Inilah yang menjadi dasar persoalan dan sering dikeluhkan oleh orangtua karena uang anak mereka -- dan tentunya uang mereka -- habis digunakan untuk top up. Sesuatu yang tidak bisa kelihatan secara fisik untuk dinikmati. Beda halnya dengan perwujudan barang ketika anak mengoleksi suatu mainan tertentu.
Kemudahan top up juga bisa berwujud redeem pulsa. Kadang, jika ada event tertentu, top up game online menjadi barang obralan yang harus segera diburu. Apapun harus dilakukan agar bisa top up segera. Tak peduli ada uang atau tidak.
Dengan pemikiran dan kemudahan top up semacam itu, maka banyak kasus miris seputar top up game online yang bikin dada sesak. Salah satunya adalah saat seorang ayah memarahi habis-habisan seorang kasir sebuah minimarket yang melayani pembelian voucher game online anaknya.Â
Kemarahan sang ayah terjadi karena jumlah uang yang dibelanjakan oleh sang anak tidak main-main hingga 800 ribu rupiah. Jumlah yang bisa digunakan untuk membayar sewa satu kamar kos selama satu bulan. Atau bahkan untuk membeli beras sebanyak 80 kg.
Meski akhirnya sang ayah meminta maaf, tetapi dengan kejadian ini membuat banyak orang dewasa mulai waspada terhadap pembelian voucher game online yang dilakukan anak-anak. Terlebih, jika nominal voucher yang mereka beli sangat besar misalkan di atas 100 ribu rupiah.
Masih banyak kasus yang didasari keinginan membeli voucher game online pada anak-anak. Pengalaman pribadi, saat saya meninggalkan sebentar sesi zoom siswa bimbel saya, siswa laki-laki malah keasyikan bertransaksi voucher game online satu sama lain.
Mereka seakan seperti orang dewasa yang sedang melakukan jual beli mobil atau motor. Tawar-menawar harga hingga deal dan mentransfer sejumlah uang lewat pulsa atau dompet digital.Â
Ironisnya, salah seorang siswa bimbel saya bahkan berniat akan membeli voucher game online sebesar 500 ribu rupiah. Jumlah yang cukup banyak bagi anak-anak.
Sejak saat itu saya mengimbau -- tidak melarang -- agar aktivitas jual beli voucher game online dibatasi. Boleh membeli tapi jangan kelewatan.Â
Sepuluh dua puluh ribu tak masalah asal jangan sampai lima ratus ribu sejuta. Itu pun tidak dilakukan dengan sering. Paling tidak sebulan satu kali top up seperti membeli pulsa. Entah saran saya ini bisa masuk atau tidak, yang jelas saat ini membatasi dengan bijak adalah cara terbaik.