Kementerian Perindustrian berusaha meningkatkan daya saing industri petrokimia di tingkat nasional dengan membangun klaster. Pendekatan klaster dipilih karena industri petrokimia memiliki banyak hubungan horizontal dan vertikal dengan sektor-sektor industri hilirnya serta dengan subsektor industri atau sektor ekonomi lainnya.
Menurut pernyataan Direktur Industri Kimia Hulu, yaitu Direktorat Jenderal Industri Kimia Farmasi dan Tekstil (Ditjen IKFT) pada tahun 2023 dalam acara P3DN Sektor Industri Kimia Hulu, Kota Cilegon menjadi daerah yang menghasilkan banyak produk petrokimia dengan jenis yang beragam. Gambar 1.2 menunjukkan bahwa ada sekitar 21 produk petrokimia yang dihasilkan di sana. Produk dengan jumlah terbesar adalah PTA, yaitu sekitar 1.655.000 ton per tahun. Selain itu, terdapat produk Ethylene, Propylene, dan Butadiene yang menjadi produk petrokimia hulu di klaster Olefin.
Gambar berikut merupakan Peta Persebaran & Kapasistas Industri Petrokimia:
Salah satu klaster petrokimia yang dikembangkan adalah Klaster Industri Petrokimia Hulu berbasis Olefin di Cilegon, Banten. Wilayah ini fokus pada pengembangan industri petrokimia yang menggunakan olefin sebagai bahan utama. Â Industri petrokimia di Indonesia didominasi oleh beberapa perusahaan besar yang memproduksi berbagai jenis bahan kimia dasar dan produk turunan penting. Berdasarkan data kapasitas produksi tahunan (dalam ribu ton per tahun), berikut adalah rangkuman kontribusi masing-masing perusahaan terhadap total produksi nasional.Â
Industri petrokimia bukan hanya fondasi bagi berbagai sektor manufaktur dan konsumsi, tetapi juga merupakan pilar utama dalam pembangunan industri nasional yang mandiri, berkelanjutan, dan berdaya saing tinggi. Dengan perannya sebagai penyedia bahan baku penting bagi berbagai sektor hilir seperti otomotif, tekstil, elektronik, pertanian dan kesehatan, industri ini mampu menciptakan efek berantai yang luas dalam perekonomian.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan arah yang jelas melalui RIPIN dan kebijakan pembangunan klaster industri untuk mendorong tumbuhnya ekosistem petrokimia yang kuat. Pengembangan klaster seperti di Cilegon, serta pelibatan berbagai pemangku kepentingan, menunjukkan komitmen serius untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat industri petrokimia terintegrasi di kawasan Asia Tenggara.
Namun, tantangan seperti keterbatasan bahan baku dalam negeri, ketergantungan impor dan isu lingkungan tetap harus dihadapi dengan pendekatan strategis dan inovatif. Investasi dalam riset, pengembangan teknologi ramah lingkungan serta peningkatan kualitas SDM menjadi kunci untuk menjawab tantangan tersebut.
Ke depan, kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, akademisi dan masyarakat menjadi krusial untuk memastikan bahwa pertumbuhan industri petrokimia tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menjaga keseimbangan lingkungan dan kesejahteraan sosial. Dengan langkah yang tepat, industri petrokimia dapat menjadi penggerak transformasi industri Indonesia menuju masa depan yang lebih berkelanjutan dan berdaya saing global.
Sumber: