Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Bercermin dari Konflik Bertetangga di Serial Mama Lela; Benarkah Kehidupan Antar Warga di Kota Malang Penuh Drama?

2 Oktober 2025   09:03 Diperbarui: 2 Oktober 2025   10:53 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Serial Mama Lela yang menggambarkan kehidupan bertetangga di Kota Malang - Sumber: YT Dika BJ/ SC Pribadi

Konflik bertetangga antara Sahara dengan Kyai Mim tak juga usai.

Saling lapor dan saling datang ke beberapa siniar dilakukan oleh masing-masing pihak. Entah sampai kapan drama tetangga yang bersebelahan rumah ini berakhir. Sampai-sampai, kehebohannya disaksikan seantero Indonesia.

Akibat perselisihan tersebut, ternyata berdampak bagi saya. Sebagai warga asli dan masih ber-KTP Kota Malang, ada saja pertanyaan seputar kehidupan warga dan bertetangga di rumah saya dari banyak rekan. Meski kini saya tidak setiap hari tinggal di Malang, tetap saja banyak orang luar Malang yang bertanya apakah saya pernah mengalami drama dengan tetangga dan apakah benar orang Malang suka ribut dengan tetangganya.

Walau pertanyaan tersebut cukup membuat malu dan menyakitkan, saya paham betul. Selain dari konflik Yai Mim dan Sahara, beberapa waktu lalu juga ada konflik bertetangga di Kota Malang yang melibatkan seorang pemilik usaha kue rumahan dengan tetangganya. Aktivitas usahanya dianggap mengganggu sehingga akhirnya dia juga diusir dan memilih pindah. Persepsi publik pun makin menjadi-jadi dan mengatakan bahwa hidup di Malang penuh huru-hara dengan tetangga.

Sebelum saya menjawab, saya terlebih dahulu ingin menceritakan sebuah serial YouTube asal Kota Malang yang sedang naik daun. Apalagi kalau bukan serial Mama Lela yang tiap videonya sudah ditonton jutaan kali. Serial Mama Lela sedikit banyak menggambarkan kehidupan antar tetangga di Kota Malang. Terutama di wilayah kampung padat penduduk dengan keragaman suku dan budayanya.


Mama Lela - tokoh utama dari serial ini diceritakan seorang wanita yang ditinggal suaminya pergi entah ke mana. Wataknya sebenarnya baik. Suka berbagi makanan dengan tetangga, gemar menolong tetangga yang kesusahan, dan sering dijadikan tempat curhat para tetangganya.

Namun, ia akan menjadi singa yang ganas jika ada yang mengusik dirinya, terutama kehidupan pribadi dan keluarganya. Ia akan sangat marah jika ada yang berani mengganggunya, terutama jika ada yang mau menantangnya. 

Pada sebuah episode, diceritakan ada tokoh wanita muda bernama Ratna dengan watak ganjen alias suka menggoda pria. Meski begitu, ia tampil sangat polos sehingga banyak orang yang tak menyangka ia akan berbuat seperti itu. Ratna ini menggoda suami dari Barok, adik dari Mama Lela sehingga mereka berhubungan terlarang.

Tanpa ampun, Ratna dihajar habis-habisan oleh Mama Lela dan Susi, istri dari Barok yang juga berwatak keras. Adegan kepala Ratna dimasukkan ke dalam sebuah TV hingga pecah menjadi adegan konflik antar tetangga yang mengerikan. Adegan yang membuat penonton ngeri sekaligus ngakak kok sampai segitunya berkonflik dengan tetangga.


Namun, konflik antar tetangga pada serial itu seringkali terjadi karena masalah sepele. Terutama, konflik antara Susi dengan Maktun, bibi dari Ratna yang juga membuat penonton tertawa sekaligus miris. Ada saja tingkah keduanya hingga bertengkar padahal dipicu dari hal sepele. Semisal, ada yang menjemur kasur di depan rumah hingga menghalangi jalan, rebutan memakai sumur umum, dan sederet masalah sepele lainnya.

