Hingga dua hari kemarin, tercatat telah terjadi tiga kali kecelakaan kereta api yang berada di area perlintasan KA sebidang. Beberapa diantaranya terjadi di perlintasan tanpa palang yang tidak dijaga oleh petugas maupun relawan.
Kecelakaan pertama terjadi di perlintasan KA Pagesangan, Jambangan, Kota Surabaya pada Minggu (21/10/2018). Tiga orang tewas di dalam mobil Pajero Sport yang melintas di perlintasan KA tersebut.Â
KA Sri Tanjung relasi Banyuwangi-Lempuyangan menghajar mobil keluarga naas itu. ketiganya merupakan satu keluarga asal Sidoarjo. Apesnya, penyebab dari kecelakaan ini diduga tidak berfungsinya sirine tanda kereta akan lewat meski perlintasan tersebut dijaga oleh relawan seorang mahasiswa.
Pada Senin (22/10/2018) kemarin, dua kecelakaan kereta kembali terjadi. Keduanya terjadi di perlintasan sebidang tanpa palang pintu. Seorang pengemudi mobil tewas seketika kala dihajar KA Serayu di perlintasan tanpa palang dekat Stasiun Cimekar, Bandung, Jawa Barat.Â
Malam harinya, seorang wanita tertabrak KA Komuter di perlintasan Margorejo, Kota Surabaya yang memang dikenal sebagai perlintasan KA maut. Ia pun tewas seketika dengan luka parah.
Tiga kecelakaan berurutan dalam dua hari tersebut menambah daftar panjang rangkaian sinyal bahaya di perlintasan KA sebidang. Perlintasan ini seakan menjadi tempat yang begitu berbahaya. Tak hanya bagi pengguna jalan, namun juga pengguna transportasi kereta api.
Bukan rahasia umum, keberadaan perlintasan KA tanpa palang pintu menjadi polemik sendiri bagi dunia kereta api Indonesia. Meski telah mengalami peningkatan layanan dengan cukup signifikan, bahaya keselamatan di jalur KA ini juga seharusnya menjadi perhatian serius.
Panjangnya jalur kereta api dan adanya jalur baru yang diaktifkan memang menyebabkan beberapa perlintasan kereta api harus beririsan dengan jalan umum. Tak hanya jalan raya yang merupakan jalan negara, provinsi, atau kota, seringkali perlintasan KA harus berbagi dengan jalan di persawahan, perkampungan penduduk, hingga daerah industri. Jalur-jalur tersebut merupakan jalur tidak resmi dan pengelolaanya dilakukan secara swadaya oleh masyarakat.
Pelanggaran terhadap aturan tersebut semisal penerobosan, maka akan dikenakan sanksi. Dan jika terjadi kecelakaan akibat pelanggaran yang dilakukan oleh pengguna jalan, menurut UU tersebut bukanlah merupakan kejadian kecelakaan perkretaapian.
Memaknai peraturan ini, sudah barang tentu termuat jelas bahwa adanya perlintasan sebidang adalah dilarang. Jika pun ada perlintasan tersebut, maka prioritas yang harus diutamakan adalah kereta api. Namun, melihat kecelakaan yang sering terjadi nyatanya akar masalah tetap saja bertumpu pada hal klasik: penataan dan pengelolaan perlintasan sebidang yang carut marut.
Walaupun dilarang, tak bisa dipungkiri perlintasan sebidang itu sangat penting adanya. Pada beberapa tempat, selain menjadi jalur short cut para pengguna jalan. Jalur sebidang bisa juga menjadi satu-satunya jalan bagi mereka untuk beraktivitas. Kalau tak melewati jalur tersebut, maka pengguna jalan akan kesulitan mencari jalan lain atau bahkan harus memutar jauh.
Urgensi dari keberadaan jalur sebidang ini, semestinya menjadi perhatian serius dari berbagai pihak yang berkepentingan. PT KAI, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah seyogyanya bahu-membahu mengatasi masalah yang berujung maut ini.Â
Sayangnya, setiap kali terjadi kecelakaan kereta di perlintasan sebidang, kala itu pula pihak-pihak tersebut saling lempar tanggung jawab. Kesalahan pun kerap ditimpakan kepada pengguna jalan yang (dianggap) suka menerobos.
Padahal, selain memang dari tidak taatnya dan kekuranghatian pengguna jalan, kondisi di perlintasan KA sebidang terutama yang tanpa palang memang cukup rawan. Kala akan melewati perlintasan tersebut, hanya ada anjuran untuk menoleh ke kanan dan ke kiri agar bisa dipastikan tak ada kereta yang akan melintas.
Pun demikian dengan semboyan 35 yang biasanya dibunyikan oleh masinis sebagai tanda bahwa kereta akan melintas. Semboyan yang menjadi pengingat bagi pengguna jalan agar berhenti sejenak tersebut kadang tak terdengar. Terutama, jika di dekat perlintasan tersebut banyak terjadi kebisingan, semisal ada acara hajatan dengan suara yang keras. Tentu, pengguna jalan akan terlambat menyadari bahwa kereta api sebenarnya telah siap melintas.
Selain beberapa alasan tadi, kesulitan yang sering dialami para pengguna jalan kala melintasi pelintasan sebidang tanpa palang adalah tinggi perlintasan yang tidak rata dengan jalan. Ditambah dengan sempitnya jalan, para pengguna jalan kerap bergantian melintas untuk sampai pada seberang rel kereta api.
Tak hanya itu, mereka kerap kesulitan dalam menstabilkan kendaraan saat kendaraan berada tepat di atas rel kereta. Kondisi ini cukup membahayakan karena ketika kereta telah datang dan lalu lintas di sekitar perlintasan sedang ramai, maka pengendara akan kesulitan untuk keluar dari tengah rel. Entah pedal gas yang tiba-tiba macet atau hal lain sehingga kecelakaan pun tak terelakkan.
Menutup perlintasan sebidang tanpa palang juga sulit dilakukan. Selain tak ada jalan lain, pembangunan jalan layang atau bawah juga tak semudah yang dibayangkan. Jika ada jalan layang pun, kadang perlintasan sebidang juga masih difungsikan. Bahkan, kadang perlintasan sebidang lebih banyak dilalui dibandingkan jalan layang itu sendiri.Â
Penolakan dari masyarakat sekitar ketika perlintasan sebidang ditutup pun kerap terjadi. Penolakan ini juga kerap berujung pada dibukanya perlintasan sebidang ilegal di tempat lain untuk menggantikan perlintasan yang ditutup tersebut.
Penjaga palang pun yang berasal dari masyarakat juga menjadi titik penting. Meski tak terlatih seperti penjaga palang pintu resmi, keberadaan mereka adalah garda terdepan. Memikul tanggung jawab besar, upaya untuk memberikan perhatian lebih bagi mereka sudah saatnya dilakukan.
Untuk itulah, pihak-pihak yang terkait harus segera berkoordinasi untuk segera mengatasi masalah ini. Apalagi, di Jawa Timur sendiri yang dikenal sebagai jalur KA yang ramai ada sekitar 300 perlintasan KA tanpa palang pintu.Â
Bukankah sebagai penyedia jasa layanan kereta api dan pengelola jalan sudah menjadi kewajiban untuk melindungi pengguna jalan juga? Di samping perlunya edukasi mengenai bahaya perlintasan sebidang ini, usaha yang gencar agar tak timbul korban lagi harus segera dilakukan.
Sumber:
Dishub Jelaskan Penyebab Sirine di Perlintasan KA Pagesangan Mati
300 Perlintasan KA Sebidang di Jatim Belum Berpalang Pintu
Mobil Tabrak Kereta Api Serayu di Cimekar, Pengemudi Tewas
Tiga Orang Sekeluarga Tewas Disambar Kereta Api, Petugas Sibuk Cari Kambing Hitam
Laka Maut Sering Terjadi di Perlintasan KA Sebidang di Surabaya, Risma Angkat Bicara & 'Serba Salah'
Perlintasan Janti Ditutup, Dishub DIY Khawatirkan Munculnya Ini