Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama FEATURED

Pentingnya Kebersamaan dalam Menghadapi Erupsi Merapi

13 November 2020   08:55 Diperbarui: 5 Februari 2022   06:35 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gunung Merapi .- Dokumen Pribadi

Warga Lereng Merapi enggan mengungsi.

Begitulah narasi yang sering saya dengar saat peristiwa erupsi gunung aktif di Indonesia ini beberapa tahun lalu. Pihak pemerintah dan SAR kerap kesulitan membujuk para warga yang berada dalam Kawasan Rawan Bencana (KRB) untuk segera meninggalkan tempat tinggal mereka dan menuju ke pengungsian.

Narasi tersebut semakin kuat dengan keteguhan Juru Kunci Merapi saat itu, Mbah Maridjan yang enggan mengungsi dan memilih bertahan di rumahnya hingga beliau wafat akibat tersapu awan panas. Kala sumber yang saya dapat saat itu tidak semudah sekarang, saya pun sempat meyakininya.

Kenapa sih warga lereng Merapi begitu kekeuh bertahan walau bahaya mengancam terpampang nyata? Apa mereka mau mati konyol tersapu awan panas?

Namun ternyata, apa yang sebenarnya terjadi bukanlah demikian. Warga Lereng Merapi sebenarnya suka mengungsi. Itulah yang saya tangkap dari cerita Mantan Bupati Sleman Ibnu Subiyanto dalam bukunya berjudul Melacak Mitos Merapi, Peka Membaca Bencana, Kritis Terhadap Kearifan Lokal.

Dari buku setebal 275 halaman, Bupati Sleman periode 2000-2010 tersebut memaparkan dengan cukup gamblang mengenai pengalamannya ikut menjaga Merapi yang sebagian berada di wilayah pemerintahannya. 

Dari pemaparan beliau, saya menarik kesimpulan sementara bahwa ketika ada peningkatan aktivitas Merapi, apa yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah tidak sekadar mengungsikan warga saja. Ada banyak parameter kompleks yang harus dilakukan sebelum semua warga benar-benar diungsikan.

Tahap pengungsian biasanya dilakukan ketika status Gunung Merapi sudah dinyatakan dalam status Siaga seperti yang terjadi saat ini. Golongan rentan seperti manula, ibu hamil, dan anak-anak harus menjadi prioritas untuk diungsikan ke tempat yang aman. 

Barulah, jika status kemudian naik menjadi Awas, semua warga di dalam KRB III harus mengungsi. Hanya petugas terlatih saja yang boleh memasuki kawasan tersebut itu pun dengan penjagaan yang ketat.

Satu hal yang harus diketahui, bahwa kegiatan pengungsian adalah salah satu akibat dari keputusan untuk menutup suatu wilayah. Kegiatan ini menjadi "hajatan besar" bagi warga Merapi layaknya hajatan besar lain yang mereka lakukan secara berkala. Lantaran sebuah hajatan, terutama bagi warga desa, tentu mereka juga sangat ingin dilibatkan secara aktif.

Mereka tidak ingin hanya pasif menjadi pengungsi dan hanya tidur, makan, serta mandi di pengungsian. Inilah yang menyebakan sebenarnya warga lereng Merapi bukan sulit diajak mengungsi. Berperan aktif dalam hajatan besar tersebut adalah salah satu kunci kerja sama dalam kegiatan pengungsian tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun