Mohon tunggu...
Ikhsan Madjido
Ikhsan Madjido Mohon Tunggu... Menulis, traveling, fotografi

Mengabadikan momen dengan kalimat, dan merangkai emosi dalam paragraf

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Trump Pengen AS Kuasai Gaza, Legal dan Etis?

5 Februari 2025   15:06 Diperbarui: 6 Februari 2025   18:30 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Amerika Serikat Donald Trump (AFP/MANDEL NGAN via Kompas.com)

Di balik kata-kata optimis tersebut tersimpan pula ide untuk merelokasi penduduk Palestina, meski kemudian ia menegaskan bahwa "orang-orang dari seluruh dunia, termasuk warga Palestina, nantinya bisa kembali tinggal di sana."

Pernyataan ini membuka diskusi tentang masa depan Gaza yang penuh dengan kontradiksi: di satu sisi ada harapan akan pembangunan ekonomi dan pengurangan ancaman keamanan, namun di sisi lain mengandung kekhawatiran akan pelanggaran hak asasi dan potensi pengusiran massal.

Tanggapan terhadap rencana ambisius ini beragam. Di satu kubu, beberapa pejabat Israel, termasuk Netanyahu, tampak membuka diri terhadap kemungkinan perubahan radikal di Gaza. Netanyahu, yang menilai gagasan Trump "patut diperhatikan," menekankan bahwa yang utama adalah menghilangkan bahaya yang selama ini mengancam keamanan negaranya.

Di sisi lain, banyak suara kritis muncul, terutama dari kalangan legislator dan pemerintah negara-negara Arab. Senator Chris Murphy dari Connecticut dengan lugas menolak ide tersebut, menyatakan bahwa "kami tidak akan mengambil alih Gaza."

Begitu pula, pemerintah Arab, khususnya Arab Saudi, dengan tegas menyatakan komitmen mereka untuk mewujudkan negara Palestina yang merdeka, dan menolak segala bentuk tindakan yang bisa mengakibatkan pengusiran paksa penduduk Gaza.

Kompleksitas situasi semakin nyata jika kita menilik sejarah panjang konflik di kawasan ini. Gaza, yang telah lama menjadi medan pertempuran antara kekuatan regional dan internasional, kerap kali menjadi korban dari kebijakan yang mengabaikan hak asasi manusia.

Pada masa lalu, berbagai rencana pemindahan penduduk atau intervensi militer telah menghasilkan luka mendalam bagi rakyat Palestina, yang masih terus bergulat dengan rasa kehilangan identitas dan tempat tinggal.

Dalam konteks inilah, rencana Trump seolah menghidupkan kembali bayang-bayang intervensi asing yang pernah terjadi di Irak dan Afghanistan, yang banyak pihak anggap sebagai pelajaran pahit bagi dunia.

Jonathan Panikoff, mantan pejabat intelijen AS untuk Timur Dekat, menyatakan bahwa jika gagasan ini diimplementasikan, maka AS harus siap menghadapi komitmen militer jangka panjang yang bisa membuka luka lama dan menimbulkan kritik tajam dari dunia internasional.

Selain pertanyaan tentang keberlanjutan keamanan, ada pula perdebatan mengenai aspek legalitas dan etika. Secara hukum internasional, pemindahan paksa penduduk merupakan tindakan yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia.

Banyak pakar hukum menilai bahwa jika Amerika Serikat benar-benar mengambil alih Gaza dan memaksa penduduknya untuk pindah, maka tindakan tersebut bisa dianggap sebagai bentuk pembersihan etnis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun