Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Salah Entri Data di E-Budgeting Itu Pernah Saya Alami

5 November 2019   08:56 Diperbarui: 5 November 2019   12:36 1456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengerjaan data SIMBADA yang dilakukan oleh dua orang - Dokumen Pribadi

Beberapa hari terakhir, lini masa jejaring sosial dihebohkan dengan kasus lem aibon bernilai fantasis yang terjadi di pemerintahan DKI Jakarta.

Tentu, sebagai masyarakat biasa, kita hanya bisa miris melihat drama yang terjadi di dalamnya. Di luar kejadian tersebut, ada satu hal yang harus kita jadikan pelajaran penting.

Sistem e-budgeting yang dilakukan oleh tatanan pemerintahan di negara ini masih harus diperbaiki. Terutama, mengenai proses memasukkan data di dalam sistem tersebut.

Kala saya masih mengerjakan Laporan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dulu, ada aplikasi yang harus dikerjakan oleh sekolah-sekolah. Aplikasi tersebut adalah Simbada (Sistem Informasi Manajemen Belanja Daerah). Aplikasi ini memuat barang modal dan barang habis pakai yang dibeli selama kurun waktu tertentu.

Mulanya, aplikasi ini dikerjakan oleh Badan Pengelola Keuangan dan Anggaran Daerah (BPKAD). Namun, seiring berjalannya waktu, entah untuk mengurangi beban kerja BPKAD, semua sekolah wajib mengerjakan aplikasi ini.

Padahal, sebelum ada kebijakan untuk mengerjakan aplikasi ini, sekolah-sekolah hanya perlu menyerahkan laporan sederhana mengenai barang modal dan habis pakai yang dibelanjakan selama satu tahun secara manual.

Mengawali pekerjaan baru dengan sistem e-budgeting yang terintegrasi tidaklah mudah. Beberapa kali Bendahara BOS dan operator sekolah harus mengikuti pelatihan SIMBADA secara berkala. Berkali-kali pula kami, sebagai operator sekolah juga harus menerima beberapa teknis yang cukup rumit seputar tata cara memasukkan rupiah demi rupiah yang sudah dibelanjakan di aplikasi tersebut.

Proses yang Lebih Transparan dan Berurutan
Sebenarnya, dibandingkan melakukan laporan secara manual, Simbada memiliki kelebihan. Salah satunya jelas laporan keuangan lebih transparan. Pihak yang lebih berwenang seperti BPKAD bisa mengakses aliran dana yang sudah digunakan sekolah kami.

Tak hanya itu, kami juga lebih bisa bekerja dengan teratur. Mengingat, tak seperti pengerjaan laporan BOS sebelumnya yang tidak terlalu detail, dengan adanya Simbada ini segala pengeluaran sekecil apapun bisa tercatat dengan baik. Lembar demi lembar kertas yang kami belanjakan bisa terekam dengan baik.

Dengan adanya perekaman data seperti ini, juga memudahkan kami untuk menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah (RKAS) tahun berikutnya.

Kami bisa mengetahui barang apa saja yang sebenarnya tak terlalu kami butuhkan. Barang apa saja yang dibeli terlalu banyak sehingga tersisa cukup banyak dan harus dilakukan stock opname.

Tak hanya itu, kami juga bisa meminimalisasi pembelian barang yang jauh di atas SSH (standar satuan harga). Pembelian di atas SSH inilah yang menjadi titik utama tindakan penyelewengan dana BOS ataupun sumber keuangan negara lain.

Banyak sekolah yang mendapat masalah saat pelaporan BOS di BPKAD karena membeli barang jauh di atas SSH. Aplikasi Simbada meminimalisasi kejadian seperti ini.

Beberapa Kelemahan Simbada
Walau memiliki kelebihan, nyatanya system e-budgeting semacam Simbada in memiliki beberapa kelemahan. Pertama, akses ke dalam sistem ini tidak stabil. Kondisi ini yang cukup membuat pusing, terlebih bagi sekolah yang tidak memiliki akses internet yang bagus.

Pernah suatu ketika, saya dan rekan guru yang mengerjakan ini hanya mampu memasukkan transaksi sebesar 700 ribu rupiah saja dari 120 juta rupiah yang harus kami masukkan. Mengapa pengerjaan begitu lama?

Selain akses ke dalam sistem yang cukup sulit alias lemot, kami harus memasukkan satu per satu transakasi barang yang kami beli. Satu rim kertas, satu pak pulpen, bahkan satu buah lem glukol pun harus kami masukkan manual. 

Kedua, dengan datum --bentuk tunggal dari data-- yang cukup banyak tersebut, membuat mata kami lelah. Sebagai manusia biasa hal ini wajar karena kami harus memelototi satu per satu barang dari tiap transaksi untuk dimasukkan. Makanya, saya sering salah ketik terutama jumlah angka 0 pada harga barang yang telah kami beli.

Pernah suatu ketika saya memasukkan peniti yang harusnya bernilai 5.000 rupiah menjadi 50.000 rupiah per pak. Peniti tersebut sedianya digunakan untuk lomba tari massal dan sekolah kami membeli sekitar 10 pak peniti. Dengan perbedaan yang cukup besar tersebut, bisa dibayangkan berapa selisih nominal harga barang yang salah.

Makanya, pekerjaan ini tidak bisa dikerjakan hanya satu orang saja. Saya selalu dengan Mada -- guru yang mengerjakan laporan ini -- untuk melakukan proses input data. 

Kalau saya yang mengetik, maka Mada yang mengecek nilai transaksi yang kami masukkan di layar komputer. Jika saya mulai lelah, maka saya berganti yang mengecek nominal transaksinya. Begitu seterusnya hingga transaksi keuangan yang sekolah kami lakukan selama satu tahun bisa kami masukkan semuanya.

Ketiga, kadangkala waktu pengerjaan yang sangat mepet membuat semuanya menjadi kacau. Tidak hanya dialami sekolah saya saja tetapi juga sekolah lain. Dalam waktu seminggu, sekolah harus bisa menyelesaikan input transaksi selama satu tahun. Makanya, kesalahan demi kesalahan memasukkan data kerap dilakukan secara berulang.

Kondisi semakin kritis lantaran jika kami sudah melakukan "submit" satu buah berita acara transaksi dan terjadi kesalahan, maka kami tidak bisa langsung menghapus salah satu transaksi tersebut.

Kami harus menghapus satu berita acara dan memasukkannya kembali secara manual. Dan, itu harus dilakukan di BPKAD. Tidak bisa mandiri. Kami harus menghadap BPKAD agar operator mereka bisa membatalkan berita acara yang sudah kami "submit".

Pernah suatu ketika, gegara satu buah penggaris plastik, kami harus ke BPKAD. Padahal, selisih laporan keuangan akibat kesalahan tersebut hanya sekitar 20.000 rupiah. 

Berhubung jumlahnya tidak sama dengan RKAS, maka kami tidak bisa mencetak laporan keuangan Simbada yang akan kami serahkan dan menjadi syarat pencairan dana BOS triwulan berikutnya.

Kala menemui operator BPKAD, kami juga bertemu dari sekolah lain yang mengalami nasib serupa. Menghapus satu berita acara dan mengulangi memasukkan transaksi demi transkasi dari awal.

Makanya, kegiatan e-budgeting ini sebenarnya kegiatan panjang dan melelahkan. Meski demikian, kegiatan ini harus tetap dijalankan demi terciptanya sistem laporan keuangan yang transparan dan akuntabel.

Solusi yang Bisa Diambil
Satu-satunya solusi yang bisa diambil agar tidak terjadi kesalahan adalah memasukkan data secara berkala. Entah sebulan sekali atau tiga bulan sekali.

Waktu paling ideal adalah sebulan sekali yang beriringan dengan laporan BOS. Barulah pada akhir tahun akan bisa dilihat akumulasi transaksi yang sudah dilakukan. Jika ada kesalahan, hanya mungkin beberapa saja yang terjadi pada periode satu bulan.

Tak hanya itu, sekolah-sekolah juga harus mulai belajar untuk membeli barang sesuai SSH. Dengan membeli barang sesuai SSH, maka dana BOS yang didapat bisa digunakan sesuai peruntukan.

Jika ada sekolah yang bermain harga dalam membeli barang, maka dengan sendirinya akan diketahui penyimpangannya saat Simbada dikerjakan.

Peningkatan kualitas SDM bagi operator Simbada juga harus dilakukan berkala. Sebagai sistem baru, wajar jika terjadi kesalahan dalam pengoperasiannya.

Tak hanya itu, sebisa mungkin operator sekolah tidak berganti dalam kurun waktu pengerjaan Simbada. Jika terus berganti, maka operator baru kadang sulit menyesuaikan diri dan menghambat proses pengerjaannya meski itu tidak semua.

Makanya, jika ada kesalahan dalam pelaporan e-budgeting, maka sebenarnya wajar saja karena sungguh mengerjakan sistem semacam ini amatlah rumit. Namun, jika kesalahan itu tidak segera ditangani dan malah ditutup-tutupi, maka akan timbul pertanyaan. Apakah ada maksud di balik kesalahan tersebut?

Hanya Tuhan yang kiranya bisa menjawab.

Salam.   

Sumber:

(1)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun