Ramadhan selalu membawa nuansa yang berbeda dari bulan-bulan lainnya. Ada kehangatan yang menyelimuti hati, ada semangat yang berkobar untuk menjadi lebih baik, dan ada keinginan kuat untuk berbagi dengan sesama. Bukan hanya karena pahala yang berlipat ganda, tetapi juga karena berbagi di bulan Ramadhan selalu menghadirkan kebahagiaan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.
Saya selalu percaya bahwa berbagi tidak harus menunggu kita memiliki banyak. Rasulullah telah mengajarkan bahwa sedekah yang paling mulia adalah yang diberikan meski kita dalam keadaan terbatas. Prinsip ini saya coba terapkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama di bulan Ramadhan. Pernah suatu kali, saya hanya memiliki sedikit uang tersisa sebelum gajian, tetapi ada seorang ibu di pinggir jalan yang tampak kelelahan membawa dagangannya. Saya membelikan sebagian jualannya tanpa banyak berpikir, dan melihat senyumnya saat menerima uang itu membuat saya sadar bahwa berbagi tidak harus selalu menunggu lebih.
Setiap Ramadhan, saya dan beberapa teman memiliki kebiasaan berbagi takjil di jalan. Kami mengumpulkan uang dari donasi kecil-kecilan dan membeli makanan untuk dibagikan kepada pengendara, tukang becak, hingga petugas kebersihan. Salah satu momen yang paling membekas adalah ketika kami memberikan sebungkus makanan kepada seorang bapak tua yang duduk di trotoar. Saat menerima takjil itu, ia tersenyum sambil berucap, "Alhamdulillah, saya belum tahu bisa berbuka dengan apa hari ini." Kata-katanya sederhana, tetapi langsung menusuk hati saya.
Ada satu kisah yang membuat saya semakin yakin bahwa berbagi adalah jalan untuk menemukan kebahagiaan sejati. Saya pernah mengikuti kegiatan sahur bersama anak-anak yatim di sebuah panti asuhan. Kami tidak hanya memberikan makanan, tetapi juga bermain dan berbincang dengan mereka. Salah satu anak di sana memeluk saya dan berkata, "Kak, kalau Ramadhan bisa selamanya, pasti kita sering bertemu, ya?" Kalimat itu membuat saya terdiam cukup lama, menyadari bahwa terkadang yang paling dibutuhkan bukan hanya makanan atau bantuan materi, tetapi juga kehadiran dan kasih sayang.
Berbagi berkah Ramadhan tidak selalu harus dalam bentuk makanan atau uang. Ada kalanya berbagi waktu dan perhatian jauh lebih berarti. Saya pernah menemani seorang teman yang sedang mengalami masa sulit. Saat itu, ia tidak meminta apa pun, hanya butuh seseorang untuk mendengar. Dalam diam, saya sadar bahwa kehadiran kita dalam hidup seseorang bisa menjadi bentuk berbagi yang paling berharga.
Saya juga belajar bahwa berbagi bisa dimulai dari lingkungan terdekat. Suatu kali, saya melihat seorang tetangga yang sudah lanjut usia sering berbuka sendirian di rumahnya. Sejak saat itu, saya dan keluarga selalu mengundangnya berbuka bersama di rumah kami. Momen-momen sederhana seperti ini mengingatkan saya bahwa berbagi tidak harus jauh-jauh, karena mungkin ada orang di sekitar kita yang lebih membutuhkan perhatian.
Ketika berbagi menjadi kebiasaan, kita akan mulai melihat bahwa kebahagiaan sejati bukanlah tentang apa yang kita miliki, tetapi tentang apa yang bisa kita berikan. Saya pernah menghadiri acara berbuka di sebuah komunitas yang berisi orang-orang dari berbagai latar belakang. Beberapa dari mereka adalah pekerja harian yang sulit mendapatkan makanan yang layak setiap hari. Saat kami berbuka bersama, saya melihat kebahagiaan yang begitu tulus di wajah mereka, dan itu membuat saya semakin mensyukuri hidup.
Ramadhan juga mengajarkan saya untuk berbagi dengan cara yang lebih kreatif. Saya dan beberapa teman pernah mengadakan kelas belajar gratis untuk anak-anak dari keluarga kurang mampu. Kami mengajarkan mereka membaca, berhitung, hingga bercerita tentang kisah-kisah inspiratif. Saya melihat bagaimana mata mereka berbinar saat belajar sesuatu yang baru, dan saya menyadari bahwa ilmu juga merupakan bentuk berbagi yang tak kalah berharganya.
Saya pernah membaca sebuah hadis yang mengatakan bahwa tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Sejak saat itu, saya mencoba untuk tidak hanya menjadi penerima, tetapi juga menjadi pemberi. Meski terkadang tidak memiliki banyak, saya belajar untuk tetap berbagi walaupun hanya dengan hal kecil, seperti senyuman, sapaan ramah, atau sekadar membantu orang lain tanpa diminta.
Suatu ketika, saya bertemu dengan seorang ibu penjual sayur di pasar. Saya berbincang dengannya dan mengetahui bahwa ia harus bekerja sejak subuh untuk menghidupi keluarganya. Tanpa berpikir panjang, saya membeli lebih banyak dari yang saya butuhkan dan membagikannya kepada orang-orang di sekitar. Itu mungkin bukan bantuan besar, tetapi saya belajar bahwa berbagi tidak harus selalu terencana, terkadang cukup dengan mengikuti kata hati.