi Riquelme tergencet oleh nama besar senior dan juniornya. Praktis hanya di Piala Dunia 2006, Riquelme dkk unjuk gigi. Itu pun terjadi karena pelatih Argentina adalah Pekerman, orang yang membuat Riquelme dkk juara di Malaysia.
Praktis generasi emas itu tak pernah memberi gelar pada Timnas Argentina senior. Mereka pensiun dan lenyap dari peredaran lapangan hijau.
Sampai kemudian Lionel Scaloni didapuk jadi pelatih Argentina. Scaloni mengajak koleganya Pablo Aimar dan Walter Samuel. Plus satu nama yang lebih senior, Roberto Ayala.