Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Rekomendasi Film Libur Sekolah: Kisah Siswa yang "Tak Sengaja" Hamili Temannya hingga Persahabatan dengan Teman Autis

29 Juni 2019   18:26 Diperbarui: 29 Juni 2019   21:41 1611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Libur sekolah telah tiba. Biasanya, orang tua akan kebingungan mencari cara agar bisa mengisi liburan sekolah dengan penuh makna. Maka, menonton film menjadi salah satu solusinya. Lini masa media sosial saya mulai penuh dengan para blogger yang memberikan film bioskop rekomendasi. Nah, seperti biasanya, saya yang cukup out of the box akan memberikan alternatif lain dalam mengisi liburan. Film pendek tetap menjadi pilihan dengan alasan bisa ditonton saat macet di jalan sembari melakukan perjalanan ke tempat wisata.

Semua film pendek ini ditayangkan melalui laman Viddsee.com. Kita juga bisa melalui channel YouTube Viddsee ini. Nah, apa saja film yang layak ditonton di musim libur lebaran ini? Berikut ulasannya.

"Joshua" (Indonesia)
Saya langsung tergelak sambil memegang perut yang kaku saat pertama melihat film ini. Joshua adalah sebuah film pendek karya sineas Indonesia yang menceritakan anak dengan nama tersebut. Joshua dikenal sebagai siswa SD Kelas 4 yang cukup ulet dalam berwirausaha. Tak lain, ia berjualan kelereng kepada teman-temannya.

Setiap harinya, ia menemui teman-temannya untuk melakukan transaksi. Di suatu pelajaran olahraga, tiba-tiba saja secara tak sengaja ia berciuman dengan teman wanitanya bernama Lily. Mereka berdua pun berteriak kencang. 

Joshua tak percaya atas apa yang terjadi demikian pula dengan Lily. Bahkan, Lily sempat merasa mual-mual setelah tragedi "berdarah" itu. Beberapa teman Joshua memberi tahunya bahwa Lily hamil akibat perbuatannya. Joshua pun menjadi bingung.

Ia galau apa yang harus ia lakukan. Membayangkan menikah dengan Lily pun sempat terbersit. Hingga akhirnya ia bersedia bertanggung jawab atas perbuatannya. Lantas, apakah mereka akan benar-benar menikah?


Joshua membayangkan menikah dengan Lily. - Viddsee.com (screenshot pribadi)
Joshua membayangkan menikah dengan Lily. - Viddsee.com (screenshot pribadi)
Secara tak langsung, film ini menegur kehidupan anak SD sekarang yang seakan dewasa sebelum waktunya. Peran orang tua, yang kadang tak bisa memberikan pengarahan yang cukup kepada anak-anak yang mulai masuk masa pubertas menjadi bumerang sendiri. Yang paling penting, tontonan yang dilihat oleh anak-anak juga sangat berperan dalam membentuk karakter anak.

"Pejam Pelik" (Malaysia)
Seorang anak bernama Samad sangat terinspirasi dengan pertunjukan sulap di televisi. Lantas, ia berusaha keras untuk menghadirkan berbagai barang yang ia inginkan di depan matanya dengan bacaan mantra. Tentu, kegiatannya ini diolok-olok oleh teman-temannya.

Samad tidak menyerah. Setiap malam, ia terus mencoba mantra-mantra itu. Hingga akhirnya, pada suatu malam, sebuah sepatu baru yang begitu ia idam-idamkan tergeletak di meja kamarnya pada pagi harinya. Samad pun merasa yakin bahwa ia memiliki kekuatan magis yang dapat menghadirkan berbagai macam barang. 

Satu per satu barang yang ia inginkan pun berhasil didapat. Teman-temannya mulai percaya akan kekuatannya dan mereka menginginkan untuk mendapatkan barang melalui mantra Samad. Semua berjalan normal sampai pada suatu ketika Samad mendapat petaka ketika barang-barang tersebut adalah milik tetangganya. Bagaimana itu bisa terjadi?

Samad ingin jadi pesulap. - Viddsee.com (screenshot pribadi)
Samad ingin jadi pesulap. - Viddsee.com (screenshot pribadi)
Film ini secara tak langsung mengajarkan kepada anak bahwa untuk meraih sesuatu harus melalui kerja keras, belajar, dan tentu saja berdoa. Tak semudah membalikkan tangan dan mengucap mantra. Kekuatan Tuhan juga berpengaruh dalam hasil yang kita inginkan. Inilah yang coba diketengahkan dalam film berdurasi sekitar 11 menit ini. 

"The Buddy" (Singapura)
Apa jadinya jika kita memiliki teman sebangku yang mengidap autis? Mungkin rasa tak nyaman yang akan muncul. Saya sendiri pernah mengalaminya saat sekolah dulu. Teman autis saya benar-benar mengganggu. Ia tak hanya membuat banyak coretan di meja, tapi juga menumpahkan air minum hingga menyobek kertas.

Nah, setelah melihat film ini, saya jadi sadar bahwa memiliki teman autis adalah sebuah karunia. Itulah yang dialami oleh Hidayat yang memiliki teman sebangku bernama Tam. Walau mereka berbeda ras dan Hidayat adalah anak normal, namun ia menganggap Tam sebagai teman, sahabat, bahkan saudara. 

