Hal yang sama diperlakukan bagi para pemasang baliho. Masang baliho itu lelah. Harus bawa bambu atau kayu dan tetek bengek lainnya. Panas kepanasan, hujan bawa payung.
Sekalipun yang memasang adalah kader separtai, ya dibayar lah. Hitung-hitung berderma dengan kader partai di level bawah. Kader di bawah itu bisa mendapatkan upah untuk makan 1 sampai 3 hari. Kan lumayan meringankan beban di masa pandemi.
Kan ngga yoi, jika mampu bayar percetakan (yang mungkin bukan kader separtai) tapi malah tak membayar pekerja lapangan yang separtai. Sudah di tingkat bawah tapi disuruh berkorban banyak.
Terus pakai uang pribadi. Jangan pakai uang negara. Kan ngga cakep jadinya. Di masa negara pontang panting, balihonya dibayari duit negara.
Lha kalau memang boleh pakai duit negara bagaimana? Ya ngga usah dipakai. Pakai duit pribadi saja. Biar lebih kesatria. Susu negara sedang kering karena pandemi, masa masih disedot juga untuk baliho? Ya ngga lah.
Kalai duit pribadinya kurang? Ya diperkecil saja ukurannya. Kalau biasanya balihonya ukuran 3x5 meter, sekarang ukuran 3x5 sentimeter. Ya seukuran gambar tempellah. Â Tetap ditempel di bambu dan dipasang di tepi jalan. Unik bro! Baliho terkecil di dunia.
Jadi ya begitu saja. Tak masalah pasang baliho politik. Hanya saja baliho politik hendaknya sesuai aturan, tidak utang, dan pakai duit pribadi.