Anggaran terhadap makanan yang terbatas membuat tak banyak pilihan makanan tersedia. Apalagi, saat tamu yang diundang banyak maka bersiaplah para tamu kehabisan makanan yang tersaji.
Seperti yang saya alami beberapa waktu lalu saat bertandang ke hajatan di Pasuruan, Jawa Timur. Sebenarnya, saya datang tak terlalu malam, sekitar jam 7 malam. Namun, kedatangan saya bertepatan dengan puncak kunjungan tamu hajatan.
Memang biasanya, waktu yang kerap dipilih oleh para tamu hajatan jika jam yang diberikan bebas adalah antara pukul 6 hingga 8 malam. Nah, berhubung saya datang pada waktu puncak tersebut, maka makanan yang tersedia di sana sudah banyak yang habis.
Akhirnya, saya hanya mengambil telur tersebut. Saya menunggu sebentar barang kali akan ada kegiatan isi ulang makanan sehingga saya bisa memilih dengan leluasa.Â
Ternyata tidak. Tak ada lagi makanan yang ditambahkan dan para tamu akhirnya memakan tahu campur yang masih banyak. Makanan yang pantang bagi saya sebagai penderita GERD.
Ya sudah, mau bagaimana lagi. Saya pun bergegas keluar dan menyalami tuan rumah sambil mengucapkan selamat. Dan pastinya, mencari makanan lagi karena saya belum makan dari siang. Ini mungkin yang sering menjadi buah bibir para tamu terutama ibu-ibu yang kerap nyinyir akan masalah ini.
Dekorasinya bagus tapi kok makanannya menyedihkan? Begitulah bunyi sindaran yang kerap terdengar.
Biasanya, kami menyewa pegawai salah satu catering yang kerap diminta untuk memasak dalam hajatan. Pegawai tersebut biasanya menjadi leader dan memberikan instruksi apa aja yang harus dilakukan oleh kami -- para sinoman (pembantu hajatan) -- terhadap makanan yang disajikan.
Ia biasanya membagi tugas siapa saja yang harus mengganti pada menu tertentu. Siapa saja yang fokus pada mengatasi piring kotor dan siapa saja yang bertugas memberesi dan menyiapkan peralatan seperti sendok dan garpu.