Pertengkaran pun tak sekadar adu mulut. Kadang, sampai adu fisik dan sulit untuk dipisahkan. Masing-masing tidak ada yang mau mengalah dan ingin menang sendiri. Implikasinya, ada saja kerusakan yang terjadi dari barang-barang yang dibanting.

Nah, ada satu hal unik yang diceritakan di serial Mama Lela. Tak lain adalah sosok Pak RT yang tidak tegas, terutama saat ada warga yang bertikai. Sosok RT yang dipilih cukup unik perangainya dan hampir selalu kewalahan saat ada huru-hara di kampungnya. Persis dengan sosok RT yang sedang menangani masalah Sahara dan Yai Mim yang tidak tegas sehingga masalah tetangga yang seharusnya bisa diselesaikan dalam tingkatan RT menjadi masalah internasional yang seakan harus PBB dan NATO turun tangan.


Walau kasar dan sering ada adegan kekerasan, harus diakui serial ini bisa jadi cerminan hidup bertetangga di Kota Malang saat ini. Apalagi kalau bukan banyaknya wilayah - terutama RT - yang tidak punya pemimpin tegas. Tidak jauh-jauh, di lingkungan saya sendiri sempat terjadi huru-hara soal penyaluran bansos.

Ada saja warga yang tidak terima karena tidak terdaftar bansos. Saat komplain, Pak RT masa itu tidak bisa menjawab dengan jelas sehingga sempat dikasuskan sampai tingkat lurah. Beberapa warga sampai lapor ke Pak Lurah yang segera ditanggapi dengan pemutakhiran ulang warga penerima bansos.

Ada juga warga di lingkungan teman saya yang juga masih di Kota Malang sering mengeluhkan kegiatan anak-anak muda hingga larut malam. Saat komplain ke Pak RT, eh malah keluhan itu dianggap lalu. Pak RT-nya menganggap kegiatan anak-anak muda tersebut adalah hal lumrah padahal mereka bernyanyi dengan cukup keras. Kebetulan, teman saya memiliki seorang bayi yang butuh ketenangan.

Beberapa contoh kasus ini membuktikan bahwa pemimpin di tingkat RT juga tak kalah pentingnya dengan tingkatan lain. Ia harus memiliki kebijaksanaan dan kemampuan menyelesaikan masalah agar tidak melebar ke mana-mana. Ia juga tak boleh memihak ke salah satu atau kelompok warga tertentu. Makanya, dari kasus yang viral ini, pemilihan RT semestinya menjadi agenda penting dan bukan hanya asal menggugurkan kewajiban.


Kembali ke masalah tadi, apakah kehidupan bertetangga di Kota Malang semengerikan itu? Jawab saya tidak. Saya merasa lingkungan saya enak-enak saya walau saya hanya 3 hari tinggal di Malang. Kemarin, saya sempat ditegur tetangga karena saya memarkir kendaraan terlalu ke tengah jalan sehingga ia tak bisa lewat. 

Saya memang lupa karena keburu masuk ke kamar mandi. Tanpa banyak kata, saya segera memindahkan motor saya, meminta maaf, dan memastikan apakah ia bisa lewat dengan nyaman. Ia pun lalu lewat dan mengucapkan salam sekaligus berterima kasih. Masalah selesai tanpa ada drama-drama viral.

Beberapa waktu sebelumnya, saya juga sempat menegur anak tetangga saya yang habis merayakan ulang tahun dengan memecahkan telur dan sampahnya dibuang ke depan rumah saya. Tentu, saya menegurnya dengan halus dan saya juga mengatakan kepada orang tuanya karena baunya cukup menyengat. Untung saja, tetangga saya menerima dan menegur kembali anaknya agar tidak diulangi lagi. Simpel dan tanpa huru-hara.

Makanya, saya bisa mengatakan sebenarnya hidup bertetangga di Malang tidaklah semengerikan itu. Semua tergantung kita dan hoki kita mendapatkan tetangga yang baik. Tak hanya itu, Pak RT yang bijak dan solutif juga menjadi sebuah rezeki dalam hidup bertetangga. Kalau hidup bertetangga seperti di serial Mama Lela, mungkin saya juga bisa stres setiap hari.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun