Ilustrasi. Foto: thinkstockphotos
Salah satu tugasku jika sedang tak ada kerjaan adalah menjemput anak pulang sekolah. Ada fenomena yang bagus sekaligus agak asing di lingkaran teman-teman anakku yang masih kelas 3 SD.
Hampir semua anak teman dari anakku menolak jika ikut aku antarkan pulang. Jadi sepeda motor niatnya dinaiki tiga orang yakni aku, anakku, dan satu temannya. Niatku tentu saja ingin membantu karena si anak itu belum ada yang menjemput. Tapi mereka yang satu jalur dengan jalurku, memilih menolak aku antar pulang.
Usut punya usut, anak-anak itu sudah diberi warning oleh orangtuanya. Warningnya adalah jangan mau dijemput oleh siapapun selain keluarga. Akhirnya, jika anak-anak itu keluar sekolah belum ada yang jemput, mereka memilih menunggu di pelataran sekolah dan ada penjaga sekolah yang memantau.
Anak-anak itu baru mau aku antar pulang jika sebelumnya ada deal yang disampaikan lewat pesan singkat. Ibu si anak mengontak istriku dan bu guru, istriku mengontakku. Intinya si anak nebeng pulang. Kalau sudah begitu, maka anak-anak itu mau nebeng denganku.
Ini fenomena yang bagus. Bagus karena anak diberi pemahaman untuk tidak mau diantar sembarang orang. Pihak sekolah dalam hal ini penjaga sekolah juga membantu "mengamankan" jika si anak belum dijemput.
Kewaspadaan ini beriringan dengan kekhawatiran yang membuncah karena pemberitaan tentang kekerasan seksual pada anak. Walau jika diukur dengan situasi masa lalu, tentu agak aneh. Sebab di masa lalu, anak cenderung menerima untuk diantar pulang. Lagian di masa lalu pemberitaan dan fakta soal predator seksual juga jarang.
Maka, memberi pemahaman untuk menjaga diri dan menjauhi hal asing, perlu bagi anak. Menjaga diri untuk menjauhi marabahaya.
Menjaga diri untuk menjaga tubuh agar tak mudah dijamah orang. Menjelaskan area vital dan bagaimana agar tidak mengumbarnya.
Lalu, menjauhi orang asing yang tak dikenal. Semua itu, sangat perlu bagi anak. Sebab, tidak setiap saat anak berada dalam jangkauan orangtua. Anak yang saya maksud adalah anak yang sudah sekolah.
Memberi pemahaman dan warning pada anak juga akan nyambung jika anak percaya pada orangtua. Anak percaya bahwa orangtuanya bukan tukang ngibul.
Yang repot kalau orangtuanya tukang bohong dan anak tak percaya, maka imbauan, warning dari orangtua bisa tak didengar. Maka, bagi orangtua, penting untuk terus dipercaya anak dan membangun kepercayaan itu butuh waktu. Uniknya, sekalipun membutuhkan waktu untuk membangun kepercayaan, meruntuhkan kepercayaan orang pada kita itu hanya butuh waktu singkat.
Jaga kepercayaan anak pada kita, dengan keluarga kita, demi waspada terhadap ancaman predator seksual yang kadang berlagak seperti malaikat.