Hidayat mulanya terganggu dengan Tam yang setiap pelajaran hanya menggambar laba-laba dengan lima kaki. Seiring berjalannya waktu, Hidayat merasa Tam adalah teman terbaiknya. Ia sebenarnya anak yang cerdas dan telah ia buktikan saat Tam membantunya menjawab pertanyaan mencongak dari gurunya.

Sejak saat itu, Hidayat membantu Tam dalam melakukan berbagai kegiatan seperti makan, berganti baju olahraga, dan lainnya. Hidayat pun membantu Tam dalam upaya terapi penyakitnya saat Tam mengalami tantrum selepas ia tak bisa menyelesaikan ujian matematika. Hidayat dengan inisiatifnya sendiri datang ke wali kelasnya untuk menceritakan apa yang ia alami dan rasakan dengan Tam selama beberapa waktu tersebut.

Tam dan teman setianya Hidayat. - Viddsee.com (screenshot pribadi)
Tam dan teman setianya Hidayat. - Viddsee.com (screenshot pribadi)
Sungguh, saya belum pernah menemukan siswa saya saat mengajar dulu berkonsultasi kepada saya kala ada temannya yang kesulitan, terutama masalah psikologi. Hidayat bertekad bagaimana caranya agar Tam bisa seperti teman-teman lainnya. Ia tak mau kehilangan sahabatnya.

Kisah ini terinspirasi dari sebuah kisah nyata dengan nama yang sama. Hidayat pun diganjar penghargaan oleh Pemerintah Singapura karena peduli terhadap temannya yang autis. Tam pun kemudian diberi terapi khusus hingga akhirnya sembuh dan bisa menggapai mimpinya. Sejak saat itu, Pemerintah Singapura betul-betul serius terhadap upaya pendidikan bagi warganya yang mengidap autis.

"PSLE-Go" (Singapura)
Di sebuah masa akhir sekolah, tersebutlah dua anak perempuan dan laki-laki, Zihui dan Justin yang sama-sama sedang berusaha mencapai nilai terbaik dalam PSLE (semacam ujian kelulusan). Walau berada dalam masa kritis, keduanya memiliki sikap berbeda dalam menyikapinya.

Zihui merasa sangat tertekan dan amat serius dalam belajar. Sedangkan Justin tampak nothing to loose, alias merasa ujian ini akan ia jalani semampunya asal ia tetap mencoba belajar maksimal. Justin pun masih bisa mengembangkan potensi nonakademiknya melalui olahraga polo air.

Sikap kedua orang tua mereka pun berbeda. Orang tua Zihui merasa ini kesempatan bagi anaknya agar bisa mendapatkan sekolah yang terbaik. Kalau diibaratkan, ini semacam UN yang akan membawa anak mereka bisa masuk SMP favorit. Sementara, orang tua Justin menganggap, yang terpenting anaknya sudah berusaha. Perkara nanti hasilnya bagaimana, itu tak menjadi masalah. Toh ada sekolah lain yang bisa menerima anaknya. 

Pada suatu ketika, hasil uji coba PSLE pun diumumkan. Secara mengejutkan, Zihui mendapat nilai yang tak memuaskan. Tentu, dengan hasil ini, ia merasa sangat tertekan. Ia pun merasa tak ada gunanya untuk terus hidup karena telah mengecewakan orang tuanya. Ujian PSLE yang sudah di depan mata pun seakan menjadi momok yang amat sangat menakutkan. Padahal, Zihui menjalani kelas khusus semacam kelas akselerasi yang jika ia gagal masih ada kesempatan untuk mengulangnya di kelas reguler.

Zihui yang putus asa ditemani Justin. Viddsee.com (screenshot pribadi)
Zihui yang putus asa ditemani Justin. Viddsee.com (screenshot pribadi)
Zihui pun mencoba untuk bunuh diri dengan melompat dari apartemennya. Untunglah, seseorang menyelamatkannya. Seorang teman yang telah peduli dengan kesulitan yang ia pendam selama ini.

Kepedulian terhadap kesehatan mental, terutama yang dialami para remaja dihadirkan dalam film ini. Bagaimana kita bisa peduli dengan teman, keluarga dekat, ataupu tetangga yang terindikasi mengalami gangguan kesehatan mental. Gangguan yang tidak selalu sakit jiwa namun bisa berakibat fatal berupa kasus bunuh diri menjadi momok akhir-akhir ini.

Kerasnya kehidupan yang dijalani membuat kesehatan mental menjadi sesuatu yang seolah fatamorgana bagi sebagian orang. Bukan sekadar ceramah untuk mendekatkan diri pada Ilahi, namun kepedulian untuk mendengarkan keluh kesah mereka adalah kunci menanggulangi semakin maraknya kasus bunuh diri.  

Itulah beberapa film pendek yang bisa dijadikan pilihan kala liburan. Walau kisah yang diangkat sangat sederhana, namun isinya yang kaya makna membuat film ini layak untuk dicerna lebih dalam.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun