Jurusan ini ngajarin cara berpikir kritis, memahami audiens, membangun strategi komunikasi, serta mendalami media dan public relationl.
Hal-hal itu gak sekadar dipelajari lewat TikTok atau YouTube. Menurut beberapa pekerja di industri kreatif saat ini lebih menilai skill daripada ijazah.
"Klien gak pernah nanya aku lulusan mana. Mereka lebih peduli sama portofolio dan hasil kerja nyata". Tapi, apakah semua aspek komunikasi bisa dipelajari secara otodidak?
Skill vs Ijazah: Mana yang Lebih Berarti?
Dalam dunia kerja skill tetap jadi poin utama. Tapi di beberapa bidang, ijazah masih menjadi pertimbangan penting.
Untuk posisi seperti jurnalis, public relations, atau media analyst, perusahaan biasanya mencari kandidat dengan latar belakang akademis yang sesuai.
Namun, bukan berarti kuliah adalah satu-satunya jalan. Beberapa lulusan Ilmu Komunikasi justru akhirnya berkarier di industri yang jauh dari bidangnya.
Di sisi lain, banyak profesional komunikasi yang sukses meskipun awalnya bukan dari jurusan tersebut.
Menurut survei dari LinkedIn, 62% rekruter masih melihat pendidikan sebagai faktor penting, tapi 81% lebih mengutamakan skill dan pengalaman nyata.
Artinya, kombinasi antara pendidikan formal dan kemampuan praktis bisa jadi pilihan paling ideal. Ilmu Komunikasi masih tergolong jurusan yang fleksibel, tapi gimana dengan jurusan lain?
Beberapa bidang seperti kedokteran, hukum, dan teknik tetap butuh pendidikan formal karena ada regulasi dan standar profesi.