Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Melupakan akun lama yang bermasalah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Di Pemerintahan tapi Masih Kencang Kritik dari Luar, Kritis atau Oportunis?

11 Desember 2021   11:09 Diperbarui: 11 Desember 2021   11:26 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Foto: thinkstock dipublikasikan kompas.com

Hidup itu soal berbagi. Jika ada pemerintah, maka ada oposisi. Kalau sudah di pemerintah, ya jangan berlagak seperti oposisi. Nanti oposisinya mau ke mana?

Aku membayangkan pemerintah adalah rumah berpagar. Oposisi adalah kelompok di luar pagar. Jika suara ingin didengar pemerintah, maka oposisi harus bersuara lantang.

Oposisi bersuara lantang bisa dengan pengeras suara, dari luar pagar. Lalu, orang yang di dalam rumah alias bagian dari pemerintah, tentu boleh saja mengkritik pemerintah.

Tapi mereka yang di dalam rumah punya cara mengkritik yang berbeda. Karena sudah di dalam rumah, sampaikan saja pada pemimpin rumah dan mengkritik dilakukan di dalam rumah. Bukan keluar rumah, di luar pagar, lalu teriak selantangnya, jika sudah waktunya gajian, kembali masuk rumah.

Misalnya, sudah di dalam pemerintah masih menyuarakan kekritisannya melalui jalur umum, melalui ocehan ke publik. Lalu apa fungsinya ada di dalam pemerintah ketika kritik saja harus lewat ruang publik.

Sebagai bagian dari pemerintah, maka suarakan suaramu pada pemerintah. Suarakan suaramu pada pemimpin pemerintah di dalam rumah. Barangkali jika kau mengkritik dengan lantang di dalam rumah, akan lebih bermanfaat daripada kau kritik lantang di ruang publik untuk popularitas.

Kalau suaramu tak di dengar di dalam, maka keluarlah. Jadilah oposisi sejati. Bukan tetap dapat duit di pemerintah, tapi juga mencari popularitas dengan berlagak seperti oposisi.

Kalau bagian dari pemerintah malah seperti oposisi, maka kasihan oposisi karena panggungnya direbut. Sudah oposisi, panggungnya direbut pula.

Saya cenderung melihat laku orang pemerintah berlagak oposisi sebagai sosok oportunis daripada kritis. Uang lancar dan bersuara di luar pagar. Harta didapatkan, popularitas didapatkan. Serakah.

Makhluk oportunis akan diingat zaman. Mereka mungkin tak akan laku karena serakah. Makhluk oportunis hanya akan luntang lantung tak punya tempat. Mungkin seperti itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun