Mohon tunggu...
Ikon Sauki
Ikon Sauki Mohon Tunggu... Mahasiswa UIN Khas Jember

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Paradoks Identitas: Pendekar Tapi Premanis

15 Juli 2025   19:08 Diperbarui: 15 Juli 2025   19:08 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Pendekar (sumber pinterest)

Lantas apa yang bisa dilakukan? Solusi tidak cukup hanya dengan mengutuk kekerasan di media sosial. Harus ada langkah nyata dan terukur, antara lain:

  • Reformasi Kultural di Dalam Perguruan Setiap perguruan harus melakukan refleksi internal. Evaluasi nilai-nilai yang selama ini diajarkan. Apakah benar mereka masih setia pada ajaran guru besar? Atau sudah tersesat dalam romantisme konflik?
  • Transparansi dan Sanksi Tegas Terhadap Oknum Jangan lagi ada pembelaan terhadap anggota yang mencoreng nama perguruan. Justru tindakan tegas akan menyelamatkan marwah perguruan secara keseluruhan. Pemimpin harus berani mengambil sikap, meskipun pahit.
  • Penguatan Nilai lewat Kurikulum Pendidikan Silat Materi pengajaran perlu ditambah dengan pendidikan karakter, resolusi konflik, dan filsafat silat. Kekuatan fisik yang tidak dibarengi kesadaran etis hanya akan menjadi ancaman.
  • Kolaborasi dengan Lembaga Sosial dan Pendidikan Silat bukan milik lapangan saja. Ia harus hadir di ruang-ruang edukasi formal, pesantren, bahkan komunitas seni. Dengan begitu, silat tidak hanya dikenal sebagai bela diri, tapi juga budaya luhur.
  • Kampanye Nasional "Silat Damai" Organisasi besar seperti Pagar Nusa, PSHT, dll, bisa menjadi pionir kampanye nasional yang mengangkat kembali nilai-nilai luhur silat. Buat gerakan sosial dan digital yang menyuarakan pentingnya silat sebagai penjaga kedamaian, bukan pencipta konflik.

Kembali Jadi Penjaga, Bukan Pengganggu

Sudah saatnya silat menanggalkan citra kekerasan yang melekat akibat ulah segelintir oknum. Masyarakat butuh pendekar yang menjaga, bukan menakut-nakuti. Butuh pelindung, bukan pengancam.

Pencak silat memiliki kekuatan besar sebagai alat diplomasi kultural, pembentukan karakter, bahkan soft power Indonesia di kancah internasional. Tapi itu semua hanya mungkin jika nilai-nilainya tetap dijaga dan dilestarikan. Tanpa nilai, silat hanyalah gerakan kosong yang kehilangan arah.

"Jadilah pendekar yang bukan hanya jago bertarung, tapi juga jago memaafkan, jago menahan emosi, dan jago menebar damai."

Dan buat mereka yang masih hobi tawuran sambil bawa nama perguruan: sudah waktunya kalian berhenti. Bukan karena takut, tapi karena sadar bahwa menjadi pendekar sejati adalah soal akhlak, bukan otot.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun