Dengan menggunakan jasa travel, bagi saya potensi kerumunan pun bisa diminimalisasi. Apalagi, kini pihak travel mengurangi kapasitas tempat duduk dari yang biasanya 12-14 orang sekali jalan kini hanya 6-7 orang saja.
Pengurangan tersebut selain menjaga aturan jaga jarak, juga meminimalisasi waktu penjemputan dan pengantaran penumpang lain. Kalau biasanya butuh waktu hampir sejam sampai dua jam untuk menjemput penumpang dan ekstra 1 jam untuk mengantarkannya, kini waktu tersebut bisa lebih singkat.
Operasional yang masih terbatas
Walau sudah mulai banyak penumpang lagi, tetapi operasional jasa travel antar kota ini masih terbatas. Kalau sebelum pandemi dalam sehari bisa 2 hingga 3 kali jalan, maka saat ini kebanyakan dari mereka hanya melayani perjalanan malam hari. Saya sempat mencari travel yang barangkali bisa berangkat pagi.
Hasilnya nihil. Ada yang mau berangkat tetapi harus ada penumpang minimal 5 orang. Kalau saya sendirian, ya otomatis tidak bisa.
Saya paham sekali alasan biaya yang tidak bisa tertutupi adalah salah satu alasannya. Siapa sih yang mau menanggung ongkos perjalanan jika tak banyak penumpang yang naik. Belum lagi kalau ada rute yang lewat jalan tol.
Maka dari itu, sepertinya hampir semua jasa travel sepakat untuk melakukan perjalanan pada malam hari. Saya tidak tahu untuk trayek lain tetapi rata-rata tidak ada yang mau berangkat pagi.Â
Ada alasan unik dari salah satu pengelola jasa travel yang menyatakan bahwa perjalanan malam hari adalah untuk menghindari pemeriksaan dan rapid test di perbatasan provinsi. Saya antara percaya dan tidak tetapi bisa jadi trauma akan hal ini masih tetap saja ada.
Saya pun mencobanya dan memang benar, banyak sekali peminat jasa ini. Beberapa penumpang pun juga memiliki tujuan ke Jogja yang akan meneruskan perjalanan menggunakan bus atau Kereta Api Prameks.
Walau tidak mendapatkan makanan berat dan hanya snack, tetapi ini lebih dari cukup karena sulit sekali menemukan travel yang jalan saat pagi atau siang hari.Â