Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Jasa Travel Antar-Kota, Sempat "Haram" Bawa Penumpang Kini Kembali Jadi Primadona

3 November 2020   06:41 Diperbarui: 3 November 2020   13:55 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa minibus travel antar kota terparkir di sebuah rumah makan. - Dokumen Pribadi

Tahun 2020 bisa jadi pengapesan sekaligus berkah bagi pengelola jasa travel antar kota.

Betapa tidak, bisnis yang biasanya mulus tiba-tiba saja hampir terhenti seketika saat pandemi covid-19 berlangsung. Terlebih, beberapa kota di Indonesia menerapkan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB). Praktis, pergerakan manusia pun menjadi terbatas.

Setiap kota akan dijaga dengan ketat perbatasannya. Tak boleh ada aktivitas keluar masuk manusia satu pun yang melewati perbatasan tersebut. Kecuali, untuk urusan mendesak seperti kesehatan, keamanan, infrastruktur, dan bahan pangan. Jasa travel antar kota yang melayani pergerakan manusia pun menjadi mati suri.

Meski demikian, bagi beberapa oknum, celah untuk tetap menjalankan usahanya masih bisa dilakukan. Semisal menyembunyikan penumpang seunik mungkin hingga melewati jalan-jalan tikus perbatasan antar kota. Nyatanya, meski berbagai trik tersebut dilakukan, masih banyak diantaranya yang akhirnya ketahuan dan berujung sanksi dari petugas yang berjaga.

Kini, dengan pembukaan kembali aktivitas manusia, keadaan pun mulai berbalik lagi. Jasa travel kembali dicari karena beberapa kemudahan yang ditawarkan.

Saya menjadi salah satu konsumen setia jasa travel ini walau harga tiketnya naik cukup fantastis. Dulu, sebelum pandemi mewabah, harga travel Malang-Jogja hanya 140-150 ribu rupiah. 

Selepas pandemi ini, hampir semua travel mematok harga 200 ribu rupiah. Ada juga beberapa travel yang mematok hingga 250 ribu rupiah sekali jalan karena melewati Tol Trans Jawa. Waktu tempuh Malang-Jogja yang biasanya sampai 8-9 jam kini bisa diperpendek menjadi 5-6 jam saja.

Mengindari rapid tes sebelum perjalanan

Alasan pemilihan saya sebenarnya untuk menghindari kewajiban rapid test yang diberlakukan pada penumpang kereta api jarak jauh. Ini cukup memberatkan saya jika saya harus terpaksa bolak-balik dengan intensitas cukup sering karena alasan mendesak. 

Kalau sebulan 2 kali bolak-balik, berapa kali jari saya ditusuk jarum untuk diambil darahnya. Kok ya ngilu gitu di samping kantong jebol karena mengeluarkan uang ekstra sebesar 85 ribu rupiah. Maka, menghindari naik kereta api untuk sementara waktu adalah pilihan yang bagi saya dan beberapa orang cukup tepat.

Saya juga menghindari bus untuk mencegah kerumuman di terminal. Tidak hanya itu, saya belum memiliki mental yang kuat untuk bisa melakukan perjalanan bus AKAP Jatim-Jateng-DIY yang terkenal saling balapan antara satu PO dengan PO lainnya. Nyawa saya cuma satu.

Dengan menggunakan jasa travel, bagi saya potensi kerumunan pun bisa diminimalisasi. Apalagi, kini pihak travel mengurangi kapasitas tempat duduk dari yang biasanya 12-14 orang sekali jalan kini hanya 6-7 orang saja.

Pengurangan tersebut selain menjaga aturan jaga jarak, juga meminimalisasi waktu penjemputan dan pengantaran penumpang lain. Kalau biasanya butuh waktu hampir sejam sampai dua jam untuk menjemput penumpang dan ekstra 1 jam untuk mengantarkannya, kini waktu tersebut bisa lebih singkat.

Operasional yang masih terbatas

Walau sudah mulai banyak penumpang lagi, tetapi operasional jasa travel antar kota ini masih terbatas. Kalau sebelum pandemi dalam sehari bisa 2 hingga 3 kali jalan, maka saat ini kebanyakan dari mereka hanya melayani perjalanan malam hari. Saya sempat mencari travel yang barangkali bisa berangkat pagi.

Hasilnya nihil. Ada yang mau berangkat tetapi harus ada penumpang minimal 5 orang. Kalau saya sendirian, ya otomatis tidak bisa.

Saya paham sekali alasan biaya yang tidak bisa tertutupi adalah salah satu alasannya. Siapa sih yang mau menanggung ongkos perjalanan jika tak banyak penumpang yang naik. Belum lagi kalau ada rute yang lewat jalan tol.

Maka dari itu, sepertinya hampir semua jasa travel sepakat untuk melakukan perjalanan pada malam hari. Saya tidak tahu untuk trayek lain tetapi rata-rata tidak ada yang mau berangkat pagi. 

Ada alasan unik dari salah satu pengelola jasa travel yang menyatakan bahwa perjalanan malam hari adalah untuk menghindari pemeriksaan dan rapid test di perbatasan provinsi. Saya antara percaya dan tidak tetapi bisa jadi trauma akan hal ini masih tetap saja ada.

