Tentu, ini mengindikasikan bahwa kegiatan vaksinasi yang pendaftarannya berbasis google form lebih banyak didapat mereka yang berusia muda. Mereka yang kerap mengakses media sosial, atau bahkan 24/7 sehingga info seperti ini bisa mereka dapatkan lebih cepat. Sementara, mereka yang jarang menggunakan gawai akan sangat kesulitan mendapatkan vaksin gratis karena sering ketinggalan informasi.
Diantara sekian banyak anak muda itu, tampak beberapa diantara mereka yang mengajak ayah atau ibu mereka untuk divaksin. Mereka juga ada yang tidak mendapat jatah vaksin tetapi bisa gercep mendaftarkan orang tuanya yang sudah lansia untuk divaksin. Jujur, saya salut dengan mereka terlebih setia untuk mendampingi orang tua mereka yang akan divaksin.
Mereka begitu telaten mengisi identitas dan riwayat penyakit serta obat yang dikonsumsi oleh orang tua mereka. Mereka juga memberi alasan bahwa ketika faskes di dekat rumah mereka sedang membuka vaksinasi lansia, orang tua mereka sedang sakit. Ketika sudah sembuh, kuota vaksin tersebut masih kosong sehingga mereka mencari kuota vaksin yang masih kosong.
Walau bagi saya datang sudah cukup pagi, ternyata saya mendapat nomor antrean 217 dari 450 kuota peserta. Kami baru dipersilahkan untuk masuk ke area tunggu tepat pukul 8 pagi.Â
Kami harus menunggu dulu di tempat yang disediakan sambil mengisi identitas. Ketika giliran nomor dipanggil, maka kami bisa masuk untuk mendapatkan screening dari petugas.
Petugas juga memastikan identitas saya dengan benar agar ketika saya sudah bisa mencetak kartu vaksin, identitas saya sudah benar. Maklum, kartu vaksin saat ini seperti paspor atau bahkan visa yang jadi syarat perjalanan keluar kota. Maka dari itu, kini orang-orang berbondong-bondong rela antre vaksin karena alasan ini.
Nanti saja kalau ada vaksinasi kedua saya akan membuat vlog dengan jelas. Kegiatan ini menandakan bahwa hoaks seputar vaksin sebenarnya masih bisa dibendung dengan edukasi dari orang sekitar yang melakukan vaksinasi secara langsung.