Jasa travel yang berangkat pagi atau siang. Cukup sulit sekarang untuk menemukannya. - Dokumen Pribadi
Jasa travel yang berangkat pagi atau siang. Cukup sulit sekarang untuk menemukannya. - Dokumen Pribadi
Beruntungnya, pada suatu hari saya mendapatkan jasa travel yang berangkat pagi hari. Namun, jasa travel ini hanya menyediakan trayek dari Malang hingga Solo. 

Saya pun mencobanya dan memang benar, banyak sekali peminat jasa ini. Beberapa penumpang pun juga memiliki tujuan ke Jogja yang akan meneruskan perjalanan menggunakan bus atau Kereta Api Prameks.

Walau tidak mendapatkan makanan berat dan hanya snack, tetapi ini lebih dari cukup karena sulit sekali menemukan travel yang jalan saat pagi atau siang hari. 

Sayangnya, lantaran tak banyak armada yang beroperasi, travel ini sering diburu calon penumpang. Tiket pun kerap ludes karena kecepatan waktu tempuh yang diberikan.

Pengalaman Naik Travel dengan Mobil Berbeda

Oh ya, beberapa waktu yang lalu saya mendapati pengalaman memesan travel yang ternyata mobil yang saya tumpangi berbeda dengan milik travel tersebut. 

Mulanya, saya mencoba jasa travel A yang saya lihat baru saja memulai usahanya. Saya berpikir bahwa tak akan banyak calon penumpang yang menggunakannnya. 

Dari beberapa review jujur di Google Maps pun mengatakan bahwa travel tersebut baru berdiri dan sedang menjaring pelanggan. Makanya sopirnya ramah pun demikian dengan layanan konsumennya.

Setelah membayar uang muka, saya pun diberi foto kuitansi. Saya kaget ternyata stempel kuitansi travel tersebut adalah travel B yang sudah banyak pelanggan. Bisa jadi, karena pandemi ini, pengelola travel A kesulitan mendapatkan calon penumpang. 

Mereka akan berfungsi menjaring penumpang dan mengalihkan ke travel lain. Saya semakin kaget ketika dijemput oleh mobil travel C yang merupakan salah satu jasa travel terbesar. Lha, kok serasa dipindah-pindah gitu dari satu jasa travel ke jasa travel lain.

Meski demikian, pengelola jasa travel A masih terus menghubungi saya jika sopir dari travel C belum juga menjemput saya. Saya memang menghindari travel C karena dulu pernah mendapatkan kekecewaan karena sang sopir yang kurang ramah dan mengemudi kurang nyaman.

Meski bagitu, pada perjalanan tersebut, saya bersyukur sang sopir amat ramah dan cara mengemudinya cukup enak. Saya pun bisa tertidur pulas.

Ketika berada di pemberhentian untuk makan tengah malam, saya baru tahu juga bahwa beberapa penumpang juga mengalami nasib yang sama dengan sama. 

Pesan tiket dari satu jasa travel lalu ternyata dialihkan ke jasa travel lain. Sebenarnya bagi saya tak masalah asal pengelola jasa travel awal yang kita pesan bertanggung jawab selama perjalanan.

Tidak hanya itu, masalah pembayaran pun juga harus diperhatikan. Biasanya, kita akan diminta membayar baru pada saat berada di rumah makan. Sopir akan menagih uang perjalanan pada kita sesuai tarif yang disepakati. Saat itu, sang sopir meminta saya membayar penuh 200 ribu rupiah. Saya sempat kaget karena saya telah memberi uang muka 100 ribu rupiah.

Imbas sepinya perjalanan jasa travel juga berdampak pada operasi restoran yang biasanya menjadi jujugan penumpang travel untuk makan malam. Kini aktivitas di rumah makan tersebut kembali bergeliat. - Dokumen Pribadi
Imbas sepinya perjalanan jasa travel juga berdampak pada operasi restoran yang biasanya menjadi jujugan penumpang travel untuk makan malam. Kini aktivitas di rumah makan tersebut kembali bergeliat. - Dokumen Pribadi
Saya pun menunjukkan bukti dengan stempel dari travel B melalui travel A bahwa saya sudah membayar 50% untuk menggunakan jasa travel C. Untunglah setelah dicek ternyata memang benar. Saya tinggal membayar sisanya. Kejadian ini membuat pengalaman untuk hati-hati dan tetap menyimpan bukti transaksi dengan baik.

Masukan juga bagi pengelola travel untuk bisa fair menjalankan jasanya. Jika memang harus dipindah ke jasa travel lain, alangkah baiknya penumpang diberi tahu terlebih dahulu. Pun demikian pula dengan masalah pembayaran jika ada perubahan pengelolaan penumpang tersebut. 

Bagi saya keterbukaan ini penting karena saat sebagai konsumen kita hanya tahu sebuah jasa travel menjalankan usahanya dan kita naik dari jasa travel tersebut. Bukan jasa travel lain.

Di akhir perjalanan, saya juga sempat diminta pindah lagi ke mobil lain agar bisa satu arah dengan penumpang lain. Yah walau memang akan memotong waktu tempuh tapi tetap saja dalam kondisi ngantuk, itu cukup melelahkan.

Meski demikian, sepertinya jasa travel akan masih menjadi pilihan saya. Sebelum kereta api menghapuskan kewajiban rapid test bagi para penumpangnya, travel akan menjadi primadona. 

Saya hitung-hitung, biaya pengeluaran pun masih bisa ditoleransi karena kita akan dijemput dan diantar di depan tujuan kita. Tanpa perlu lagi menambah biaya transportasi lain yang biasanya kita keluarkan saat naik kereta api atau bus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun